Share

Bab 6

Author: Elenor
Keesokan harinya.

Setibanya di perusahaan, Edward berpapasan dengan Clara.

Clara tidak tahu tentang kepulangan Edward dan Elsa ke Marola.

Bertemu tiba-tiba dengan Edward di perusahaan, membuat langkah kaki Clara terhenti sejenak.

Ada sedikit keterkejutan di mata Edward saat melihat Clara. Namun, dia hanya mengira Clara baru saja tiba dari perjalanan dinasnya. Yah, pria itu tidak berpikir macam-macam.

Ekspresi wajah Edward tampak datar, menganggap Clara layaknya orang asing. Dia berjalan melewatinya begitu saja dan masuk ke dalam perusahaan.

Jika itu dulu, mungkin Clara akan senang saat mengetahui Edward kembali ke Marola.

Meski tak bisa memeluknya, Clara akan merasa bahagia hanya dengan menatapnya, seolah dalam dunianya hanya ada Edward seorang. Sekalipun sikap pria itu dingin terhadapnya, Clara tetap akan menyapanya dengan ‘selamat pagi’.

Namun kini, Clara hanya menatap wajah tampan itu sekilas lalu menundukkan pandangannya. Antusias dan kebahagiaan sebelumnya sudah tidak terpancar di wajahnya.

Edward tentu tidak memerhatikannya dan telah pergi lebih dulu.

Saat melihat sosok pria yang tenang dan tegap itu, di benak Clara terbersit tentang kapan pria itu kembali. Tapi, sudahlah. Dengan kepulangan pria itu, berarti masalah perceraian akan segera didiskusikan, bukan?

Clara sudah bertekad untuk bercerai, dia tidak ingin terlalu memikirkan Edward. Setelah berada di meja kerjanya, Clara langsung mengaktifkan mode siap bekerja.

Setengah jam kemudian, Farel menghubunginya. “Buatkan dua cangkir kopi, lalu bawa ke ruangan Pak Edward.”

Awalnya, saat mengetahui Edward menyukai kopi, Clara menghabiskan banyak waktu untuk belajar bagaimana membuat kopi yang enak. Itu semua dia lakukan untuk menarik perhatian Edward.

Kerja keras memang tidak mengkhianati hasil.

Edward selalu ingin meminum kopi buatannya, baik itu di rumah atau pun di perusahaan.

Kebahagiaan terpancar di wajah Clara saat mengetahui Edward benar-benar jatuh cinta dengan kopi buatannya. Dia mengira ini adalah langkah pertama menuju kesuksesan.

Namun kenyataan berkata lain, Clara seakan meremehkan ketidaksukaan dan kewaspadaan Edward terhadapnya.

Edward memang suka dengan kopi buatan Clara.

Hanya kopinya, tidak lebih!

Sikap Edward padanya tidak berubah, masih dingin dan menjaga jarak.

Tidak heran, saat ingin minum kopi buatannya, Edward akan meminta Farel menghubungi wanita itu. Begitu kopi selesai dibuat, Farel atau yang lainnya akan datang untuk mengambilnya.

Edward tidak memberi Clara kesempatan sedikitpun untuk mendekatinya.

Hanya terkadang saja, saat Farel atau yang lainnya sedang sibuk, barulah Clara punya kesempatan untuk mengirim kopinya ke ruangan Edward.

Kali ini, dari apa yang dia tangkap dari ucapan Farel, seharusnya dia yang membawa kopi itu langsung ke Edward.

Selesai membuat kopi dan meletakkannya di atas nampan, Clara berjalan ke ruangan Edward.

Pintu kantor Edward terbuka.

Clara pun berjalan ke pintu. Saat hendak mengetuk pintu, dia melihat Vanessa sedang duduk di pangkuan Edward. Mereka berdua tampak sedang berciuman.

Langkah kaki Clara terhenti, wajahnya tiba-tiba berubah pucat.

Saat melihat kedatangan Clara, Vanessa buru-buru turun dari pangkuan Edward.

Raut wajah Edward penuh dengan kekesalan, lalu berteriak dengan nada dingin, “Siapa yang mengizinkanmu masuk?!”

Clara menggenggam erat nampan di tangannya, lalu berkata, “Aku ke sini mau antar kopi.”

“Cukup Bu Clara,” ucap Rio salah satu sekretaris pribadi Edward saat kebetulan tiba.

Rio tahu tentang hubungan Clara dan Edward.

“Percuma kamu seperti ini,” ucap Rio kemudian.

Rio memang tak mengatakannya secara gamblang, tapi Clara mengerti apa maksud ucapannya itu.

