Share

4. Sejak Kapan Kamu Punya Pacar?

Ralin baru saja selesai dari makan siangnya dan buru-buru menyelesaikan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda. Saat Ralin sedang fokus, gawainya berbunyi menandakan panggilan telepon masuk, ternyata telepon dari mamanya.

Ralin menghela napasnya sejenak, bersiap-siap mendapati khotbah dari si mama.

"Ya, Ma? Ralin masih di kantor," ucap Ralin saat menjawab panggilan telepon.

"Udah tahu kalau kamu lagi di kantor, yang Mama nggak tahu itu sejak kapan kamu punya pacar?" tanya Arini pada putrinya secara langsung.

Ralin menepuk dahinya, ia sendiri belum bilang ke orang tuanya kalau sudah memiliki kekasih, sementara semalam ia telah mengunggah foto ciuman pipi bersama Juan. Pasti mamanya telah melihat sendiri unggahan foto tersebut.

"Itu cincin berlian, kamu beneran diberi sama pacar baru kamu?" Lagi Ralin mendapatkan pertanyaan yang jelas pertanyaan dari mamanya ini muncul karena unggahan foto Ralin di I*******m.

"I-iya, Ma!" jawab Ralin sedikit ragu.

"Wah, akhirnya ... besok ajak ke rumah, ya? Mama sama papa pengen ketemu sama pacar baru kamu," ucap Arini dengan semangat.

"Oke, Ma, nanti Ralin beri tahu Juan. Umm ... udah dulu ya, takut dilihat sama Pak Carlos kalau Ralin lagi telponan," ucap Ralin sedikit berbisik, antisipasi kalau bosnya lewat.

"Oke, jangan lupa makan dan istirahat yang cukup! Jangan terlalu memforsir diri, ya? Jangan lupa juga transfer uangnya, Mama belum bayar arisan."

Ralin memutar bola matanya, pesan si mama selalu berujung dengan 'jangan lupa transferan' ini lah yang membuat Ralin harus bekerja keras, kadang memforsir diri tanpa kenal waktu. Bagaimana sempat mencari kekasih kalau waktunya ia habiskan untuk bekerja dan mengabdi untuk Carlos Company.

"Iya nanti Ralin transfer! Bye, Ma ...." Ralin langsung menyudahi panggilan tersebut. "Kalau bukan karena bantu bayar hutang mama dan papa, aku nggak akan mungkin seperti sekarang ini! Oke, besok aku bawain calon mantu kaya raya buat mama dan papa," gumam Ralin sambil menatap layar gawainya.

Ralin kembali fokus ke pekerjaannya, ia tahu betul bagaimana bos besarnya yang selalu menuntut Ralin untuk bekerja cepat dan sempurna.

Tak berselang lama, telepon di meja kerja Ralin berbunyi, panggilan dari bos besarnya.

"Ya, Pak?" sapa Ralin saat telah mengangkat telepon.

"Ralin, perwakilan dari Poernomo Group apa sudah datang?" tanya Carlos pada Ralin.

"Poernomo Group, belum datang–"

Ralin menghentikan ucapannya begitu tiba-tiba disodorkan sebuket bunga besar di hadapannya. Netra Ralin terbelalak kaget, ia pun menoleh ke arah laki-laki yang tengah berdiri sambil menyodorkan bunga itu kepadanya. Seulas senyum manis langsung terpasang di bibir Ralin. "Ralat, Pak! Perwakilan dari Poernomo Group sudah datang, baru saja datang!" ucap Ralin lagi kepada bosnya di panggilan telepon.

"Oke, nanti antar beliau langsung masuk ke ruangan saya," ucap Carlos.

"Baik, Pak!" Ralin langsung menutup teleponnya. Netranya masih memandang lekat kepada sosok laki-laki berkulit bersih yang belakangan ini mengisi hari-harinya. Ia pun meraih buket bunga yang tadi disodorkan untuknya itu.

"Buat aku?" tanya Ralin dengan wajah sumringah.

"Bukan, buat OB kantor kamu!" goda Juan.

Ralin langsung manyun. "Terus ngapain disodorin ke aku?"

"Cuma mau memastikan, cantikan mana, bunganya atau kamu!"

"Terus?"

"Ternyata cantikan kamu! Kalau gitu bunganya nggak jadi buat OB, aku kasih ke orang yang cantik aja, deh! Biar makin cantik lagi," gombal Juan.

Ralin langsung tersipu malu. Apalagi melihat senyum Juan yang mengarah kepadanya, semakin membuat hatinya bergetar, seperti ada gelombang listrik yang tiba-tiba muncul dari atas kepala sampai kakinya.

