Home / Romansa / Pamer Suami / 5. Jangan menikah Dengan Juan!

Share

5. Jangan menikah Dengan Juan!

Author: Ika Armeini
last update Last Updated: 2022-03-04 23:33:00

"Oh, mungkin Ralin belum cerita ke Om?" tanya Juan.

Carlos memandang ke arah sekretarisnya, kemudian bergilir menatap ke arah keponakannya. "Jadi kalian sedang pacaran? Sejak kapan? Ralin belum ada memberi kabar, hanya memang belakangan ini Om sadar dia seperti bertingkah sedikit aneh. Ternyata sedang jatuh cinta, ya?" 

Wajah Ralin langsung merona merah akibat malu. Bagaimanapun ia memang sedang jatuh cinta kepada Juan, jadi wajar kalau belakangan ini Ralin jadi kurang fokus bekerja. 

"Om yakin hubungan kalian pasti akan berlanjut ke tahap yang lebih serius, sebelum itu terjadi sepertinya Om harus memiliki cadangan sekretaris." Carlos tersenyum menatap Ralin, sekretaris kepercayaannya.

Ralin mengernyit. "Maaf, Pak, memangnya kenapa? Apa pekerjaan saya kurang maksimal?" 

Carlos menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi saya yakin kalau Juan tidak akan membiarkan kamu untuk tetap bekerja di sini, tentu nanti kamu akan menjadi Nyonya Ralin Poernomo."

Tentu saja Ralin pun sepakat dengan apa yang bosnya ini katakan, ia lantas melirik ke arah Juan dan memberikan satu kedipan mata secara sembunyi-sembunyi. Juan pun meresponnya dengan senyuman sumringah.

"Harusnya dari sekarang Om sudah mencari pengganti Ralin, sepertinya ini tidak akan lama," jelas Juan. 

"Wow, apanya yang tidak akan lama?" Suara berat seorang laki-laki langsung terdengar masuk di ruangan itu. Semua mata langsung tertuju ke sosok laki-laki jangkung yang baru saja muncul dari balik pintu, bahkan laki-laki itu muncul tanpa kata-kata permisi terlebih dahulu. 

"Ethan, kamu bisa mengetuk pintu dulu, kan?" ucap Carlos kepada putranya yang baru saja bergabung di ruangannya itu. Ethan adalah putra pertama dari Carlos yang kini menjabat sebagai direktur, lebih tepatnya orang nomor dua di perusahaan tersebut.

"Maaf, Pa, begitu tahu kalau ada Juan yang datang kemari, aku langsung antusias dan lupa mengetuk pintu." Ethan duduk tepat di sebelah Juan, lalu menepuk-nepuk pundak sepupunya itu. "Jadi, apa Juan akan segera menikah?" tanya Ethan kemudian.

Juan menyeringai. "Ya, aku akan menikah dan kamu harus menjadi orang yang paling sibuk untuk acara pernikahanku nanti."

Ethan melirik sekilas ke arah Ralin yang masih berdiri di ruangan itu. "Jadi, perempuan yang beruntung menjadi calon istri Juan Harris Poernomo adalah sekretaris Ralin?"

"Betul sekali," jawab Juan dengan yakin.

Ralin pun tersenyum ke arah Ethan, sebagai tanda kebenaran.

"Ternyata jodohnya nggak jauh-jauh juga, ya! Tentu nanti aku akan menjadi orang paling sibuk saat acara penikahan sepupuku tersayang," ucap Ethan kemudian.

"Juan sudah punya calonnya, lantas kamu kapan? Ingat Ethan, kamu lebih tua dari Juan, dan bahkan kamu belum terlihat prestasi apa pun di perusahaan ini. Jangan terlalu santai, kelak nanti kamu yang akan menggantikan Papa di sini," ucap Carlos kepada putranya.

Ethan menaikkan satu sudut bibirnya, hal yang biasa ia dengar sedari kecil. Dirinya selalu dibanding-bandingkan dengan Juan, bahkan telinga Ethan bisa terasa panas kalau terlalu lama disandingkan dengan sepupunya ini. 

"Juan adalah panutanku, jadi apa pun itu selalu Juan yang memulai lantas aku mengikutinya di belakang. Mungkin setelah Juan menikah, barulah aku bertemu jodoh," jawab Ethan dengan santai. "Bagaimana kalau rapatnya kita mulai? Satu jam lagi aku harus pergi bertemu klien." Ethan tak mau berlama-lama membahas urusan pernikahan, ia pun langsung mengalihkannya ke tujuan awal.