Rio mengira Clara tahu Vanessa datang ke perusahaan dan bermaksud mengganggu mereka dengan dalih hendak mengantarkan kopi...

Edward juga berpikir seperti itu, terlihat dari raut wajahnya.

Kalau itu dulu, mungkin dia akan melakukannya.

Namun sekarang, dirinya akan segera bercerai, jadi mana mungkin dia melakukan hal seperti itu?

Mereka seolah tidak memberikannya kesempatan untuk menjelaskan.

“Silakan cepat pergi dari sini!” bentak Rio.

Mata Clara memerah, tangannya gemetar memegang nampan. Kopi di cangkir tumpah dan mengenai jari-jarinya. Meski sakit terkena panasnya kopi, Clara berbalik dan pergi tanpa suara.

Namun, baru beberapa langkah, terdengar suara teriakan Edward dari dalam. “Kalau kejadian ini terulang, jangan harap bisa datang ke perusahaan lagi!” teriak Edward.

Clara sudah mengajukan pengunduran dirinya.

Tanpa ada kejadian ini sekalipun, dia akan angkat kaki dari perusahaan setelah ada yang menggantikan pekerjaannya.

Hanya saja, tidak ada yang peduli dengannya di sini.

Percuma juga mengatakannya.

Clara memilih tetap diam dan pergi sambil membawa nampannya.

Sebelum benar-benar pergi dari ruangan, Clara sempat mendengar suara lembut Vanessa menghibur Edward. “Cukup Edward, aku rasa dia nggak sengaja melakukannya. Sudah ya, jangan marah lagi... “

Clara membuang kopi di wastafel. Dia membilas jari-jarinya yang tersiram kopi panas di bawah keran. Dia juga mengambil obat salep di dalam tasnya dan dengan cekatan mengoleskannya ke jari-jari.

Sekarang, dia memang pandai memasak, kopi yang dibuatnya pun enak.

Namun, perlu diketahui, sebelum menikah dengan Edward, jangankan melakukan pekerjaan rumah, memasak saja tidak becus. Terlebih lagi, dia tidak pernah minum kopi sebelumnya.

Perubahan mulai dirasakan saat dia menikah dengan Edward. Demi Edward dan Elsa, dia mempelajari semuanya.

Clara menghabiskan banyak waktu untuk mahir melakukannya. Pada awalnya berantakan, kini berubah menjadi sempurna.

Salah satu yang sempurna adalah terkait tingkat kepahitan kopi, hanya dia yang tahu.

Lalu mengenai obat salep di dalam tasnya, sebagai ibu yang membesarkan anaknya seorang diri, mana mungkin dia tidak terbiasa membawa obat-obatan seperti itu?

Hanya saja, setelah kepergian Elsa ke Negara Latvin, obat-obatan yang disiapkannya jarang digunakan.

Untungnya belum kadaluarsa.

Setelah mengobati lukanya, Clara kembali ke meja kerjanya melanjutkan pekerjaan sambil menahan rasa sakit di hatinya.

Baru saja selesai memilah-milah dokumen, tiba-tiba terdengar obrolan rekan kerjanya.

“Dengar-dengar, pacar Pak Edward datang!”

“Pacar? Memangnya Pak Edward punya pacar? Siapa dia? Cantik nggak?”

“Aku nggak tahu siapa dia, tapi informasi dari resepsionis di bawah, dia berasal dari keluarga kaya, cantik, personalnya juga kelihatan baik!”

Kedua rekannya sedang mengobrol. Saat melihat Clara bangkit berdiri, mereka berdua teringat akan rapat yang akan dilaksanakan bersama Clara di lantai bawah. “Eh, kerja dulu, gosipnya lanjutin nanti saja,” ucap salah satu rekan buru-buru tutup mulut dan berjalan mengikuti Clara. Clara tahu pacar Edward yang mereka maksud adalah Vanessa.

Namun, tidak ada ekspresi apa pun di wajah Clara saat mendengarnya. Dia pergi dari ruangannya dengan ditemani dua rekannya dan masuk ke dalam lift.

Begitu keluar dari lift, saat mereka ingin pergi ke ruang rapat, terlihat sosok Vanessa dengan ditemani empat eksekutif perusahaan sedang berjalan ke arah mereka.

Empat eksekutif tampak mengelilingi Vanessa, dengan penuh sanjungan, kehati-hatian dan sedikit menjilat.

“Maaf sudah merepotkan karena sudah menemaniku berkeliling perusahaan,” ucap Vanessa sambil tersenyum.

Vanessa mengenakan barang-barang bermerek di tubuhnya. Setiap lekak-lekuk tubuhnya memancarkan aura seorang putri.