"Thank you!" ucap Ralin sambil menghirup aroma bunga yang diberikan untuknya. Ia pun kemudian meletakkan buket bunga tersebut di   atas meja kerjanya. "Pak bos udah tungguin kamu di dalam, mau masuk sekarang?" tawar Ralin.

"Boleh tunggu lima menit, nggak?"

Ralin mengernyit. "Boleh! Mau ngapain lima menit?"

"Mau perhatiin bagaimana pacarku kalau sedang kerja," jawab Juan.

"Nggak usah aneh-aneh, deh!" Ralin kembali tersipu malu. Biarpun ini bukan pertama kalinya Ralin berpacaran, tapi jelas Juan adalah laki-laki pertama yang bisa membuka gerbang hati Ralin setelah bertahun-tahun dikunci dengan rapat. Tak ada laki-laki yang boleh masuk selama bertahun-tahun ini.

"Aku serius, ternyata kalau lagi sibuk kerja wajah kamu jadi makin cantik lagi. Jadi nggak salah pilih, dan jadi pengen peluk terus dibawa pulang!"

"Ssssttt ... jangan keras-keras, malu kalau di dengar orang!" Ralin meletakkan telunjuknya di bibir. Netranya melirik ke kanan dan ke kiri melihat situasi di dekatnya.

"Oh, jadi masih malu kalau pacaran denganku? Aku kira cuma waktu SMA kamu malu untuk jadi pacarku, ternyata sekarang masih malu juga!" Juan pura-pura keki.

"Eh, bu-bukan gitu! Aku sama sekali nggak malu pacaran sama kamu, tapi ini masih dalam situasi kerja. Pak Carlos itu orangnya tegas, kalau kerja harus fokus dan–"

Juan lantas meletakkan telunjuknya di bibir Ralin tanpa peduli dengan situasi sekitar. "Kalau Om Carlos sudah tahu kamu ini pacarku, harusnya dia nggak akan berani marahin kamu, sekali pun kamu pacaran denganku di waktu bekerja atau sekaligus di hadapan beliau!"

Kedua alis Ralin menukik tajam. Terasa aneh di telinganya mendengar Juan memanggil pemimpin perusahaan tempat Ralin mengabdikan dirinya ini.

"Om?" tanya Ralin.

Juan mengangguk. "Oh, aku lupa bilang kalau Om Carlos adalah adik sepupu papaku. Perusahaan Carlos Company bisa bangkit dari kebangkrutan tujuh tahun lalu karena bantuan dari papa," jelas Juan. Ia lantas melirik arloji mahal yang terpasang di pergelangan tangannya. "Oke, sudah lima menit! Waktunya bertemu Om Carlos!"

"Oh, oke!" Belum selesai Ralin kaget dengan kenyataan baru kalau ternyata bos besarnya adalah paman dari Juan, tapi Ralin harus segera menyelesaikan tugasnya. Ia pun bangkit dari tempat duduknya, dan mengantar Juan untuk masuk ke dalam ruangan CEO Carlos Company.

Begitu Juan masuk, ia langsung disambut dengan sumringah oleh pamannya. "Juan, selamat datang kembali!" ucap Carlos seraya memeluk keponakannya itu.

"Wah, senang bisa melihat Om kembali, apalagi sekarang makin terlihat ganteng!" Puji Juan kepada pamannya.

Ah, jangan berlebihan! Tapi sebenarnya kalau ganteng itu memang sudah bawaan Om dari lahir," jawab Carlos dengan bangga sambil melepas pelukannya kepada keponakannya itu. "Ayo silahkan duduk!"

Ralin masih berada di ruangan itu sambil terus memperhatikan Juan. Bisa-bisanya Ralin baru menyadari kalau ternyata Juan memiliki hubungan persaudaraan dengan Carlos, bos besar di perusahaannya.

Padahal sudah tiga kali Ralin bertemu dengan Juan di sini, tapi baru kali ini Ralin mengetahui kebenarannya. Semakin yakin lagi kalau Juan adalah calon suami dengan kriteria idaman untuk Ralin. Kekayaannya pasti tak main-main.

"Ralin, tolong siapkan minuman untuk Pak Juan!" Carlos memberi perintah pada Ralin.

"Oh, nggak perlu Om!" tolak Juan langsung.

"Apa kamu yakin?" Carlos mencoba meyakinkan Juan lagi.

Juan mengangguk sambil tersenyum, ia pun mengarahkan pandangannya kepada Ralin. "Saya nggak mau buat pacar saya repot, Om!"

Carlos mengernyit. "Pacar?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status