Rapat perihal kerjasama antara dua perusahaan pun dimulai, Ralin yang bertugas mencatat hasil rapat itu sesekali melirik ke arah kekasihnya. Ternyata Juan terlihat jauh lebih tampan saat sedang serius bekerja, tidak salah Ralin menjatuhkan pilihannya walaupun ia tahu kalau ada yang kepanasan juga di ruangan itu.

Setelah rapat selesai, Juan tak lupa menghampiri kekasihnya sebelum ia kembali ke perusahaannya.

"Nanti aku pulang lebih awal, jadi aku bisa ke sini untuk menjemput kamu, Honey!" bisik Juan di dekat Ralin. 

Raling menganggukkan kepalanya. "Kebetulan mama juga ingin bertemu dengan kamu, apa nanti malam bisa?"

Juan tampak tertegun sejenak. "Jadi nanti malam kita mau berkunjung ke rumah orang tua kamu?" 

"Tentu, mama penasaran sama kamu. Bisa, kan?" tanya Ralin kembali.

Juan langsung mengangguk setuju, sejurus kemudian ia meraba halus puncak kepala Ralin. "Kalau begitu sampai jumpa nanti," ucapnya sambil mengerlingkan mata.

Seulas senyum sumringah langsung terpasang di wajah Ralin, Juan akhirnya berpamitan untuk pergi. Kepergian Juan membuat banyak tanda tanya di pikiran para rekan kerja Ralin di kantor tersebut. 

"Ral, kamu ada hubungan apa sama bos Poernomo Group itu? Kenapa kalian mesra banget?" tanya Nina, rekan kerja Ralin yang menjadi sekretaris untuk Ethan. Nina lantas membuka mulutnya lebar-lebar, tiba-tiba teringat dengan foto yang Ralin posting di I*******m semalam. "Jangan-jangan itu cowok yang kamu ajak foto itu? Ini juga cincin berlian pemberian dia?" Nina meraih jemari Ralin yang terselip cincin berlian, cincin itu juga sempat Nina lihat di halaman I*******m Ralin.

"Betul sekali!" jawab Ralin dengan bangga.

Nina langsung lebih mendekat lagi. "Bagi tips, dong! Cara menggaet bos besar kaya raya yang ganteng begitu. Aku udah coba beberapa kali modusin bos Ethan, tapi dia seperti batu," keluh Nina.

Suara seseorang yang sedang terbatuk-batuk kecil tiba-tiba mengalihkan perhatian Nina dan Ralin. Mereka menoleh bersamaan ke sumber suara dan mendapati Ethan tengah berdiri di belakang mereka. 

"Nina, saya tugaskan kamu untuk ambil berkas di lantai tiga, apa sudah dilaksanakan?" tanya Ethan langsung kepada sekretarisnya.

"I-iya, Pak! Sekarang saya jalan ke sana." Nina pun buru-buru pergi mengikuti mandat dari atasannya itu tanpa berani protes.

Ethan yang masih berdiri di sana lantas beralih kepada Ralin. "Jadi menurut kamu Juan lebih baik dari aku?" Ethan memandang lekat ke arah sekretaris papanya itu.

"Mungkin bisa dibilang seperti itu, Pak!" jawab Ralin dengan yakin.

"Ini alasan kamu menolakku, kan? Kenapa? Karena Juan lebih kaya? Karena Juan telah memiliki jabatan pemimpin utama perusahaan Poernomo?" cecar Ethan.

"Maaf, Pak, ini hal pribadi sebaiknya tidak dibicarakan saat bekerja."

Ethan mendengus pelan. "Ralin, aku serius. Sudah bertahun-tahun aku menunggu kamu tapi alasanmu mau fokus bekerja. Sekarang malah berujung berpacaran dengan sepupuku yang paling aku benci? Apa maksud kamu, hah? Apa kurangnya aku?"

Ralin memberi seringai tipis ke arah Ethan. "Anda kurang dewasa, sebaiknya hal seperti ini bisa kita bicarakan nanti secara personal. Bisa Bapak lihat semua mata sekarang tertuju kepada kita, kan?" 

