Namun, Damara mencegahnya, "Berbaring saja, jangan bangkit dulu! Lukamu belum sembuh."
"Iya, Ki," jawab orang itu mengurungkan niatnya untuk bangkit.
Ia berpaling ke arah Pandu, lalu berkata, "Maafkan aku, Pandu. Kau jangan marah kepadaku, karena aku sudah menuruti perintah Ki Kusumo untuk memaksamu ikut ke padepokannya," ucapnya penuh sesalan.
"Aku tidak marah kepadamu, kalau aku marah tidak mungkin aku membawamu ke tempat ini," sahut Pandu sambil tersenyum lebar.
"Sungguh mulia hatimu, Pandu," desis pria tersebut.
"Namamu siapa? Dan kau tinggal di mana?" timpal Damara bertanya kepada pria yang baru saja ia obati.
"Namaku Jalamangkara, aku berasal dari kerajaan Kahuripan. Selama tiga tahun aku ikut bersama Ki Kusumo di padepokannya," jawab orang itu bersikap ramah dan tidak sombong seperti sebelumnya.
"Lantas, kenapa kau bisa mengenal namaku?" tanya Pandu meluruskan pandangannya ke wajah Jalamangkara.
"Aku mengenalimu
Prajurit itu langsung pamit kepada sang raja dan juga kepada sang maha patih. Ia berangkat dengan menunggangi kudanya menempuh perjalanan menelusuri jalan utama yang mengarah langsung ke desa tempat tinggal Pandu.Setibanya di kediaman Pandu, prajurit itu disambut hangat oleh Wira Karma yang kebetulan tengah berada di beranda rumah bersama Reksa Pati. Ia pun segera mempersilahkan prajurit itu untuk duduk."Silahkan duduk, Prajurit!" ucap Wira Karma bersikap ramah terhadap tamunya itu."Iya, Ki. Terima kasih," sahut prajurit itu menjura penuh hormat kepada Wira Karma dan juga kepada Reksa Pati.Demikianlah, Wira Karma langsung memerintahkan Reksa Pati untuk membuatkan minuman bagi tamunya itu."Tidak biasanya aku kedatangan tamu dari istana, ada persoalan apa yang hendak kau sampaikan, Prajurit?" tanya Wira Karma meluruskan pandangannya ke wajah prajurit tersebut.Prajurit itu balas tersenyum. Lantas menjawab pertanyaan Wira Karma, "Maaf, Ki.
Setibanya di istana, Pandu di sambut hangat oleh sang raja dan para petinggi kerajaan Genda Yaksa. Mereka sangat senang dengan kedatangan Pandu."Senang bisa berjumpa lagi denganmu, Pandu," ucap sang raja tersenyum lebar menyambut kedatangan sang kesatria berwajah tampan itu.Pandu balas tersenyum, dan menjura kepada sang raja. "Terimalah salam hormat hamba, Gusti Prabu," kata Pandu sambil merangkapkan kedua telapak tangannya.Setelah itu, Prabu Surya Darma Wihesa langsung mempersilahkan duduk kepada Pandu, "Silahkan duduk, Pandu!""Terima kasih, Gusti Prabu," jawab Pandu langsung duduk bersebelahan dengan seorang prajurit senior.Ada banyak hal yang dibicarakan oleh sang raja kepada Pandu, salah satunya terkait tugas yang hendak dijalankan oleh Pandu. Karena saat itu, sang raja akan langsung mengangkat Pandu sebagai punggawa istana yang akan bertugas khusus menjaga keamanan istana bersama 39 orang prajurit khusus lainnya."Mulai hari ini ka
Diam-diam, Senapati Gukurajma menaruh rasa iri terhadap Pandu. Ia sangat khawatir jika Pandu akan menyaingi dirinya, sehingga tumbuh niat jahat dalam diri pria paruh baya itu. "Aku harus memancing Pandu agar keluar dari istana ini, dan aku akan memerintahkan kepada Barunda agar mencelakai Pandu," kata Senapati Gukurajma sambil mengamati Pandu yang tengah berjalan bersama Panglima Durga menuju ke arahnya. Panglima Durga tersenyum lebar memandang wajah sang senapati. Setelah dekat, ia pun langsung menyapa Senapati Gukurajma, "Selamat malam, Senapati. Sedang apa kau di sini?" Panglima Durga membungkukkan badan ke arah Senapati Gukurajma yang tengah duduk di pendapa istana. "Aku sengaja menunggumu di sini, aku ingin berbincang santai menikmati malam," jawab Senapati Gukurajma tersenyum lebar. "Duduklah!" sambungnya mempersilahkan Panglima Durga untuk duduk. "Terima kasih, Senapati," sahut Pa
Senapati Gukurajma meletakkan tangannya di atas pundak Barunda, lalu berkata, "Maukah kau mengajak Pandu keluar dari istana?" tanya sang senapati. "Untuk apa, Senapati?" tanya Barunda masih belum mengerti dengan ucapan sang senapati. "Untuk mencelakai dia! Jika perlu kau bunuh saja anak muda itu!" jawab Senapati Gukurajma. Dalam pikiran dan jiwa prajurit senior itu, seketika tumbuh rasa ragu, takut, dan khawatir untuk mengiyakan titah Senapati Gukurajma. Seperti yang ia ketahui, bahwa Pandu merupakan seorang prajurit yang diangkat langsung oleh sang raja, tidak mudah bagi siapa pun untuk berusaha menyingkirkan Pandu. "Aku diberi tugas yang tidak masuk akal ... bisa celaka aku jika Prabu Surya Darma Wihesa mengetahui perbuatanku," batin Barunda. "Hei! Kenapa kau diam? Apa kau tidak mau menjalankan tugas ini?" bentak Senapati Gukurajma menatap tajam wajah Barunda. "Buka
