Gadis yang terbaring pucat di ranjang yang mirip ranjang rumah sakit itu menatap langit-langit ruangan di atasnya. Suasananya sangat hening hingga dia bisa mendengar suara napas dan detak jantungnya sendiri. Ada sekilas kesedihan di matanya, tapi segera lenyap.
Dia seorang gadis muda yang cantik. Rambut coklatnya yang ikal panjang tersebar di sekitar wajah. Bulu matanya yang lentik bergetar. Sementara bibirnya yang indah mengulas senyum pahit.Biasanya dia adalah gadis dengan semangat dan rasa percaya diri yang kuat. Hari ini dia merasa putus asa.“Jadi, profesor hebat seperti kau pun tidak punya kemampuan untuk menyembuhkan penyakitku?” Setelah beberapa saat terdiam gadis itu melontarkan kalimat mengejek pada seorang pria tua dengan jas putih dan kacamata. Pandangannya masih pada langit-langit ruangan.Pria yang menjadi lawan bicara hanya bisa mengangguk dengan enggan. Dia tidak peduli dengan ejekan itu. Dia hanya peduli dengan nasib malang gadis ini.“Maaf,” ujarnya tak berdaya. “Sampai saat ini, tidak ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit seperti yang kau alami .”Gadis itu hanya melirik sekilas pada wajah kuyu sang profesor, lalu kemudian terkekeh sendiri. Dia menertawakan nasibnya yang tidak beruntung.“Aku masih sangat muda. Ulang tahunku yang ke sembilan belas baru seminggu yang lalu. Tapi kematian sudah akan menjemputku.” Lalu dia terbatuk sedikit hingga menimbulkan rasa nyeri luar biasa di dadanya.Pria tua berjas buru-buru mendekat. “Bagaimana perasaanmu?” tanyanya dalam kebingungan. Gadis yang sedang sakit parah ini bahkan tidak memberitahu orang-orang terdekatnya. Hanya dia yang tahu. Jadi, hanya dia yang akan berada di sisinya untuk menenangkan atau kalau bisa juga menghibur.Si gadis mengangkat tangannya sebagai isyarat bahwa dia tidak memerlukan bantuan apa pun.“Napasku agak sesak. Dan kepalaku mulai sakit.” Pandangannya juga mulai tidak jelas sebenarnya, tapi dia tidak mengatakannya.Akhir-akhir ini dia bahkan mulai berhalusinasi. Sang profesor memberitahu jika itu adalah salah satu gejala akhir.“Dengar, kalau sesuatu terjadi, katakan pada ibu dan ayahku kalau aku berterima kasih pada mereka. Katakan juga pada pamanku—“ Gadis itu terbatuk lagi. Dia mencoba bangun tapi terlalu lemah untuk menopang dirinya.Sang profesor mencoba membantu. “Jangan bergerak dulu.”Gadis itu memang tidak bisa lagi menggerakkan tubuhnya. Dia kembali terjatuh di tempat tidur. Wajahnya sangat pucat. Tapi dia masih bisa bicara.“Katakan pada Michael, persetan dengannya—“Mata cantiknya masih terbuka saat napasnya hilang. Bibir pucatnya juga masih membayang senyum kepahitan.***Rasanya sangat nyaman. Dia tidak lagi kesakitan seperti yang belakangan ini dia alami. Semua terasa ringan. Meski seperti berenang dalam kegelapan tanpa batas. Meski yang ada hanya kesunyian. Kematian ternyata tidak semenyakitkan yang dia bayangkan.Sampai semua kenyamanan dan ketenangan itu menjadi berantakan oleh suara keras yang memasuki pendengarannya.“Willa!” Suara memanggil disertai gedoran tidak sabar pada pintu membuat Willa tersentak.Ada semacam kekuatan yang menyeretnya ke sebuah lubang cahaya yang berisik.Gadis itu membuka mata dengan tiba-tiba dan mendapati langit-langit kamar yang berbeda. Dia menjadi linglung sejenak.Di mana ini? Rasanya sangat asing. Tapi rasanya juga familiar.