Dia berbicara dengan sopan dan terlihat seolah dirinya sudah menjadi istri dari pimpinan perusahaan. Kesopanan yang dia tunjukkan juga menyiratkan para eksekutif itu adalah bawahannya.

“Ini sudah menjadi tugas kami, mengingat hubungan Bu Vanessa dengan Pak Edward yang begitu dekat, tidak perlu sungkan,” ucap salah satu eksekutif sambil tersenyum.

“Ya, itu benar,” ucap eksekutif lain.

Mereka sedang asik mengobrol. Saat melihat Clara dan yang lainnya keluar dari lift, meski sudah berdiri di kedua sisi untuk memberi jalan, para eksekutif tetap merasa mengerutkan keningnya dengan kesal.

“Lihat-lihat kalau jalan! Kalau sampai menabrak Bu Vanessa gimana? Dasar nggak punya aturan!” bentak salah satu eksekutif sembari mengerutkan keningnya.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (51)
goodnovel comment avatar
Rhena Altika
kok ada manusia tapi gak punya otak ,,,apa dia terlahir sebagai manusia dungu
goodnovel comment avatar
Jenny Marbun
sakit bgt jadi clara ya
goodnovel comment avatar
Adzriel Barokah
kalau aku yg jadi clara sdh aku tampar si vanessa yg kuran urat malu itu kesel bnget sama dia🫤
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pak Edward, Istrimu Ingin Cerai   Bab 482

    Pada hari Senin, Clara pergi ke Anggasata Group untuk rapat.Edward juga harus menghadiri rapat penting, jadi kali ini, dia tidak turun untuk mengikuti rapat Clara secara langsung.Namun setelah rapat, Rio dan Farel mendengar Edward bertanya, "Apakah rapat di lantai bawah sudah selesai? Apa solusi untuk lanjutan materinya sudah diserahkan? Kalau sudah, tolong bawa ke sini, aku mau melihatnya."Sebelumnya, Rio dan Farel juga mengetahui Edward pernah ikut turun untuk menghadiri rapat Clara.Mendengar pertanyaan Edward, mereka berdua saling bertukar pandang, lalu melihat tumpukan dokumen di depan Edward.Edward akan melakukan dinas besok, dan dia harus mengurus semua dokumen di mejanya hari ini. Sebaliknya, materi rapat Clara hari ini baru akan diimplementasikan secara resmi bulan depan, dan solusinya masih berupa konsep awal. Edward bisa saja menunggu hingga dia kembali dari dinasnya untuk menangani hal itu. Namun karena Edward telah berkata demikian, Farel kembali ke ruangannya, mengam

  • Pak Edward, Istrimu Ingin Cerai   Bab 481

    Clara selalu bilang sibuk dan tidak punya waktu.Sesibuk apa pun dia atau sesedikit apa pun waktu yang dimilikinya, pasti masih ada waktu untuk menelepon putrinya, kan?Tetapi, dia jarang membalas teleponnya, bahkan lebih jarang lagi menelepon.Seolah-olah di dalam hatinya, ada hal lain yang lebih penting baginya.Semakin Elsa memikirkannya, semakin dia merasa sedih, dan air mata mengalir di wajahnya.Melihat ekspresi sedih Elsa, sebelum Clara berbicara, Edward sudah menyeka air matanya dan berbicara lebih dulu, "Mamamu benar-benar sibuk dengan pekerjaannya sekarang. Setelah tahun depan, Mama seharusnya sudah nggak sesibuk itu lagi."Elsa masih muda, dan kepastian Edward langsung meredakan kesedihannya. Dia menyeka air matanya dengan punggung tangan dan menatap Clara penuh harap. "Benar ya, Ma? Setelah tahun depan, Mama beneran nggak sibuk lagi?"Bagaimanapun, Elsa adalah putrinya, hasil dari sembilan bulan kehamilan dan persalinan. Meskipun telah menyerahkan hak asuhnya, Clara tetap b

