Nah kira-kira siapa dan video apa ya?
Sudah untuk yang keberapa kali, Alisha mondar-mandir di dalam kamar. Gelisah. Matanya melirik ke arah jam dinding. Sudah lewat pukul sepuluh malam.Bayangan video itu kembali melintas di benaknya, memutar ulang tanpa izin. Zayden yang tertawa pelan, senyumnya begitu lebar saat memotong makanan di piringnya lalu menukarnya dengan piring wanita lain di seberangnya. Gerakan yang lembut, penuh perhatian. Persis seperti adegan romansa di drama seri maupun cerita novel yang dia saksikan.“Lagi pula, apa peduliku?” gumamnya sambil mengerucutkan bibir, lebih untuk meyakinkan diri daripada menjawab pikirannya sendiri.Dengan cepat ia meraih ponselnya dari atas meja, mengecek layar yang masih sepi. Tidak ada notifikasi apa pun.“Dia ke mana, sih?” gumamnya pelan.Jarinya sempat melayang di atas layar, ragu-ragu mengetik pesan. Tapi akhirnya diurungkan.“Kalau aku hubungin sekarang... ganggu gak, ya?” tanyanya pada diri sendiri. Lalu buru-buru menggeleng. “Nggak, nggak. Nggak usah. Jangan berlebi
Terdengar dengkuran halus tak lama setelah Alisha melontarkan kalimat manja itu. Tapi Zayden bukanlah pria yang bisa dibodohi semudah itu. Sebelah sudut bibirnya terangkat. Tangannya yang semula menahan tubuh agar tak sepenuhnya menindih Alisha, perlahan dilepaskannya, membuat tubuhnya kini benar-benar menghimpit wanita itu.Lalu, dengan suara rendah dan napas hangat yang menyapu helai rambut Alisha, ia berbisik pelan di telinganya, “Berhenti bermain dan bangunlah.”Tak ada respons. Kelopak mata Alisha tetap terpejam, napasnya tetap teratur seolah ia benar-benar masih tertidur.Zayden menarik napas panjang, berusaha menahan diri. Namun jemarinya mulai bergerak. Perlahan menyusuri garis wajah Alisha, turun ke dagu, mengarah ke leher, dan sempat bermain sejenak di sekitar tulang selangka. Sentuhannya tak menekan, tapi cukup membuat detak jantung siapa pun tak akan tenang.“Bangunlah, atau aku akan umumkan siapa sebenarnya istriku pada semua orang,” ucapnya dingin, namun dengan tekanan ya
Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Zayden barusan, jelas membuat tubuh Alisha membeku. CEMBURU?! MANA MUNGKIN!“Cemburu, kamu bilang?! Aduh yang bener aja!” Alisha mendengkus.“Lagian kamu bilang mau bertemu dengan ketua audit, terus kenapa kamu tiba-tiba bertemu dengan mama di sana?” lanjut Alisha lagi.Zayden membuka kelopak matanya lagi dan melihat tajam ke arah Alisha yang saat ini sedang bersungut dengan suara samar. Pria itu lalu menghela napas dalam. Dia kembali duduk hingga membuat posisi keduanya saling berhadapan saat ini.“Alisha, katakan padaku, apa mencampuri urusan masing-masing itu ada dalam poin perjanjian kita?” Pertanyaan dari Zayden tentu membuat Alisha terdiam.“Ingat, poin itu juga kamu yang menambahkannya.” Zayden kembali melanjutkan.Tiba-tiba tubuh Alisha mendadak beku. Benar, dia yang menambahkan poinnya, saat itu, isi perjanjian pernikahan dari Zayden sangat sederhana, hanya saja semua poin itu tampak abu-abu dan kurang jelas untuk Alisha, jadi dia mena
