Hai2... terima kasih untuk sayang-sayangnya chinta sekalian yang sudah memberikan gemsnya! hehehe! Kalian bikin terharu deh! Sayang kalian banyak2! Jangan lupa komentar yang cantik donk...
Reaksi besar kedua wanita itu membuat beberapa rekan kerja yang sedari tadi sudah memerhatikan langsung menahan tawa, bahkan Arsel, si asisten dingin di samping Zayden, yang biasanya dingin sekalipun turut serta!Salah sendiri ribut-ribut di kantor, membicarakan bos besar pula!Di sisi lain, Zayden menautkan alis dan menatap tajam kedua karyawannya itu. “Ini jam kerja ‘kan? Siapa yang suruh kalian bercanda?” tegurnya.Cepat-cepat, Alisha dan Tika memisahkan diri dan menundukkan kepala. “Maaf, Pak ….”Dalam hati, Alisha memaki dirinya sendiri karena bisa ikut terpancing tempo Tika. Namun, dibandingkan takut dimarahi Zayden, dia lebih takut pria itu mendengar kalimat Tika mengenai bagaimana ada kemungkinan dia suka dengan Zayden!Mau ditaruh mana mukanya kalau si bos besar dengar omong kosong itu?!Namun, nasib sedang tidak berpihak pada Alisha, karena detik berikutnya Zayden berkata, “Kamu!” Dia menunjuk Alisha. “Karena kamu suka sekali sepertinya dengan saya, sini ikut ke ruangan!”Men
Mendengar ucapan itu, Alisha tampak terkejut. “Hah?” Zayden menatap Alisha tajam dan berkata, “Kamu bersikeras menyembunyikan pernikahan kita dari semua orang, bahkan sampai lebih bersedia mengadakan pernikahan yang intimate. Bukannya itu karena kamu malu menjadi istriku?”Alisha mengerjapkan mata. “Bukan begitu, Zayden. Bukannya sudah kubilang kalau aku hanya tidak ingin ada rumor yang bisa mengganggu karir kita masing-masing? Pun kamu tidak peduli, tapi orang lain peduli.”Zayden langsung menyipitkan matanya, dalam sekali lihat jelas Zayden tidak sependapat. “Untuk apa aku peduli apa yang orang lain pikirkan?”“Apa kamu tidak ingat bagaimana papa dan mamamu begitu senang ketika dirimu terbukti tidak menyimpang? Kamu ingin mereka mengalami kesedihan yang sama jika ke depannya hubungan kita dipermasalahkan orang lain? Semua hanya karena latar belakangku yang tidak jelas dan juga kedudukanku yang tidak setara dengan keluargamu?”Zayden terdiam sesaat. Dia merasa wanita di depannya in
Saat langkah kaki Alisha yang terhenti, sang WO yang menyadari keanehan itu langsung menyelip di antara kerumunan tamu dan memberikan isyarat, “Nona, lanjut berjalan!”Hal itu menyadarkan Alisha dari keterkejutannya dan menatap ke arah sang WO. Namun, dia gelisah dan kembali menatap ke arah Yumi.Terlihat bahwa security telah berhasil memisahkan sahabat Alisha itu dengan para tamu yang menghinanya tadi. Yang luar biasa, para tamu itu diusir keluar dan Yumi melipat kedua tangan penuh kemenangan.Tiba-tiba, tatapan Yumi beralih kepada Alisha, dan pandangan mereka bertemu.Bak tersambar petir, Alisha bisa melihat ekspresi gelap Yumi sekaligus amarahnya yang membara.Pasti … pasti Yumi marah karena Alisha tidak pernah memberitahunya tentang pernikahannya ini!Namun, waktu tidak mendukung Alisha, dan dia harus kembali fokus ke prosesi pernikahan. Alhasil, dia membuang wajah dari Yumi dan lanjut berjalan ke ujung panggung. ‘Aku … aku akan bicara dengan Yumi nanti …’ pikirnya.“Sepertinya, s