Ethan mengedarkan pandangannya, beberapa karyawan memang tampak sedang memperhatikan mereka. Namun begitu ketahuan oleh Ethan, mereka langsung berpura-pura untuk tak melihatnya. 

"Maaf, Pak, kerjaan saya banyak. Apa ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Ralin dengan sopan kepada Ethan.

"Ada!" jawab Ethan.

"Ya, Pak?"

"Jangan menikah dengan Juan!" 

Ralin tertegun sejenak. "Mohon maaf, Pak, untuk urusan itu sayangnya tidak bisa saya bantu," tolak Ralin langsung, ia pun kembali mengerjakan pekerjaannya dan tak mempedulikan Ethan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pamer Suami   65. Membongkar Sikap Buruk Juan

    "Ya ampun, Anya, saya nggak bisa lama-lama di sini. Istri saya mau lahiran, saya harus segera pulang." Juan berusaha melepas pelukan dari sekretarisnya tersebut. "Pusing, pu-pusing, Pak!" "Makanya kan tadi saya bilang, kalau nggak bisa minum ngapain dicobain sih? Kamu kan bisa tolak dengan baik-baik, mereka bakalan paham kok kalau kamu nggak biasa. Kalau begini saya harus gimana? Harus titipin kamu sama siapa?" Anya sudah lemas tak karuan, mana peduli dengan omelan atasannya tersebut. Akhirnya mau tidak mau Juan harus mengantar sekretarisnya untuk balik ke kamarnya. Membiarkan Anya beristirahat di sana, mungkin pilihan terakhir Juan akan menitipkan Anya pada staf hotel. "Kunci kamar kamu mana, Nya?" tanya Juan. Anya hanya menunjuk saku di celana bahan yang ia gunakan tanpa bicara apa-apa, sudah terlanjur sakit kepala. Mau tidak mau Juan pun harus meraba saku celana itu cuma untuk mengambil kunci kamar Anya. Dapat! Untung saja kuncinya berbentuk kartu yang mudah diambil. L

  • Pamer Suami   64. Bahagia Dengan Pilihannya

    “Ah, aku sih selalu senang kalau temanku ada yang mampir ke sini apalagi kalau sama keluarganya atau suaminya,” jawab Kania. Ekspresinya masih terlihat santai dan ramah. Sesekali Kania melirik ke arah Juan, semakin hari suami orang semakin tampan.“Bagus kalau gitu.” Ralin tersenyum manis. “Kebetulan aku lagi ngidam, kepengen minum kopi yag dibuatin sama kamu. Kebetulan banget kamu ada di sini, Kania, jadi aku bisa dibikinin kopi langsung sama kamu, kan?”“Ngidam kopi yang dibuatin langsung sama aku? Wah, anak kamu tahu banget ya mana Tante yang pinter bikin kopi.” Lagi-lagi Kania melirik ke arah Juan. Kali ini sambil memberi kerlingan mata.Sudah tentu Juan langsung mengalihkan pandangannya, tak mau fokus ke Kania. Lagipula Juan memang sedang menghindari perempuan ini, malah bisa-bisanya Ralin ngidam kopi buatan Kania. Apa benar anaknya ini paham kalau bapaknya ada sesuatu dengan Kania?Ralin fokus mengelus perutnya yang belum begitu buncit. “Sekaligus tahu juga kalau Tante Kania itu

  • Pamer Suami   63. Kopi Buatan Kania

    "I-ini, bukan kotak apa-apa, Bu. Kebetulan aja ini kotak bekas, saya diminta tolong sama Pak Juan untuk membuangnya." Anya terpaksa mengarang cerita. Sesuai perjanjian kalau ia akan tutup mulut masalah perselingkuhan Juan. Terlihat Ralin seperti kurang percaya dengan perkataan sekretaris suaminya itu. Matanya terus memperhatikan kotak yang dipegang oleh Anya. "Kotak bekas? Tapi Kenapa kelihatannya masih bagus, ya?" tanya Ralin. "Sa-saya kurang tahu, Bu, saya cuma mengikuti perintah Pak Juan." Anya menunduk hormat. "Mohon maaf, saya permisi sebentar, Bu, kebetulan setelah buang kotak ini saya mau mengerjakan pekerjaan yang lain." Ralin menghela napasnya. "Ya udah!" "Permisi, Bu!" Anya pun kemudian pamitan pergi. "Honey, kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" Juan langsung menghampiri istrinya, sebenarnya agak panik juga karena Ralin datang tiba-tiba. Beruntung saja foto-foto Juan yang dikirim oleh Kania itu sudah dibawa pergi oleh Anya. Terlihat Ralin menatap suaminya dari atas

  • Pamer Suami   62. Itu Kotak Apa?

