Melihat Kelven marah, Delis semakin sedih.Delis melotot dan berteriak, “Menolak barangmu termasuk membuat keributan?”“Lalu kenapa kamu nggak mau barang pemberianku?”Delis menjawab dengan marah, “Aku mau menjauh dari barang-barang yang mengingatkanku pada kenangan buruk, nggak boleh?”Padahal Kelven tahu bahwa Delis sangat mencintainya dan tak bisa hidup tanpanya.Jika mereka benar-benar harus berpisah, bagaimana Delis bisa melupakan Kelven jika dirinya terus melihat barang-barang ini dan terus mengingat kenangan mereka?Jika dirinya bahkan tak bisa melupakannya, bagaimana dirinya bisa bangkit kembali?Kelven terdiam.Kata-kata Delis membuat Kelven paham perasaan Delis.Delis tak mau meninggalkannya, tetapi merasa sedih karena Kelven harus menikahi Herli.Semua salah Kelven.Kelven merentangkan tangannya dan langsung memeluk tubuh kecil Delis ke dalam pelukannya. “Maafkan aku.”Delis memberontak untuk melepaskan diri dari pelukan Kelven. “Lepaskan aku.”“Delis, aku sudah menjelaskan
Kelven berbalik dan membelakangi Delis, dia marah hingga gemetaran.“Kalau kamu tahu jelas posisimu, berdiamlah dengan baik. Aku sudah menyekolahkanmu selama bertahun-tahun. Kamu bisa pergi kalau sudah melunasi hutangmu.”Dengan marah, Kelven membanting pintu dan pergi.Suara yang keras itu memnbuat Delis gemetar.Delis berbaring di sana, air mata mengaburkan pandangannya. Tubuhnya melemas.Jadi, dirinya tak bisa pergi?…Kelven kembali ke ruang kerjanya, dengan marah membanting papan ketiknya. Kelven sangat marah pada wanita itu. Dirinya begitu baik padanya, tapi di dalam hatinya, dia hanya menganggap dirinya sebagai binatang buas yang hanya tahu memuaskan nafsu.Entah mengapa, Kelven merasa sangat sakit hati.Pada saat yang sama, di lantai bawah.Herli dan Bibi Siti kembali.Ketika mereka masuk ke dalam rumah, mereka melihat seorang gadis kecil duduk di sofa ruang tamu.Seorang gadis kecil yang berkulit putih bersih, cantik dan ceria seperti Delis.Mereka bertiga saling bertatapan.
Herli terkejut.Herli sama sekali tidak percaya bahwa Kelven akan begitu marah padanya.Apakah dalam hatinya, adik Delis lebih berarti daripada dirinya?Herli berdiri di sana, tak berniat pergi, sambil menangis dan menangis dia berkata, “Kelven, aku … ““Aku bilang pergi, kamu nggak mendengarnya?”Kelven kembali berteriak dengan marah.Dia bahkan tidak melirik Herli sekalipun.Herli terkejut.Ini adalah pertama kalinya dia melihat Kelven begitu marah pada dirinya.Herli takut jika dirinya bertahan lebih lama akan semakin memancing kemarahan Kelven. Jadi, dia memilih pergi.Melihat anak kecil di pelukannya masih menangis, Kelven memerintahkan Bibi Siti, “Ambil beberapa potong es batu ke sini.”Bibi Siti bergegas mengambilnya.Dia memberikan es yang dibungkus kepada Kelven.Kelven mengompres wajah anak kecil itu dan bertanya pada Bibi Siti, “Herli sudah bisa melihat?”Bibi Siti berdiri di samping, dia mengangguk dan menjawab, “Iya Pak Kelven. Hari ini saat pemeriksaan, dia masih belum bi
Kelven melihatnya.Delis terlihat begitu cemas dan takut, apakah karena takut pada dirinya?Apakah dirinya begitu menakutkan?Seketika, Kelven merasa lebih suka Delis yang suka lengket padanya, dengan senyuman ceria di wajahnya dan begitu polos, sungguh menggemaskan.Dia menyadari bahwa sebagai seorang pria dewasa, untuk apa dirinya begitu mempermasalahkannya dengan seorang wanita muda.Kelven melupakan semua salah paham yang dulu, dia melembutkan sikapnya dan berkata, “Aku nggak akan membiarkan Herli datang ke sini lagi. Kamu juga jangan bertengkar lagi denganku. Aku nggak mau setiap kali pulang kerja harus melihat wajah murammu.”Mendengar itu, Delis tidak menjawab. Dia hanya menundukkan kepalanya dan diam-diam menyantap makanannya.“Delis, kenapa kamu selalu menundukkan kepala seperti itu? Apa aku terlihat seperti binatang buas, sampai kamu begitu takut untuk melihatku?”Delis terpaksa mengangkat kepalanya dan menatap Kelven yang berada di depannya.Mungkin karena masih merasa sedi