“Kok jadi Alvin sih?!” desis Alisha ketus.Zayden terdiam, tapi terus menatap wanita yang telah secara sah menjadi istrinya itu tajam.“Pandanganmu tidak lepas darinya sejak awal. Di sisi lain, Yumi juga terus memperhatikanmu dan bersikap waspada. Bukan berita baru kalau bocah itu menyukai Alvin, dan kalau dia bersikap waspada padamu, bukankah itu berarti dia menganggapmu saingannya?” cerocos pria itu.Alisha terbengong. Patut dia akui Zayden memang jeli dalam melihat situasi dan membaca ekspresi orang-orang di sekelilingnya, tapi … tebakannya kali ini melenceng jauh!Jelas-jelas Alisha memerhatikan Yumi dan bukan Alvin!Karena Alisha tidak kian menjawab, Zayden kembali mendesak. “Jadi, katakan padaku, apa hubunganmu dengan Alvin? Apakah kalian … mantan kekasih?”“Bukan!” Alisha menyemburkan kata itu dengan sedikit keras, membuat sejumlah tamu yang berada di bawah panggung agak terkejut. Bahkan, orang tua Zayden sampai menoleh dan menatap mereka bingung.“He he he ….” Cepat Alisha men
Ditembak pertanyaan seperti itu, Zayden membeku. Dia yang tangannya masih berada di atas rambut Alisha yang lembut hanya bisa terdiam di tempat.Dengan wajah ngeri, Zayden menatap Alisha. “Kamu … bilang apa?”Tak sadar dengan kengerian di wajah Zayden, Alisha menegaskan, “Aku bilang, apa kamu cemburu sama Alvin tadi?” Senyuman iseng terlukis di bibirnya. “Habisnya, kalau bukan cemburu, kenapa kamu sampai mendesakku begitu dan terlihat sangat lega setelah dengar aku ada hubungannya sama Yumi?”Zayden cepat menarik tangannya dari kepala Alisha dan mengalihkan pandangan ke depan. “Konyol. Aku hanya tidak ingin ada skandal di keluarga dan mendapatkan cap sebagai perebut kekasih sepupu.”Sudut bibir Alisha semakin meninggi. “Oh? Seorang Zayden yang tidak takut dibilang menyimpang, sekarang takut disebut perebut kekasih orang? Menarik, menarik.”Pelipis Zayden berkedut. “Alvin sepupu dekatku, aku tidak mau kami bermasalah hanya karena wanita.”“Ohhh, jadi kalau aku mantan kekasih Alvin, kamu
Alisha berusaha dengan cepat untuk berdiri, namun sekali lagi gaunnya yang sebagian masih tertindih badan Zayden membuatnya sedikit kesulitan, wajah Alisha terlihat makin memerah karena malu, gerakan terburu-burunya ini, membuatnya sekali lagi terjatuh dan menimpa Zayden.“AH!”Zayden hanya menghela napas panjang. Dengan satu gerakan lembut, ia memegang kedua bahu Alisha, mencoba menenangkannya. Alisha akhirnya mematung beberapa saat, merasa canggung dengan posisi mereka. Pandangan mata mereka saling bertemu, dan saat itu pula Zayden menyunggingkan senyuman miring. Matanya melirik ke arah dada Alisha, lalu pria itu menggelengkan kepalanya.Alisha langsung merona merah, malu dan marah. Apa maksud pria itu?! Apa dia baru saja mengejek ukuran dadanya?!Dia ukuran C! Itu sudah cukup di atas rata-rata, ya!Mengabaikan tatapan marah Alisha, Zayden pun berdiri selagi membantu Alisha. “Jangan terlalu terburu-buru, santai saja. Kalau tidak, nanti kamu terjatuh lagi.”Alisha bergidik. Suara Zay
Zayden yang baru saja ditampar membeku di tempat. Di sisi lain, Alisha dengan panik kembali menarik bathrobe-nya dan menutup tubuhnya dengan cepat, wajahnya merah padam seperti kepiting rebus. Merasa bersalah karena jiplakan merah ada di pipi pria itu, Alisa pun berkata, “Ma-maaf … tapi kenapa juga kamu keluar lagi!? Aku pikir kamu sedang mandi!” Zayden mengalihkan pandangan pada Alisa selagi mengusap wajahnya yang masih terasa panas. “Aku hanya ingin mengambil barangku yang tertinggal.” “Jangan mendadak dong!” tegur Alisa, masih tidak mau kalah. Zayden menatapnya beberapa detik sebelum mengangkat tangan, menyerah. "Oke, salahku. Lain kali aku ketuk pintu dulu sebelum keluar dari kamar mandi." Ucapan Zayden membuat Alisha makin tersipu, tahu dirinya tidak masuk akal. Akhirnya, wanita itu pun membuang muka, pura-pura sibuk mencari piyamanya. Tapi dalam hati, pikirannya kacau. ‘Dia lihat nggak ya? Astaga… kalau dia lihat… jangan-jangan lingerie itu juga?’ "Sudah kamu ma
