Deon menatap layar ponselnya lama. Jemarinya hampir mengetik balasan, namun akhirnya ia hanya meletakkan ponsel itu terbalik di atas meja.
Deon merasa kesal karena tidak ada satu pun pesan yang masuk dari Jannah. Sama sekali tidak ada panggilan. Seolah-olah istrinya itu sama sekali tidak menyesali terungkapnya video ciuman tersebut.
Hening. Di luar jendela, Jakarta tenggelam dalam gemerlap lampu kota. Tapi bagi Deon, semuanya terasa gelap.
Sementara itu, di bar kecil yang remang tadi, Jannah mulai bicara setelah diam cukup lama.
“Kenapa aku selalu merasa sendirian, Naila?” suaranya nyaris tenggelam oleh musik. “Dia ada di rumah. Dia ada di dekatku. Tapi rasanya seperti… seperti aku ini nggak ada.”
"Juga Alife, itu... mengapa dia terlihat seperti membenciku..." Air mata mulai mengalir membasahi pipi Jannah.
Naila menatapnya iba. “Karena dia memang nggak pernah benar-benar ada buat kamu.&rdquo
Dunia seolah runtuh dalam sekejap. Di depannya banyak sinar dari kamera yang menyorot matanya sementara dari dalam rumah, seperti tersedia beribu-ribu paku yang siap menusuknya dari belakang.Namun, melihat kondisi Jannah yang mematung di depan pintu dan berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh para wartawan di depan pagar, Deon segera menghempaskan tangan Bella yang memegangnya lalu melangkah maju dan menarik tangan Jannah sehingga masuk kembali ke rumah.Tanpa hambatan, tubuh ringkih miliknya kembali digendong Deon.Jannah terkejut bukan main, namun segera merangkul leher suaminya agar tidak terjatuh."Keluar! Jangan bawa wanita itu masuk ke rumah lagi!"Kakek Robert memekik histeris saat melihat Jannah yang kembali digendong masuk oleh Deon. Perkataan apa pun yang terdengar sudah tidak dihiraukan Deon lagi. Pria itu tetap tegas dan konsisten dalam langkahnya menuju ke kamar mereka. Membawa Jannah dalam gendongannya dan membanting pintu sehingga tertutu
Deon yang berdiri tak jauh dari sana langsung bergerak cepat, hendak menahan tangan kakeknya agar tidak terjadi hal lebih buruk. Namun, sebelum ia sempat bicara, Bella tiba-tiba mendorong Alfie ke arahnya. Bocah kecil itu langsung memeluk pinggang Deon, mengguncang tubuh ayahnya sambil menangis.“Papa…” suara Alfie pecah, membuat Deon tertegun. “Papa, Alfie sangat malu… video para penari priaitu begitu jelas… dan Mama ada di tengah mereka.” Bocah itu menatap ayahnya dengan mata yang dipenuhi air mata.“Sungguh memalukan, Pa… Apakah besok Alfie masih punya muka untuk ketemu teman-teman?”Deon terdiam, tatapannya berpindah ke Jannah. Ada kebingungan di matanya, tapi juga ketakutan yang tak mau diakuinya.Mendengar tangisan Alfie, Kakek Robert menurunkan tongkat, "lihat, anak itu. Apa yang sudah kau lakukan, Jannah?!"Sementara itu, ibunda Deon menggenggam tangan Jannah erat