“Willa, buka pintunya! Kau ingin kita terlambat di hari pertama kuliah?” Suara seorang gadis di luar sana terdengar sangat marah. Mungkin dia akan menghancurkan pintunya sebentar lagi jika tidak ada yang membukakan.Willa mencoba bangun. Ternyata bisa. Meski tidak sakit lagi, tapi kepalanya sedikit pusing. Samar-samar, dia mengingatnya kini.Ini bukan kamarnya! Ini juga bukan tempat terakhir kali dia berada.“Willa Anderson, kau ingin aku mengadukan pada ayah bahwa kau telah mempermalukan diri dengan menulis surat cinta untuk William?” Suara gadis itu melengking nyaring dan masih berkata akan mengadukan Willa. Seolah-olah semua orang di rumah tidak ada yang mendengar perkataannya hingga dia perlu mengadukan lagi pada ayahnya.Anderson? Nama belakangnya Anderson? Bukankah dia memiliki nama belakang Hayes? Sebuah nama keluarga yang sangat misterius.Pintu digedor lagi.Dengan terhuyung Willa turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Dia tidak punya banyak waktu untuk memikirkannya. Nanti saja.Begitu pintu dibuka, wajah cantik seorang gadis dengan lapisan make up yang kentara segera menyambut. Dia mengawasi wajah berantakan Willa yang baru bangun sambil meringis jijik.“Kau bahkan belum mandi?” Emily benar-benar merasa sakit kepala. Mereka sedang terburu-buru dan Willa tidak terlihat seperti orang yang akan bepergian beberapa menit lagi.Beberapa ingatan memasuki kepala Willa. Ingatan yang bukan miliknya.Gadis di depannya adalah Emily Anderson, kakak satu ayahnya. Mereka hanya selisih usia tiga bulan.“Kepalaku sedikit sakit. Kalian pergi saja lebih dulu.” Willa tidak ingin berdebat. Ini terlalu membingungkan. Seperti mimpi saja.Apa yang terjadi pada si pemilik tubuh asli?“Setelah melihatmu, aku memang tidak akan menunggumu lagi.” Emily dengan kesal mengentakkan kakinya dan bergegas pergi dari hadapan Willa. Suaranya yang mengadu pada semua orang di lantai satu terdengar jelas hingga ke lantai atas.Di kamarnya, Willa mengamati sekeliling sambil memegangi kepalanya. Dia mulai merunut semua kejadian satu persatu.Sebagai puteri satu-satunya di keluarga Hayes, Willa adalah permata kesayangan keluarga. Di pulau yang menjadi kediaman mereka, tepatnya di markas Omega, semua orang berusaha menyenangkannya. Hingga dia mengakui perasaannya pada pamannya, Michael Nelson, pimpinan Omega sekaligus adik angkat ayahnya. Dia tahu, semua orang mulai bergosip tentangnya.“Nona Hayes masih terlalu muda.”“Tuan Nelson tidak mungkin menikah dengan gadis manja itu.”“Bukankah sudah kukatakan, dia adalah magnet yang bisa menarik gadis mana pun?”“Hei, apa kalian belum mendengarnya? Tuan Nelson—“Kemudian rencana pernikahan itu nyaris membuat Willa mendatangi calon bibinya. Dia ingin sekali membunuh wanita yang tiba-tiba saja akan menjadi isteri Michael. Bagaimana dia bisa tidak tahu kalau pamannya telah memiliki kekasih?Lalu kematian itu datang begitu cepat. Semuanya menjadi kabur. Tiba-tiba saja dia sudah terbangun oleh suara panggilan Emiliy.Ini tampak seperti mimpi. Tapi ini juga begitu nyata.Jadi, tahun berapa sekarang?Di atas meja belajar sebuah ponsel tergeletak. Willa mengecek tanggal. Sudah lima puluh tahun sejak kepergiannya.Sial! Apa benar bisa seperti ini?Willa mengamati benda pipih di tangannya. Ingatan pemilik lama membuatnya tidak kesulitan mengoperasikan benda canggih ini. Tapi tetap saja dia merasa asing.Berapa banyak hal di dunia ini yang sudah berubah?Ketukan lagi di pintu.