Amarah membara sang wanita, ditambah pecahan gelas kaca yang berserakan di lantai, membuat empat wanita muda yang berlutut di hadapannya gemetar ketakutan. Ruangan yang biasanya tenang kini terasa seperti medan perang, penuh ketegangan dan hawa panas dari emosi yang membuncah.“Hanya mengacaukan sebuah pesta pernikahan saja kalian tidak bisa? Apa gunanya aku membayar kalian mahal?!” bentak sang wanita, suaranya menggema tajam di seluruh ruangan.“Maaf, Nyonya...” Salah satu dari mereka memberanikan diri bicara, meski suaranya nyaris tak terdengar, bergetar hebat karena takut.“Nyonya, kami benar-benar sudah mempersiapkan semuanya dengan matang, tapi... saat itu kondisi di lapangan tidak memungkinkan,” lanjutnya mewakili yang lain, berusaha mempertahankan ketenangan meski tubuhnya mulai gemetar.“Aku sudah membayar mahal untuk pekerjaan semudah ini, tapi hasilnya sangat mengecewakan.” Nada dingin Tania membuat mereka tak berani menatap langsung ke arahnya.“S-sa... saya sudah berusaha
Di tempat lain, jauh dari hiruk pikuk hotel tempat Zayden dan Alisha berada, suasana di sebuah ruangan megah dengan interior klasik-modern itu terasa tenang, hanya diisi suara detik jam dinding antik yang menggema pelan.Helena Wicaksana duduk anggun di balik meja kerjanya. Di hadapannya, secangkir teh melati masih mengepulkan uap harum. Wanita paruh baya itu tampak tenang, membaca sebuah laporan yang baru saja diberikan asistennya, Danti.Senyum tipis mengembang di wajah Helena saat beberapa lembar foto terpampang jelas — Zayden dan Alisha, tertangkap kamera sedang berjalan berdua, duduk berdekatan, bahkan sebuah foto samar ketika Zayden tanpa ragu memegang tangan Alisha di pinggir pantai.Bahkan laporan video tentang keduanya juga terlihat jelas saat ini, hal ini membuat Helena mengangguk pelan, walau dalam hatinya masih tersirat sedikit kecurigaan terhadap hubungan keduanya saat melihat foto dan video ini rasanya semuanya memudar begitu saja.Helena menegakkan duduknya. “Sepertinya
Usai mandi, Alisha tampak jauh lebih segar. Rambutnya yang masih sedikit basah di bagian ujung dibiarkan tergerai alami, menyentuh bahu dengan manis. Wajahnya bersih tanpa riasan berlebih, hanya sedikit sapuan lip balm dan bedak tipis yang membuat kulitnya terlihat cerah alami. Mengenakan blouse merah muda sederhana dipadukan celana kain lembut, penampilannya tampak rapi sekaligus nyaman.Baru saja ia selesai merapikan rambut di depan cermin, suara bel kamar terdengar pelan namun jelas.TING TONG!Alisha refleks menoleh saat suara bel terdengar, lalu berjalan santai ke arah sekat kamar. Begitu membuka pintu, aroma segar dari tubuhnya masih samar tercium, menyisakan suasana nyaman di ruang itu.Dari ruang tengah, terdengar suara ringan Farhan yang sempat ingin berdiri. Namun sebelum sempat melangkah, Alisha sudah bersuara. “Eh, kalian lanjutkan saja. Pasti itu dari hotel, bawain sarapan,” ucapnya santai dengan senyum kecil.Ketiganya langsung menoleh, dan Zayden yang tengah duduk di sof