Tama Halim, CEO sebelumnya, tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tanpa ada penunjukan pejabat sementara, posisi tertinggi di perusahaan langsung diserahkan kepada Zayden—lewat proses cepat dan tidak biasanya.Dengan mengesampingkan alasan penunjukan yang dikaitkan dengan Alisha, kenyataannya, papa Zayden seolah melihat kesempatan emas. Seperti mendapatkan jackpot, pria itu mendapatkan alasan kuat lain untuk menempatkan Zayden di perusahaan yang saat itu sudah berada di ambang kehancuran.“Tama Halim,” ulang Zayden datar. “Kenapa kamu bisa mengatakan demikian?” tanya Zayden lagi dengan tatapan menyelidik.“Dia memanggilku secara khusus ke ruangannya, dia tahu kalau aku punya pekerjaan lain sebagai pembuat video iklan. Dia menyuruhku untuk membuat video iklan perusahaan dengan tawaran yang menarik, dan sialnya setelah semuanya selesai dia membatalkannya secara sepihak!” Alisha berkata dengan memperlihatkan wajah kesalnya.Zayden mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali. “Tapi … bukannya
“Kenapa menatapku begitu?” tanya Zayden.Alisha masih terpaku, pandangannya menjadi sangat rumit saat melihat Zayden. Kepalanya sangat berisik tentang banyak hal yang mungkin akan terjadi nanti.Ucapan Zayden sebelumnya memang membuatnya lega kalau Zayden akan ada di pihaknya, namun di sisi lain, keteledorannya itu bisa membawanya ke pusaran permasalahan yang pasti melibatkan reputasi Zayden.Ya, tentu saja itu pasti berpengaruh pada reputasi Zayden. Apalagi kalau hal ini sampai diketahui oleh keluarga besar Zayden yang notabe-nya adalah orang-orang terpandang dan memiliki kekuatan besar. Hanya karena dirinya, sudah barang tentu Zayden akan mendapatkan penghinaan.“Apalagi yang kamu khawatirkan saat ini?” tanya Zayden lagi, karena Alisha terlihat memikirkan sesuatu.“Nanti … apa … masalahku ini akan membuat reputasimu buruk?” tanya Alisha ragu.Zayden menanggapinya dengan datar. “Reputasiku tidak tergantung dengan apa yang kamu lakukan. Kamu tenang saja! Lagipula, kamu tidak mau kalau
Alisha harus berpikir tenang di saat seperti ini. Walaupun terasa tekanan itu menghimpitnya dan juga aura dominan Dirga kali ini tampak sangat jelas, Alisha tidak bisa terjebak dengan situasi dan dengan konyolnya mengulang kesalahan yang sama. 'Ternyata, tikus kecil ini mau menjebakku!' Alisha mengejeknya dalam hati. “Ya Bapak benar, ini memang sangat serius, tapi … serius untuk Bapak.” Alisha menjawab dengan cukup tajam. “Saya bukan orang bodoh yang bisa dipermainkan berkali-kali.” Alisha menolak tegas dengan meletakkan pulpen itu dan mendorong file itu ke arah Dirga. Wajah Dirga menjadi berubah kelam, Alisha tidak takut sedikit pun dengan tekanan yang diberikan oleh Dirga ini, karena menurutnya tekanan dan tatapan mata Zayden jauh berkali-kali lipat lebih menyeramkan dari pada pria yang ada di hadapannya ini. Setidaknya kalau untuk urusan aura gelap dominan yang mematikan, Alisha sudah sangat terbiasa! ‘Ah, benar-benar! Tikus seperti ini mau bermain-main denganku ternyata!