Di tempat terpisah, tepatnya di kediaman Wira Karma—ayah Pandu. Malam itu, Wira Karma dan Damara tengah berbincang santai bersama Reksa Pati dan juga Jalamangkara. Mereka tengah membicarakan Pandu yang sudah menjadi punggawa kerajaan."Aku sangat bangga denganmu, Wira," desis Damara mengarah kepada Wira Karma.Wira Karma hanya tersenyum saja menanggapi perkataan dari Damara. Kemudian, Jalamangkara mulai angkat bicara, "Apakah Pandu anak tunggal, Aki?" tanya Jalamangkara mengarah kepada Wira Karma."Benar, Jala! Pandu adalah putra semata wayangku, dari usia lima tahun dia sudah ditinggal oleh ibunya," jawab Wira Karma lirih. "Istriku meninggal karena mengalami sakit keras sewaktu aku masih menjabat sebagai kepala regu prajurit di istana kerajaan," sambung Wira Karma menuturkan."Pandu memiliki jiwa kesatria dan akan menjadi seorang pemimpin hebat. Aku yakin sekali dengan perkembangan Pandu, dia pasti akan mendapatkan kedudukan tinggi di kerajaan Gend
Damara dan yang lainnya langsung bangkit, dan segera berlari menuju arah suara tersebut. Tampak seorang pria paruh baya tengah bertarung dengan maut, sekujur tubuhnya penuh luka. Wajahnya pun hampir tertutup oleh darah yang terus mengalir dari keningnya. "Ki Warka!" teriak Damara langsung berlari menghampiri Ki Warka yang sudah dalam kondisi lemah tak berdaya. "Bawa ke rumahku secepatnya!" pinta Wira Karma. Dengan demikian, Damara langsung mengangkat tubuh pria paruh baya itu. Ia bersama yang lainnya segera membawa Ki Warka ke rumah Wira Karma. Tubuh Ki Warka dibaringkan di atas bebalean yang beralaskan tikar. Tampak darah segar terus mengalir dari luka di bagian kening dan pergelangan tangan kanannya pria paruh baya itu. "Ambilkan air hangat dan kain bersih, Reksa!" perintah Damara. "Iya, Paman." Reksa Pati bangkit dan langsung masuk ke dalam rumah. Ti
Di istana kerajaan, saat itu tengah digemparkan oleh sebuah kabar tentang peristiwa pembunuhan terhadap dua orang prajurit. Mereka terbunuh ketika melaksanakan tugas dari sang raja untuk memantau wilayah perbatasan.Pelaku pembunuhan itu adalah Andaresta dan beberapa orang anak buahnya. Mereka sengaja melancarkan serangan tersebut, ketika dua prajurit itu terpisah dari rombongan mereka, sehingga dimanfaatkan dengan baik oleh Andaresta dan anak buahnya.Meskipun demikian, dari pihak istana belum mengetahui dengan pasti siapa pelakunya, dan para prajurit yang ada di kepatihan Turi Yaksa Mekar tengah dipersiapkan untuk melakukan tugas menyisir ke pelosok-pelosok wilayah tersebut, guna mencari keberadaan para pelaku pembunuhan itu."Sebaiknya kau saja yang berangkat ke perbatasan, Panglima!" perintah sang raja mengarah kepada Panglima Durga."Baik, Gusti Prabu. Hamba akan melaksanakan tugas ini dengan baik," jawab Panglima Durga menjura kepada sang raja.
Demikianlah, maka keputusan itu pun langsung disahkan oleh sang raja yang tentu sudah mendapatkan persetujuan dari seluruh pejabat istana yang hadir. Karena sang raja sudah meminta saran kepada para pejabat istana sebelum memutuskannya.Demikianlah, maka sang raja langsung memerintahkan salah seorang prajurit untuk memanggil Pandu agar segera menghadap dirinya saat itu juga."Prajurit!" panggil sang raja mengarah kepada salah seorang prajurit yang tengah berjaga di pintu ruangan tersebut."Iya, Gusti Prabu," sahut prajurit itu membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada junjungannya."Kau panggil Pandu sekarang, agar segera menghadapku!" perintah sang raja."Daulat, Gusti Prabu." Prajurit itu menjura, kemudian undur diri dari ruangan tersebut untuk segera melaksanakan titah sang raja."Beruntung sekali Pandu, baru beberapa hari saja berada di istana sudah mendapatkan kepercayaan dari sang raja untuk menjadi seorang pemimpin pasukan keam