“Willa, apa kau sakit?” Sebuah suara memanggil. Kali ini berbeda. Ini suara seorang laki-laki, ayah dari pemilik asli tubuhnya, ayahnya sekarang, Daniel Anderson.Tatapan Willa beralih ke arah pintu. Dia penasaran dengan lelaki yang menjadi ayahnya kini.“Itu bukan sesuatu yang bisa diselidiki dengan mudah.” Aaron menjawab jujur. Tapi dia memang sudah menemukan sesuatu yang mengarah pada kebenaran dari ‘penglihatan’ Willa. Dia sedikit sakit kepala karena tidak menemukan alasan yang masuk akal tentang bagaimana gadis ini bisa mengetahuinya.Selain dia harus mempercayai bahwa Willa memang bisa melihat sesuatu, tidak ada yang bisa dilakukan Aaron lagi.Willa tidak terlalu cerewet. Dia hanya mengangguk sedikit dengan penjelasan singkat Aaron. Lalu katanya, “Baiklah, aku harap kau bisa segera menemukan kebenarannya. Aku bisa melihat bagaimana jahatnya wanita itu.”Aaron hendak mengatakan sesuatu seperti bahwa dia tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan, tapi kemudian membatalkannya. Willa mengaku telah ‘menyaksikan’ sendiri bagaimana Hannah telah memasukkan sesuatu ke dalam tempat air minum.Willa terlihat berjalan mendekati Aaron, seperti hendak pergi. Tapi dia berhenti sangat dekat dengan pria itu.“Paman, bagaimana dengan jawaba
"Apa aku harus memberitahu semua yang terjadi di rumahku padamu?" Aaron berujar dingin. Nada suaranya datar namun menusuk, membuat nyonya Thompson mundur selangkah. "Hubunganku dengan siapapun di rumah ini bukan urusanmu."Dia mengabaikan semua pertanyaan dan rasa penasaran tamunya. Tatapan tajamnya menyapu seisi ruangan, berhenti sejenak pada William yang masih menatap Willa dengan pandangan tidak percaya.Tidak ada yang bisa dikatakan semua orang. Keheningan yang canggung menyelimuti ruangan. Tanpa menambahkan sepatah kata pun, Aaron berbalik dan melangkah menaiki tangga marmer menuju kamarnya untuk mandi.Willa dan Olivia juga meninggalkan ruang tamu. Olivia menggandeng tangan Willa erat, mendongak menatap wajah gadis itu dengan senyum lebar. Sebelum pergi, Willa memberi semua orang senyum penuh makna yang bisa berarti banyak hal—kemenangan, kepuasan, atau mungkin ejekan halus."Selamat sore," ucapnya ringan sebelum beranjak pergi.Lidya nyaris mencekik gadis itu jika saja William
Willa yang mendengar celaan itu hanya tertawa kecil. Baginya, ucapan gadis itu tidak berarti apa-apa.“Sebelumnya kau menyebutku gadis sembarangan. Sekarang kau menambahkan aku sebagai gadis tidak tahu malu.” Willa maju selangkah dan menilai gadis asing di depannya.Penampilannya memang tampak bagus. Tapi mulutnya sangat tajam membuat orang ingin menamparnya.“Tahukah kau siapa orang yang terus kau rendahkan ini? Kau harusnya memastikan dulu orang yang kau singgung. Dengar baik-baik, aku adalah calon nyonya rumah ini. Calon nyonya Harris.” Willa memberitahu semua orang di ruang tamu tanpa ragu sedikit pun.Beberapa pelayan yang memperhatikan hanya bisa saling pandang satu sama lain. Mereka tidak berani menertawakan atau juga membenarkan. Nona Anderson bukan gadis sembarangan. Jika dia bisa memasuki rumah ini dengan mudah dan membuat tuan mereka tidak bisa melakukan apa-apa padanya, bukankah itu luar biasa? Lagi pula dia bukan gadis yang jahat. Mungkin yang dikatakannya suatu hari akan