Dirga sontak bangkit, buru-buru merapikan bajunya. “P–Pak Zayden! Ini … hanya kesalahpahaman kecil. Maafkan kami, kami … kami tak tahan lagi menahan perasaan, kami pikir—” “Apa kamu bilang?!” Alisha menoleh cepat, matanya membelalak. Wajahnya memerah, bukan karena malu, tapi karena marah. “Alisha sayang .…” Dirga mendekat, memasang senyum seolah tak bersalah. Tangannya hendak meraih tangan Alisha. “Aku nggak tahan terus menyembunyikan hubungan kita. Aku ingin semua orang tahu kalau kita—” Plak! Alisha menepis tangannya kasar. Matanya memerah, dan suaranya pecah saat ia berteriak, “Sudah gila kamu! Hubungan?! Aku sudah muak melihatmu! Dan satu hal lagi… AKU SUDAH PUNYA SUAMI!” Suasana langsung membeku. Beberapa pegawai yang datang karena suara gaduh itu langsung terpaku di ambang pintu. Salah satu dari mereka bahkan menjatuhkan berkas yang dibawanya. Alisha sudah bersuami? Sejak kapan? Pertanyaan itu menggantung di antara rekan kerjanya yang hanya diam saling tatap. Sementara
Sementara itu, Alisha sudah sampai di apartemen. Tanpa repot mengganti pakaian, dia langsung menjatuhkan diri duduk di lantai, tepat di depan meja pendek yang berada di antara sofa dan televisi.Kedua sikunya bertumpu di atas permukaan meja, sementara dagunya disandarkan lemas di sana—seolah beban hari ini ikut menekan tulangnya. Tepat di depan wajahnya, sebuah kantong plastik bening berisi obat penghilang memar masih tersegel rapi, teronggok di meja tanpa disentuh.Tatapannya kosong. Televisi di hadapannya menyala, menampilkan tayangan acak yang tak ia pahami. Suaranya hanya menjadi latar samar di tengah apartemen yang hening. Ia tak benar-benar menonton. Ia hanya diam, membiarkan pikirannya melayang entah ke mana.Alisha masih sulit membayangkan apa jadinya jika ia tidak bertindak cepat tadi di ruangan Dirga—menghubungi Zayden secara diam-diam dan merekam seluruh percakapan yang menjadi bukti keterlibatan pria itu dalam kecurangan perusahaan. Syukurlah, tindakan kecil itu cukup untuk
Setelah pergi mengantar neneknya menemui seseorang, Zayden memutuskan untuk kembali ke hotel dengan menggunakan taksi. Begitu membuka ponselnya di dalam taksi, matanya langsung membelalak. Puluhan panggilan dari Alisha memenuhi layar. Baru sekarang notifikasi itu muncul, setelah mode Do Not Disturb-nya dinonaktifkan.Dia ingin langsung menghubungi Alisha balik, tetapi panggilan Arsel membuatnya mengurungkan niatnya.“Bagaimana, Arsel?” tanya Zayden saat panggilan itu tersambung.“Tuan, sepertinya informasi yang disampaikan oleh orang itu sedikit berbeda setelah kulakukan validasi.” Arsel melaporkan hasil investigasinya pada Zayden.Hal itu membuat Zayden mengerutkan keningnya cukup dalam. “Apa kamu yakin?”“Yakin, Tuan, aku sudah memastikan sekali lagi, karena itu, aku akan kembali menelusurinya lebih dalam setelah ini.” Arsel berkata dengan suara tenang.Zayden menghela napas dalam.“Ya sudah, kalau begitu, cari dengan teliti.” Zayden lalu mematikan sambungan itu.Pikirannya mulai b
Beberapa jam sebelumnya.Setelah meninggalkan Alisha di tempat itu, Zayden menyusul Helena. Dengan perasaan yang sangat kesal dia menghentikan langkah Helena yang baru saja ingin masuk ke mobil.“Nenek tunggu!” cegatnya sambil setengah berlari.Helena menghentikan gerakannya dan memutar tubuhnya melihat ke arah Zayden.Sudah cukup lama … Zayden tidak memanggilnya seleluasa sekarang.Zayden berjalan mendekat. “Kita harus bicara.” Dia berkata dengan suara tegas, lalu melihat ke arah sopir yang sedang membukakan pintu mobil untuk wanita itu dan juga asisten pribadi Helena yang berada di dekatnya dengan tatapan datar. “Empat mata,” lanjutnya lagi.Mengerti dengan yang dimaksud Zayden, sopir dan asisten pribadi Helena itu menunggu perintah dari Nyonya besar mereka.Helena lalu melihat ke arah keduanya dan memberikan isyarat untuk meninggalkan mereka, tetapi sebelum asistennya meninggalkan Helena dia berkata pelan, “Nyonya jangan lupa, kita masih ada janji jam lima sore ini–”“Aku yang akan