Tadinya, Delis berencana untuk memesan taksi melalui aplikasi di ponselnya.Namun, baru saja Selina menariknya keluar, Delis melihat sebuah mobil sedan hitam terparkir di luar halaman.Sementara Wiliam berdiri di samping mobil.Delis menghentikan langkahnya, tak ingin mendekat lagi.Namun, anak kecil di sampingnya tersenyum dan berlari ke arah pria itu. “Paman, cepat sekali kamu datang. Hari ini kamu bertanggung jawab menjadi sopir kami.”Wiliam mengelus kepala anak itu, membuka pintu mobil dan berkata, “Iya, aku akan menjadi sopir kalian. Ayo masuk.”Melihat Delis tidak mendekat, Wiliam tersenyum ramah. “Kenapa? Takut aku memakanmu?”Delis memalingkan pandangannya, sedikit gugup. “Kamu … kamu nggak ada kerjaan?”“Iya.”Wiliam menutup pintu mobil dan kemudian berjalan ke sisi penumpang depan, membuka pintu mobil dan berkata, “Semakin kamu menghindariku, semakin orang lain akan mencurigai kita. Lagipula, nggak ada hubungan apapun diantara kita, untuk apa kamu takut.”Delis berpikir seb
Saat masuk ke halaman, Selina menguap. “Aku sudah mengantuk, aku tidur dulu. Jangan panggil aku untuk makan malam.”Belum sempat Delis menjawab, Selina langsung masuk ke dalam rumah dan berlari ke lantai atas.Selina ada kebiasaan untuk tidur siang.Hari ini tidak tidur tidur siang, jadi dia merasa sangat mengantuk.Delis melihat jam, sudah pukul enam sore.Kelven masih belum pulang, jadi dirinya duduk di sofa ruang tamu dan membaca buku.Namun, masih belum benar-benar fokus membaca, terdengar suara dari pintu.Delis menoleh … Terlihat Kelven masuk ke dalam rumah, berdiri tegap dengan mengenakan setelan jas. Dia memegang buket bunga di satu tangan dan kue di tangan lainnya.Delis terbengong melihatnya.Pria itu juga melihat ke arahnya, wajahnya tampak lembut saat mendekat.Kelven berdiri di depan Delis, memberikan buket bunga dan kue padanya. “Ini untukmu.”Seketika, Delis merasa malu.Dia tidak menyangka Kelven akan membelikan bunga dan kue untuknya.Apakah Kelven sedang mencoba untu
Delis tidak melawan. Rasa nyaman dari kelembutan Kelven membuatnya enggan menolak.“Delis, bagimu, aku ini orang seperti apa?”Kelven mendekatkan bibirnya ke telinga Delis, suaranya penuh godaan.Delis merasa geli di telinganya, membuatnya merasa tidak nyaman.Delis mengernyit dan menjawab dengan jujur, “Kamu sangat baik, tapi kamu buta.”“Hm?”“Kamu selalu menuduhku.”“Mulai sekarang nggak akan lagi,” ucapnya dengan suara yang dalam.Memeluknya seperti ini, membuat Kelven sulit untuk menahan diri tidak melakukan sesuatu padanya.Namun, teringat bagaimana Delis menggambarkannya sebelumnya, Kelven hanya bisa menahan diri dan melepaskannya.“Sudahlah, kamu keluar dan ganti baju. Biar aku mandi sendiri saja.”Delis memutar kepalanya dan melihat pria di sampingnya, melihat ekspresinya agak aneh, dengan cepat dia berdiri dan pergi dengan wajah memerah.Melihat Delis berlari begitu cepat, jelas terlihat tidak ingin Kelven menyentuhnya lagi.Jika sebelumnya, bahkan Kelven tidak berinisiatif,
Delis diam-diam mengikuti di samping Kelven. Melihat tangan besar pria itu yang erat menggandeng tangan kecilnya. Perasaan hangat pun menyelinap ke dalam hatinya.Dia bahkan mulai berpikir serakah, betapa bagusnya jika pria ini bisa selamanya menjadi miliknya.Betapa baiknya jika mereka tidak akan berpisah.Dia kemudian menoleh dan melihat wajah kelven dari samping.Dari posisinya, wajah tampan Kelven terlihat gagah, dengan kontur yang tegas dan garis wajah yang jelas.Dengan tinggi badan 190 cm dan aura kuat yang terpancar dari dalam dirinya, itu benar-benar memberi rasa aman padanya.Tanpa disadari, Delis mendekatinya, semakin dekat.Mungkin karena memahami maksud wanita di sampingnya, Kelven tiba-tiba mengangkat tangannya dan merangkulnya ke dalam pelukannya.Kelven menoleh melihatnya. “Mau aku gendong?”Delis langsung menggeleng. “Nggak perlu.”“Kamu sangat suka aku menggendongmu dulu.”Seperti gantungan aksesoris yang bergantung pada dirinya.Dan Kelven juga suka dengan wanginya d