Suasana di ruangan itu tiba-tiba membeku. Alisha berdiri kaku di ambang pintu, matanya langsung menangkap sosok Zayden yang sudah terlihat segar dan rapi dalam balutan kemeja dan celana dasarnya, menatap ke arahnya sambil menggeleng pelan. Ekspresi pria itu seakan berkata tanpa suara, ‘Nah, itu salahmu sendiri, aku tidak memberitahukan hubungan kita pada temanmu.’Tika yang sejak tadi masih terbelalak akhirnya memberanikan diri membuka suara.“Al, kamu…,” ucapnya, tapi kalimat itu menggantung di udara. Wajahnya jelas menunjukkan banyak pertanyaan, namun sadar ini bukan situasi untuk interogasi terang-terangan, apalagi Zayden ada di antara mereka.Alisha buru-buru menyambut ucapan setengah jadi itu dengan senyum kaku. “Ah, iya… kalian ini… sedang kerja, ya?”‘Ya ampun, Alisha… tentu saja mereka kerja! Apa coba yang mereka lakukan kalau bukan kerja?!’ batin Alisha berteriak panik dalam kepalanya.Tika, Farhan, dan Aldian saling pandang cepat. Ketegangan masih terasa menggantung, sementar
Alisha tidak pernah membayangkan kalau dia akan mendapatkan adegan manis dalam hidupnya seperti saat ini, bahkan bermimpi pun rasanya dia tidak berani. Banyak hal yang rasanya sangat tidak mungkin baginya, tetapi nyatanya dia ada bersama Zayden saat ini.“Ahhhhh … kenapa aku senang sekali?” Alisha berkata dengan senyum lebarnya, dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya itu, dengan cara menggerak-gerakkan tubuhnya dan memegangi lengan Zayden yang melingkar di bawah dagunya.“Dasar berlebihan,” ucap Zayden santai, lalu melepaskan tangannya dan memutar tubuh mungil itu hingga menghadap ke arahnya.Mata bulat Alisha berkedip-kedip sesaat sebelum akhirnya benar-benar melihat ke dalam mata Zayden yang cukup tenang.“Ke-na-pa liatnya begitu?” tanya Alisha.Zayden hanya menggeleng pelan lalu mendesah berat. “Apa kamu yakin bisa bertahan untuk tidak meninggalkanku?” Pertanyaan tiba-tiba ini membuat Alisha terkejut.‘Aduh! Kenapa sih dia merusak suasana bagus gini dengan bertan
Aldian merasa sangat terpojok saat ini, apalagi pandangan kedua rekannya ini seolah menekannya untuk berkata dengan jujur. Dia menimbang-nimbang sesuatu, apa harus dia berbicara atau tetap diam saja.“Hei, kamu mau ceritain sama kita atau … nggak? Atau kamu sudah tahu hubungan gelap mereka?” Tika kembali menekan Aldi.“Ih, apaan sih kalian, udah lagian mau mereka ada hubungan gelap atau nggak kan gak ada efeknya di kita.” Aldian berkata dengan suara beratnya.“Nggak bisa gitu dong! Alisha itu teman kita, kita tidak boleh membiarkan dia merusak hubungan orang lain, dan jadi wanita simpanan!” sahut Tika lagi.“Lagian sepertinya kamu tahu sesuatu deh, Aldi!” Kali ini Farhan menatap tajam ke arah Aldian.“Udah kayak perempuan aja, kamu Farhan, mau-maunya bergosip.” Aldian berkata santai.“Ah, ternyata memang benar ya!” Tika menarik kesimpulan sendiri dari apa yang dia perhatikan dari Aldian.“Kalau begitu aku harus menghubungi Alisha segera! Dia harus diperingatkan! Dia tidak boleh menjadi
Langkah keduanya terdengar pelan di koridor hotel yang sepi. Hanya denting samar pendingin ruangan dan suara langkah kaki mereka yang bergema di sepanjang lorong. Zayden tetap menggenggam tangan Alisha sejak tadi, tanpa banyak bicara. Genggamannya kokoh, hangat, dan Alisha tidak menolak hal itu.Dia hanya ingin menikmati waktu kebersamaan ini saja.Sesekali, Alisha melirik ke arah pria di sampingnya. Wajah Zayden seperti biasa — datar, nyaris tanpa ekspresi. Tapi justru itu yang membuatnya memiliki daya tarik tersendiri.“Melihat terus ke arahku apa kamu mau membuat lubang di wajahku, hehm?” Zayden melirik ke arah Alisha.“Apaan sih!” Alisha berkata dengan senyum malu-malunya, lalu melihat tangannya yang masih dalam genggamam Zayden. Dia menyukai kebersamaan seperti ini. Ini benar-benar pengalaman pertama untuk Alisha!Namun, begitu lift berjalan turun ke lobi, Alisha buru-buru menarik tangannya dari genggaman Zayden.Zayden menoleh, alisnya sedikit berkerut. “Kenapa?”Alisha merapika