Mendengar pernyataan barusan tentu saja Alisha tidak bisa berkata-kata. Saat ini, bahkan mereka hanya berdua saja, dan pria itu bisa bersikap seperti ini? Apa yang coba dia perbuat? Walaupun targetnya sudah berganti untuk menaklukan pria itu, tentu saja tidak akan sudi dia secara terang-terangan mengakui perasaannya yang mulai tumbuh, kan?Setidaknya Zayden tidak boleh membaca isi hatinya!Untuk menetralkan suasana, Alisha dengan sigap mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan keras!“Ih, apaan sih! Lagian di sini tidak ada orang lain, jangan bersikap sok manis!” gumam Alisha dengan nada datar, hanya saja riak di dalam hatinya cukup besar.Zayden hanya tersenyum singkat!‘Astaga! Bahkan pria ini sempat-sempatnya tersenyum?! Apa dunia sudah mau kiamat?! Setidaknya, tidak perlu memberikanku harapan tingga kalau nantinya juga akan dihempas kenyataan!’ Alisha berteriak dalam hatinya.“Sudah, ya! itu jangan diganggu-ganggu, biar obatnya meresap dulu.” Alisha berkata santai lalu memberes
Alisha langsung membawa Zayden untuk duduk di sofa. Dia masih terlihat meringis, sementara Alisha benar-benar makin panik.“Aduh, aku benar-benar minta maaf, aku tidak sengaja.” Alisha berkata dengan nada gugup. Dia lalu mengambil tisu yang ada di atas meja untuk membantu Zayden mengelap cairan itu.Zayden hanya diam dengan mata terpejam.“Maaf,” ucap Alisha sekali lagi. Setelah beberapa saat, Zayden membuka matanya dan melihat ke arah Alisha, pandangannya tidak bisa ditebak.“Apa kamu tahu, tindakan barusan bisa dilaporkan sebagai tindakan KDRT?” Zayden masih meringis memegang sudut bibirnya.Hanya saja Alisha cuma bisa mengerucutkan bibirnya. “Ya kan aku sudah minta maaf, lagian siapa suruh sih ngagetin orang begitu.”Zayden hanya menghela napas melihat ke arah Alisha.“Astaga!” seru Alisha, nyaris setengah berteriak. Tatapannya membulat saat melihat luka di sudut bibir Zayden. “Ini… lukanya lumayan juga.”Tanpa pikir panjang, jemari Alisha terulur, memegang pelan sudut bibir pria
Dan saat itulah, Yumi tertawa kecil di depan keduanya penuh kemenangan. “Sudah kukira begini bakal seru,” katanya ringan seolah-olah sedang menikmati tontonan menarik.“Kak Zayden aku kembalikan istrimu malam ini padamu, aku ada urusan penting!” Yumi lalu berjalan masuk dengan cepat ke kamarnya.Alisha sontak berdiri dan mendorong Zayden. “Yumi tunggu! Aku mau ambil–”BOOOM! Pintu ditutup kencang oleh Yumi dari dalam.Tidak menyerah begitu saja, Alisha berusaha mengetuk pintu kamar Yumi. “Yumi buka, Yum!”Kemudian Zayden menghela napas dalam dan mendekati Alisha.“Sudah jangan mengganggu orang lain, apa kamu tidak mengantuk? Ini sudah malam.” Zayden berkata pada Alisha dengan sangat santai seolah-olah memang tidak ada masalah apapun pada mereka.“Ya, tapi … koperku ada di kamarnya, mana mungkin aku tidak mengganti pakaianku, kan?” Alisha berkata dengan suara lemah sambil melihat ke tubuhnya yang masih menggunakan setelan formal setelah rapat tadi.Lalu Zayden menggeleng-gelengkan kep