Tanpa basa-basi, Deon menggendongnya begitu saja, bukan dengan kelembutan, melainkan seperti mengangkat karung goni. Tangan kirinya melingkari punggung Jannah, sementara tangan kanannya menopang bagian bawah tubuhnya. Tubuh ramping Jannah berada di pundaknya begitu saja layaknya karung beras.“Deon! Turunin aku! Aku bisa jalan sendiri!” suara Jannah meninggi, wajahnya memerah menahan malu. Beberapa pasang mata pengunjung bar mulai melirik ke arah mereka, beberapa bahkan menahan tawa kecil melihat adegan itu.Namun Deon tidak peduli. Rahangnya terkunci rapat, sorot matanya lurus ke depan. Dia berjalan cepat melewati kerumunan, memotong langkah para penari pria yang masih berdiri canggung. Musik, tawa, dan sorakan seolah memudar.Jannah meronta, tangannya memukul-mukul bahu Deon. “Kamu memalukan! Turunin aku sekarang, Deon!”Namun bukannya menurunkan, genggaman Deon justru semakin erat. “Diam,” ucapnya pelan, namun tajam
Naila langsung bersorak kecil dan menepuk tangannya. “Asyik! Ini baru hiburan!” serunya sambil meneguk isi gelasnya hingga habis lalu mengeluarkan segepok uang berwarna dari dalam tasnya."Nai... kau mabuk!" pekik Jannah mulai panik saat Naila mulai membelai pria-pria yang mengerumuninya dengan lembaran uang.Pria-pria itu mulai menari dengan gerakan gemulai, memamerkan tubuh mereka dengan percaya diri. Beberapa pengunjung bar bersorak ikut menikmati, tapi bagi Jannah, pemandangan itu terasa menyesakkan. Jantungnya berdegup lebih cepat, bukan karena tergoda, tapi karena merasa asing dan tidak nyaman.Ada beberapa yang ingin menariknya agar ikut bergabung, namun Jannah segera mengelak dan menepisnya dengan kasar. Dia memilih duduk di pojokan. Tubuhnya terasa dingin, perutnya seperti diaduk-aduk. Ia ingin muntah.“Naila, aku mau pulang,” bisiknya lirih, hampir tidak terdengar di tengah dentuman musik.Namun Naila terlalu sibuk
Deon menatap layar ponselnya lama. Jemarinya hampir mengetik balasan, namun akhirnya ia hanya meletakkan ponsel itu terbalik di atas meja.Deon merasa kesal karena tidak ada satu pun pesan yang masuk dari Jannah. Sama sekali tidak ada panggilan. Seolah-olah istrinya itu sama sekali tidak menyesali terungkapnya video ciuman tersebut.Hening. Di luar jendela, Jakarta tenggelam dalam gemerlap lampu kota. Tapi bagi Deon, semuanya terasa gelap.Sementara itu, di bar kecil yang remang tadi, Jannah mulai bicara setelah diam cukup lama.“Kenapa aku selalu merasa sendirian, Naila?” suaranya nyaris tenggelam oleh musik. “Dia ada di rumah. Dia ada di dekatku. Tapi rasanya seperti… seperti aku ini nggak ada.”"Juga Alife, itu... mengapa dia terlihat seperti membenciku..." Air mata mulai mengalir membasahi pipi Jannah.Naila menatapnya iba. “Karena dia memang nggak pernah benar-benar ada buat kamu.&rdquo
Deon mengerling ke arah sumber suara, ekspresinya sama sekali tak berubah. “Tidak ada insiden,” jawabnya datar, senyumnya tipis dan nyaris menantang. “Acara berjalan sukses. Hal-hal di luar itu tidak relevan.”"Saya harap kerjasamanya untuk tidak meliput berita apa pun mengenai hal itu, atau Anda akan berhadapan dengan tim marketing digital keluarga Mahendra."Ancaman itu terdengar jelas dan terekam, namun membuat beberapa wartawan menghentikan pertanyaan yang sudah disiapkan mereka.Kakek Robert segera berdiri dan mengambil alih microphone."Acara konfrensi pers hari ini adalah untuk mengumumkan bahwa pertunangan cucu saya, Deon Mahendra dengan Bella O'Brien yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.""Kapan itu?" Beberapa wartawan mulai antusias."Jadi apakah itu berarti Anda akan menceraikan Nyonya Jannah?""Kabarnya Nyonya Jannah sedang sakit keras ya?"Beberapa pertanyaan membuat Kakek Robert hanya m