Alisha hanya bisa terpaku. Lidahnya kelu, wajahnya memanas, dan degup jantungnya seperti berkejaran tanpa aturan.Sementara Zayden… hanya tertawa kecil dalam hati melihat ekspresi terkejut bercampur panik yang ditunjukkan wanita di hadapannya. Alisha memang sangat tampak menggemaskan.Melihat hal itu, akhirnya Zayden kembali berkata, “Jadi, jangan pernah menyimpulkan sendiri seolah-olah kamu sudah tahu isi hati orang lain. Cenayang dan jin saja tidak tahu apa yang ada di dalam hati manusia.” Kemudian Tangan Zayden membelai pelan pipi Alisha yang makin merona.“Itu ….” Suara Alisha lolos juga setelah sekian lama tertahan. “Apa kamu tidak sedang mabuk atau mengigau?”Zayden lalu menarik napas dan mencubit pelan kedua pipinya. “Aku ingin mencubitmu keras-keras, tapi mana mungkin aku menyakiti istriku, kan? Menurutmu ini mimpi atau ….” Zayden mendekatkan wajah mereka, hingga Alisha benar-benar menahan napasnya sendiri.Lalu detik berikutnya dia mendorong tubuh Zayden untuk menjauhinya. “K
Alisha hanya bisa menahan napas, menyadari betapa pria itu bisa membuat emosinya naik turun dalam hitungan detik. Tidak bisakan pria ini membuat hubungan mereka jauh lebih jelas?“Bukan begitu, tapi maksudku–”“Aku tidak bisa melarang orang untuk menyukaiku, lagipula bukankah itu menyenangkan kalau disukai oleh istri sendiri?” Zayden hanya menanggapi datar akan hal itu.“Ya kamu memang tidak punya hak untuk larang orang lain, cuma maksudku, kalau kamu tidak menyukaiku, kamu bisa untuk bersikap biasa saja saat orang lain tidak ada di sekitar kita karena hal ini bisa membuatku–”“Makin menyukaiku?” potong Zayden.Alisha diam.“Kamu menyimpulkan dari mana kalau aku tidak menyukaimu?” Kalimat yang dilontarkan Zayden barusan terdengar datar, tenang, dan tanpa emosi.Hanya saja cukup membuat Alisha mengerjapkan matanya berkali-kali mencoba untuk menerjemahkan maksud dari pria itu.“Maksudmu?” Zayden menghela napas dalam sebelum akhirnya bicara, “Dari pesanmu itu, kamu hanya menyatakan sesu
Setelah mengirimkan pesan itu, Alisha langsung melempar ponselnya ke sembarang tempat. Jantungnya berdetak kencang, napasnya memburu. Beberapa detik dia terdiam, berusaha mencerna apa yang baru saja dia lakukan.Tapi di detik berikutnya — panik itu datang menyerbu.“Ya Tuhan! Apa yang barusan aku lakuin?!” serunya, buru-buru meraih kembali ponsel yang tadi dia lempar.Jari-jarinya gemetar saat membuka aplikasi pesan. Dan … terlambat! Pesan itu… sudah dibaca.Tubuhnya langsung lemas. Rasanya seperti ditarik ke dalam lubang hitam. “Astaga… bodoh … bodoh … bodoh!” rutuknya sambil menepuk kening sendiri.Kenapa dia bisa seimpulsif itu? Kenapa tanpa pikir panjang, langsung kirim saja? Padahal, dia tahu, hal-hal seperti ini jelas tidak bisa sembarangan! Tidak bisa hanya mengikuti emosi sesaat saja! Kalau begini bukankah malah bikin runyam dan mempermalukan diri sendiri?!"Ah… gimana kalau dia marah? Atau… aduh, jangan-jangan dia malah–" pikiran Alisha berputar ke mana-mana. Kepalanya terasa