Mereka telah dipersilakan masuk dan menunggu di ruang tamu. Minuman dan beberapa camilan telah disajikan, tapi Aaron masih saja belum kelihatan. Dia belum pulang dari perusahaan. Tapi itu memang wajar. Menunggu bintang keberuntungan bukan masalah. Jadi mereka dengan bersemangat mulai menunggu.Nyonya Thompson memandang sekeliling dengan antusias. Dia telah mengagumi bangunan mewah ini dalam beberapa kali kunjungan yang jarang. Membayangkan dia bisa dengan bebas keluar masuk tempat ini suatu saat sungguh membuat perasaannya mengembang seperti balon udara. Itu akan luar biasa!Ethan dan Aaron tahu bahwa sedang ada tamu yang menunggu ayahnya di bawah. Tapi mereka tidak berniat untuk menemui keluarga Thompson. Itu merupakan urusan ayahnya. Lagi pula, mereka tidak cukup dekat hingga harus pergi untuk menyapa.Keluarga Thompson telah menunggu selama lebih dari satu jam. William yang awalnya sudah enggan ikut pergi, kini wajahnya semakin muram. Dia terus mengece
Olivia di tempat duduknya merasa tidak perlu berpikir saat menjawab. “Itu kakek dan nenek saat menikah.”Selain foto pernikahan orangtuanya, hanya ada foto pernikahan kakek neneknya. Tidak ada yang lain lagi.Meski sudah memiliki tebakan dan ternyata benar, tetap saja Willa merasakan sebuah kejutan. Rasanya antara ingin menangis dan tertawa.Ini konyol sekali. Dulu dia jatuh cinta pada Michael. Di kehidupan barunya, cintanya berlanjut pada generasi berikutnya dari Michael.“Astaga.” Willa bergumam pelan sembari menggelengkan kepala. Dia merasa dikutuk oleh Michael. Entah apa kesalahannya di awal penciptaannya di masa lalu. Adakah dia sudah membunuh makhluk satu galaksi?“Mommy, ada apa?” Olivia mengamati ekspresi Willa yang berubah-ubah.“Tidak. Aku cuma merasa kalau kakek kalian juga sangat tampan. Kalau saja aku hidup satu generasi dengannya, mungkin aku juga akan jatuh cinta padanya.” Willa tertawa pelan. Dia melirik Aaron. Pria itu entah kenapa sepertinya terlihat tidak senang.“T
“Paman.” Sekali lagi Willa menegur. Dari ekspresi Aaron, dia yakin, ayah Olivia ini tahu sesuatu tentang Omega. Willa menjadi sedikit gugup. Di kehidupan barunya ini, mendengar lagi tentang Omega membuatnya merindukan banyak orang.Bagaimana keadaan ayah ibu dan kakak laki-lakinya? Telah lima puluh tahun lewat, jika cukup beruntung, mungkin kakaknya masih hidup. Walau mungkin saat ini dia akan berusia tujuh puluh tahun lebih. Sementara ayah dan ibunya, besar kemungkinan mereka sudah tiada.DI mana mereka di makamkan? Di mana juga makamnya sendiri?Perasaan Willa jadi campur aduk.“Aku akan menyelidikinya.” Aaron berkata dengan kepala dipenuhi pemikiran. Dia tidak boleh mempercayai sepenuhnya sebuah penglihatan seperti ini. Apa lagi Hannah selama ini merupakan wanita yang cukup dipercaya olehnya.“Apa kau pernah mendengar tentang Omega?” Willa penasaran dengan hal ini.“Itu semacam organisasi rahasia.” Aaron mengatakannya sambil lalu. Willa mengangguk mendengar jawaban itu. Dia sudah