    "Nggak perlu dijelasin, kamu nggak perlu tahu aku lihat buktinya di mana!" Ralin bangun dari posisinya, ia pun langsung pergi meninggalkan Juan dan masuk ke kamar. Juan makin tak paham dengan situasi ini, kenapa malah jadi makin runyam. Belum saja urusannya dengan Kania benar-benar selesai, tetapi kini Ralin sudah salah paham dengan sekretaris Juan. Langsung saja Juan menyusul ke kamar, hendak menjelaskan kembali kalau dirinya tidak ada apa-apa dengan Anya. "Honey ... buka pintunya, dong!" Juan menggedor pintu, meminta istrinya untuk membukakan pintu kamar. "Aku sama Anya beneran nggak ada apa-apa, Honey!" Tak ada jawaban dari dalam kamar, sudah pasti Ralin ngambek tak karuan karena kesalahpahaman ini. Juan lemas di tempat, kalau begini bagaimana caranya untuk meyakinkan istrinya? Juan kembali ke sofa, ia menghempaskan tubuhnya dengan lemas di sofa tersebut. Lama ia terdiam, menyadari kalau dirinya memang kurang ajar karena sudah menduakan istrinya, bahkan dengan sahabat istrinya

  • Pamer Suami   61. Imbalan Tutup Mulut

    Juan menganggukkan kepalanya. "Iya, mereka sahabatan dari SMA. Bisa dibilang benar-benar dekat dan saling mengenal satu sama lain!"Anya masih kaget, tak menyangka kalau bos-nya bisa sejahat itu. "Bapak keterlaluan, malah sangat keterlaluan! Kalau saya jadi Bu Ralin dan tahu masalah ini udah pasti saya nggak mau pertahanin rumah tangga saya, Pak! Bapak selingkuh aja udah salah, malah selingkuh sama orang terdekat dari Bu Ralin, itu makin salah lagi!" Anya geleng-geleng kepala keheranan."Ck ... kamu jangan ngomong gitu, dong!""Saya serius, Pak! Nggak ada perempuan yang rela-rela aja suaminya selingkuh apalagi selingkuhannya itu sahabatnya sendiri. Saya nggak bakalan pikir dua kali buat pertahanin pernikahan, mending pisah aja! Malah di awal saya kira karena Bu Ralin itu tipenya Bapak jadi Bapak nggak mungkin berpaling ke cewek lain, ternyata ... ah, memang omongan cowok nggak ada yang bisa dipercaya!"Juan memijat keningnya sejenak. Ia jadi kepikiran dengan kata-kata sekretarisnya in

  • Pamer Suami   60. Anya, Saya Percaya Sama Kamu!

    Juan melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa yang membuat aku nggak bisa pamitan sama kamu?"Kania lagi-lagi bergerak sesuai kemauan hatinya, kali ini dengan impulsif ia memeluk Juan. Sudah pasti Juan kaget dengan tindakan Kania ini, ia khawatir dengan kamera CCTV yang menyoroti gerak-gerik mereka. "Please, Kania ... jangan begini!" Juan langsung menolak tangan Kania yang memeluknya itu. "Kita harus sama-sama menghargai situasinya. Oke, aku akui kalau aku yang salah, aku yang sudah membuka gerbang perselingkuhan ini. Aku cuma ... cuma awalnya iseng, tapi malah keterusan.""Iseng kamu bilang?" tanya Kania.Juan hanya mengangguk pelan. "Bukannya iseng itu malah membuat kamu jadi ketagihan sama aku? Kamu lebih suka caraku memuaskan kamu daripada istri kamu itu, kan?" "Apa sih mau kamu? Kamu mau menuntut lebih ke aku masalah hubungan ini? Aku nggak bisa, Kania, aku sudah ada istri dan aku nggak akan menceraikan dia!" Juan bersikap tegas, tak mau lagi terpengaruh dengan pesona janda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status