Selamat Pagi semuanya! Maaf banget karena kemarin tidak ada update sama sekali. Ini bab pertama untuk pagi ini! Semoga kalian menyukainya. Nanti akan chinta up lagi setelah siang atau sore hari. Terima kasih semuanya atas dukungan kalian di karya ini. Sayang kalian banyak-banyak!!!
Pengakuan barusan jelas membuat Alisha terperangah, wajah Zayden terlihat pias dan tertunduk menahan sesuatu yang tidak bisa dia ungkapkan sepenuhnya.Alisha berusaha untuk mengatur napasnya, ingin bertanya lebih lanjut, hanya saja … dia masih belum memiliki kesiapan tahu lebih banyak, pun sama dengan Zayden yang mungkin terlihat belum bisa menceritakan semuanya dengan jelas pada Alisha.“Ah, makanannya sudah sampai,” ucap Alisha mengalihkan sejenak pembicaraan serius mereka saat pelayan membawakan makanan pesanan mereka ke atas meja.Wanita itu langsung menarik tangannya dan bertepuk tangan seperti anak kecil, menampakkan wajah cerianya di depan Zayden.“Terima kasih,” ucapnya pada pelayan itu saat semua makanan yang mereka pesan sudah terhidang.Zayden hanya melihat Alisha dengan raut yang sulit ditebak, tetapi tatapan matanya mengisyaratkan bentuk penyesalan terdalam.Menyadari hal itu, makin membuat Alisha merasa kalau sepertinya masalah ini tidak sesederhana yang ada dalam pikira
Alisha bisa dengan sangat jelas merasakan kalau ketidaknyamanan langsung menyerang suaminya ini. Terlihat saat wajah Zayden yang berubah mendadak dan terlihat muram di sana.“Itu … kalau boleh,” ucap Alisha dengan suara lembut, “... karena aku merasa, sepertinya hubungan kalian jauh dan dalam sekali sampai dia melakukan berbagai cara untuk bicara padamu.” Alisha kembali membuka percakapan dengan hati-hati.Walaupun dia sudah memilih kalimat yang dirasa bagus, tetapi mungkin beberapa pemilihan katanya masih tidak membuat Zayden mengembalikan wajah cerah seperti sebelumnya.Zayden hanya menghela napas berat, pandangan matanya terasa kosong seolah menyelami pikirannya sendiri. Alisha menyaksikan ini merasakan sesuatu kalau sebenarnya Zayden memang belum selesai dengan masa lalunya, dia hanya menekan rasa sakitnya dan menguburnya dalam-dalam. Menghindar atau ….Alasannya kenapa? Hanya pria itu yang tahu.Dari caranya yang tidak ingin bertemu dan tidak ingin membiarkan adanya celah di anta
Seperti janji yang diucapkan oleh Zayden pada Alisha tentang akan membantunya membuka kasus Nariza lima tahun lalu, mereka berdua sudah ada di kantor pengacara.Saat masuk ke tempat itu terasa suasana nyaman menyambut mereka, lalu Pria dengan tubuh tegap dan kepala botak itu, langsung menyuruh keduanya duduk dengan sikap hormat.“Maaf Pak Zayden, saya ada urusan penting ke luar kota dan tidak bisa ditinggal.” Sedikit berbasa-basi. Zayden menanggapinya dengan santai.“Tidak masalah. Tapi, Zack, kamu sudah tahu cerita keseluruhannya dari Arsel, kan?” Zayden memastikan.“Oh, iya, iya, tentu saja, Saya juga sudah membaca semuanya, Pak. Sekarang orang-orang saya sedang mendalaminya, dan mencari celah untuk membuka kembali kasus ini.” Zack berkata dengan pasti, namun kemudian tersirat wajah ragunya.“Ehm … tapi Pak Zayden, kasus ini terkait dengan keluarga Wicaksana juga, apa Anda sudah mempertimbangkan ini lagi?” tanyanya.Mendengar pertanyaan itu membuat wajah Zayden terlihat tidak suka.“
Restia tercekat. Napasnya seolah berhenti sesaat ketika mendengar ucapan Zayden barusan. Nada suara pria itu begitu dingin, menusuk telinganya, membuat bulu kuduknya meremang. Ada sesuatu di balik tatapan tajam yang sempat diberikan Zayden sebelum pria itu menunduk, mengetuk-ngetuk sesuatu di layar ponselnya.Detik berikutnya, ponsel Restia bergetar keras di genggamannya. Suara notifikasi itu terdengar jauh lebih nyaring di telinganya dibanding suara bising sekitar. Seolah dunia mendadak sunyi, hanya suara getaran ponsel itu yang memantul di ruang kosong di pikirannya.Perlahan, dengan tangan yang sedikit gemetar, dia membuka pesan masuk tersebut. Sebuah file video.Zayden mengangkat dagunya, memberikan tatapan penuh peringatan yang tidak perlu diucapkan dengan kata-kata. Isyarat itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Restia mengerti: lihat baik-baik.“Lihat dengan jelas, dan setelah ini… kamu harus lebih hati-hati dengan orang yang kamu beri label sahabat,” ucap Zayden, suaranya dal
Sejujurnya, kepala Alisha sangat pusing setelah bertemu dengan wanita itu, sebenarnya entah apa yang direncanakan Serena, hanya saja dia akan selalu berhati-hati dengan orang lain, selama ini pengalaman mengajarkannya untuk selalu melakukan dokumentasi dengan baik.Untuk mengurangi sesak di dadanya, dia menghubungi Yumi, mengatakan masalah terkait Serena, siapa sangka Yumi memberikan berita tak terduga padanya.“Al, aku baru saja ingin menghubungi masalah ini, tapi kamu sudah duluan menelponku!” serunya dengan girang dari ujung panggilan mereka.“Ya sudah katakan saja cepat, sepertinya kamu mendapatkan berita penting! Dari caramu bicara ini membuatku makin penasaran.” Alisha berkata santai.“Aku tanya ke Kak Ethan tentang bagaimana Kak Zayden bisa bersama dengan Serena. Awalnya dia tidak mau cerita, karena katanya takut salah ngomong.” Yumi berkata penuh semangat.Sementara itu, Alisha masih diam mendengarkan.“Sebenarnya dulu Kak Zayden itu dekat dengan adiknya Serena, tetapi entah ke
Mungkin orang akan menyebutnya kejam. Mungkin akan ada yang menudingnya tak punya hati. Tapi Alisha tak peduli. Karena hidup butuh batas yang jelas. Kalau hari ini dia izinkan Zayden bertemu dengan Serena, lalu gunanya apa? Apa hasilnya? Kebaikan? Penyesalan? Atau mungkin hanya membuka kembali luka lama yang seharusnya sudah terkubur rapat.Tidak. Dia tidak bisa membiarkan pintu itu terbuka, walau hanya sedikit.“Aku … tidak bisa,” ulang Alisha, kali ini suaranya lebih tegas. Mata beningnya menatap lurus ke arah Maya, tanpa gentar. Ada luka di sana, ada sedikit iba, tapi lebih besar dari itu adalah tekad.Maya terdiam sejenak, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Wanita itu menggeleng pelan, matanya kembali basah. “Nak, tolonglah … kamu sesama wanita. Kamu tahu bagaimana rasanya ditinggalkan, dikhianati perasaan… masa kamu tidak bisa sedikit saja … sedikit saja merasakan perasaan anakku? Kecelakaan itu, hasil manipulasi orang lain dan selama ini … anakku berjuang me