  • Pak Edward, Istrimu Ingin Cerai   Bab 480

    Mungkin karena tahu Clara tidak ingin berbicara dengannya, setelah dia selesai memesan, Edward memberi tahu Clara tentang Elsa, "Elsa akan pergi ke provinsi lain untuk mengikuti kompetisi yang sangat penting Kamis depan. Apa kamu ada waktu hari itu?""Iya, Ma. Apa Mama bisa menemaniku ke kompetisi hari itu?"Karena dia pergi ke provinsi lain, perjalanan pulang pergi akan memakan waktu setidaknya dua hari.Clara hendak menjawab, mengingat pekerjaan di Morti Group, Jetwave Labs, dan Anggasta Group, dia mungkin tidak punya waktu.Clara merenung dan hendak berbicara, tetapi sebelum dia sempat membuka mulut, Elsa melihat ekspresinya dan sudah tahu apa yang akan dia katakan.Dia tidak ingat sudah berapa kali Clara mengatakan kepadanya bahwa dia sibuk dengan pekerjaan dan berjanji untuk menghabiskan waktu bersamanya ketika dia punya waktu.Kenyataannya, bahkan pada hari Sabtu dan Minggu, ataupun ketika dia berada di rumah nenek buyutnya, ketika mereka tinggal di bawah atap yang sama, Clara ja

  • Pak Edward, Istrimu Ingin Cerai   Bab 479

    Edward dan Clara telah saling kenal selama bertahun-tahun dan telah menikah selama beberapa tahun, namun Edward tidak pernah menyukai Clara. Jadi, meskipun Edward dan Clara pergi makan bersama, baik Keluarga Sanjaya maupun Keluarga Gori tidak akan merasa khawatir, atau menduga akan terjadi sesuatu di antara mereka.Ledakan emosi Diana semata-mata karena ketidaksukaannya pada Clara.Sementara reaksi Rita dan Nenek Sanjaya relatif tenang.Rita tidak bermaksud mengganggu Edward di ruang makan pribadinya. Dia menepuk Diana pelan, memberi isyarat agar dia berhenti berbicara, lalu berkata kepada manajer, "Silakan tunjukkan jalannya."Tanpa melirik Clara, dia meraih tangan Nenek Gori dan masuk ke ruang makan pribadi lain.Keahlian Clara dalam bidang Kecerdasan Buatan mungkin memang cukup mengesankan. Fakta bahwa dia berhasil menjalin hubungan dengan Dylan dan mendapatkan kesetiaannya yang tak tergoyahkan tentu saja tidak bisa diremehkan. Namun di mata Edward, Clara bukanlah siapa-siapa. Ole

  • Pak Edward, Istrimu Ingin Cerai   Bab 478

    Nenek Hermosa menderita flu selama beberapa hari terakhir. Pada Sabtu pagi, setelah Clara menjenguk Indri di rumah sakit, dia langsung berkendara ke rumah sakit tempat Nenek Anggasta dirawat.Ketika tiba di sana, Edward dan Elsa juga sudah ada di sana.Nenek Anggasta tampak sedikit lebih bersemangat daripada saat dia baru bangun tidur, dan senyum langsung tersungging di wajahnya saat melihatnya.Saat Clara sedang berbicara dengan Nenek Anggasta, Edward tidak menyela mereka. Setelah mengambilkan segelas air untuk Clara, dia duduk dan mengupas apel untuk Elsa dan Clara.Ketika Edward menyerahkan apel yang telah dikupas dan dipotong dadu di atas piring kecil, Clara menerimanya dan berkata, "Terima kasih.""Sama-sama."Melihat mereka berdua kini dapat duduk dan berbicara dengan tenang, Nenek Anggasta mendesah dalam hati.Clara cukup lama mengunjungi Indri tadi. Setelah dia datang dan duduk bersama Nenek Anggasta selama lebih dari setengah jam, tibalah waktunya makan siang. Nenek Anggasta

  • Pak Edward, Istrimu Ingin Cerai   Bab 477

    Vanessa tersenyum tipis dan berkata, "Urusannya sudah beres, jadi aku datang ke sini."Sebenarnya dia sangat khawatir, hingga bahkan meninggalkan X-Tech sebelum rapat selesai.Dia tahu Edward tidak perlu menghadiri rapat yang dihadiri Clara hari ini, tetapi seperti dugaannya, dia benar-benar turun dari ruangannya di atas untuk mendengarkan rapat Clara.Memikirkan hal itu, dia merasakan sakit yang teramat sangat, dan wajahnya menegang. Edward melihat jam. "Aku masih ada rapat daring sepuluh menit lagi, dan mungkin butuh satu jam baru selesai. Ayo kita naik dulu dan duduk sebentar."Vanessa berkata, "Oke."Sore harinya, Vanessa kembali ke kediaman Keluarga Gori. Nenek Sanjaya melihatnya dan bertanya, "Kenapa kamu pulang cepat? Bukannya kamu mau pergi makan malam dengan Edward?""Dia masih ada urusan lain.""Oh, begitu."Vanessa merasa lelah. Setelah berganti sepatu, dia ingin naik ke atas untuk beristirahat. Rita yang memperhatikan raut wajahnya, bertanya, "Ada yang terjadi? Kamu keliha

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status