Tentu saja ide Yumi barusan membuat Alisha tercengang.“Apa kamu sudah tidak waras, Yum?!” Alisha tentu saja tidak bisa menerima ini begitu saja.“Ini satu-satunya jalan, Al!” Yumi berkata dengan tegas.“Kamu terlalu munafik kalau tidak mengharapkan balasan untuk perasaanmu, kan?” Langsung saja, ucapan Yumi ini tepat sasaran!Alisha terdiam.“Sekarang hubungi Kak Zayden!” perintah Yumi.Alisha menghela napas dalam. “Sepertinya dia gak mau terima telepon dari aku deh.” Yumi mengerutkan keningnya. “Memang kenapa? Apa alasan dia tidak menerima telepon istrinya sendiri?”Alisha akhirnya menceritakan pada Yumi tentang kejadian yang dia alami hari ini.“Ini … kebetulan sekali,” ucap Yumi dengan nada lemah saat Alisha mengakhiri ceritanya.“Tapi, tidak-tidak! Menurutku dia mungkin tidak melihat panggilanmu saja. Sekarang coba kamu telepon lagi!” Yumi memaksa Alisha.“Tapi–”“Sudah hubungi sekarang! Tanya dia ada dimana!” Yumi lalu mengambil ponsel Alisha yang ada di atas kursi dan menjejalk
Mendengar pengakuan itu, Yumi langsung menarik Alisha ke dalam pelukannya. Jantungnya berdebar, namun ia berusaha menenangkan Alisha yang terlihat begitu rapuh.Yumi tahu betul, meskipun Alisha selalu tampak kuat, dia punya cara tersendiri untuk menyembunyikan kesedihan. Dan kini, kesedihan itu begitu jelas terlihat, walau tanpa air mata seperti wanita kebanyakan. Sepanjang Yumi mengenal Alisha, Yumi tidak pernah melihatnya sekali pun menangis, termasuk saat ini.Sebenarnya, Alisha cukup senang saat tahu informasi kalau Zayden tidak menyimpang, setidaknya apa dia masih bisa ada kesempatan untuk memperoleh hatinya? Walaupun hal ini dirasa terlalu serakah.Hanya saja … jika sudah berhubungan dengan seseorang dari masa lalu … rasanya hal itu tidak mungkin! Apalagi dia bisa melihat jelas sorot kehilangan mendalam yang dirasakan oleh Zayden saat dirinya menyinggung tentang masalah masa lalu Zayden itu.“Sebenarnya … ini yang kutakutkan sejak awal, Al!” Suara Yumi memecah keheningan yang a
Rapat berjalan lancar dan menghasilkan kerjasama yang mulus. Untuk selanjutnya akan dilakukan penandatanganan kontrak di kantor pusat OWL. Sepanjang rapat itu, Alisha tak hentinya memperhatikan Zayden, dia benar-benar sangat profesional, mulai dari gayanya bicara, gestur tubuhnya yang terlihat cukup bijak, dan semua itu tidak menampakkan apa yang sebenarnya terjadi beberapa jam sebelum ini.Dalam hal ini Alisha merasa lega. Sepertinya dia yang sedikit berlebihan untuk mengkhawatirkan pria itu, mungkin … yang perlu dikhawatirkan saat ini adalah dirinya sendiri yang secara perlahan berjalan mendekati pria itu!Setelah, semuanya bubar, Alisha melihat Zayden yang langsung pergi ke luar bersama dengan klien mereka.“Baguslah,” gumamnya pelan.Walaupun dia bergumam dengan nada senang dan bibir yang tersenyum, tetapi tetap saja dia tidak bisa membohongi hatinya sendiri, atas apa yang dia ketahui dari Zayden.“Al, berhubung kita akan bertemu dengan klien yang satu lagi besok siang, malam ini a
Tiga puluh menit sebelum rapat dengan calon klien, Alisha sudah memastikan semuanya berjalan aman, dia juga sudah berkoordinasi dengan orang-orang dari calon klien ini terkait persiapan-persiapannya. Tentu saja, masalah pribadi tidak boleh membuat moodnya berantakan, dia harus tetap profesional dengan pekerjaannya, lagipula dia datang kemari bukan untuk urusan pribadi, kan? Setelah urusan di sini selesai, Alisha kembali menghubungi Zayden, hanya saja pria itu masih belum menjawabnya. Jelas saja hal ini membuat Alisha mendadak khawatir! Bagaimana jadinya kalau tiba-tiba Zayden tidak datang?! Dengan cepat dia mengambil tindakan untuk kembali menyusul Zayden ke kamarnya. “Al, mau kemana?” tanya Tika saat berpapasan di depan lift, saat itu Tika ingin menuju ke ruang pertemuan yang sudah disiapkan bersama rekan mereka yang lain. “Aku mau menemui Pak Zayden dulu, memastikan makan malamnya aman atau tidak.” Tanpa mendengar jawaban dari Tika Alisha berjalan dengan langkah cepat. Alisha