Share

6. Terserah

Tepat setelah Isna memilih potret calon mempelai anaknya. Dia menghampiri anaknya lagi di kediamannya. Anaknya Ricardo masih saja tidur meskipun matahari sudah naik. Isna sidah kehabisan energi untuk marah. Jadi Dia hanya menginstruksikan dayang di kediaman anaknya untuk membangunkannya. Semua dayang di istana Putra Mahkota tahu betul bagaimana sifatnya. Mereka tidak ada yang berani membangunkan nya karena dia pasti akan mengamuk dan menyiksa orang yang sudah menganggu waktu istirahatnya.

"Permisi Yang Mulia... Yang Mulia... Yang Mulia..." Karena sudah dipanggil tiga kali dan tidak ada harapan untuk bangun. Pelayan itu menepuk kaki Ricardo dengan ringan dan pelan sambil masih memanggil namanya. "Yang Mulia..." Dia menepuk kaki Putra Mahkota berkali-kali kali, keringat dingin sudah menetes di dahinya. Nyawanya ada di ujung tanduk. Isna yang tidak sabar menerobos masuk kamar anaknya. dan duduk di samping kursi anaknya. Dia menyaksikan bagaimana pelayan itu membangunkan anaknya yang sudah seperti kerbau.

"Ck..." Isna mendecakkan lidahnya.

"Bangun Yang Mulia Putra Mahkota Ricardo!" suaranya menggema memenuhi ruangan kamar Ricardo. Untuk Ricardo yang sedang tidur pasti suara itu mengagetkannya.

Ricardo bangun dengan gelagapan. Dia ingin marah tapi langsung sadar bahwa Ibunya duduk di samping kasur tidurnya dengan wajah garangnya. Merasa malu karena masih berantakan dia langsung menunduk.

"Apa Yang Mulia baru saja sadar?" Tanya Isna. Dia memakai bahasa formal . Meskipun Ricardo brengsek, dia masih menghormati Ibunya yang selalu menyayanginya. "Hormat kepada Ibunda ..." belum selesai dia memberikan salam kepada Ibunya sudah dipotong Isna, "Lupakan salam formalnya, cepat bersiap. Saya tunggu di ruang tamu Yang Mulia," kata Isna memberikan instruksi.

Dia mau berbicara hal penting kepada anaknya, jadi setidaknya anaknya juga harus dalam kondisi yang bisa menerima omongan dan sadar sepenuhnya.

Isna keluar dari kamar anaknya dan berjalan menuju ruang tamu istana Ricardo yang terletak paling depan dari bangunan.

Ricardo buru-buru bersiap, dia tidak mandi dan hanya cuci muka, tapi dia berpakaian rapi untuk menemui Ibunya. Setelah cukup bersiap, dia menghampiri Ibunya yang sudah menunggunya.

"Maaf harus membuat Ibu menunggu," kita Ricardo. Dia kemudian duduk di depan Ibunya. Beruntung pelayan di kediamannya sangat peka sehingga Ibunya yang sudah menunggu dirinya itu sudah disajikan teh dan beberapa camilan pendamping.

Isna masih diam dan menyesap teh hangatnya.

"Kalau boleh tahu, ada perlu apa Ibu datang kesini?" Tanya Ricardo cemas. Dia tahu selama ini selalu berbuat masalah, tapi Ibunya tak pernah menegurnya kecuali kasus yang cukup serius. seperti setahun yang lalu, saat dia mabuk dan memperkuat putri seorang bangsawan. Parahnya lagi perempuan yang dia perkosa hamil. Jadi Ibunya yang kejam dan selalu menyayanginya turun tangan untuk membereskan masalah tersebut.

"Yang Mulia sudah cukup umur," permulaan kalimat yang mengandung beban setelahnya. Mendengar Ibunya yang berbicara dengan serius, daun telinga Ricardo melebar untuk mendengarkan kalimat selanjutnya. "Yang Mulia harus segera menikah!" akhirnya kalimat inti yang Ricardo tunggu-tunggu keluar juga.

"Menikah?" Ricardo sudah tidak kaget, dia kadang juga ingin punya pasangan nikah seperti para bangsawan yang sudah punya tunangan dari umur 15 tahun. Tapi Ricardo, Putra Mahkota negeri ini masih saja melajang.

"Ya..." Kata Isna, lalu menginstruksikan dayangnya untuk memberikan selebaran yang sudah Dia persiapkan dengan baik. "Pilih Yang Mulia, salah satu diantaranya akan menjadi Putri Mahkota," kata Isna.

Ricardo yang memilih selebaran potret perempuan cantik di depannya lantas mengucapkan, "Terserah Ibu saja, toh yang akan jadi Putri Mahkota hanya satu. Tapi... yang lainnya bisa dijadikan selir kan?"

Sekarang Isna yang kaget. Anaknya memang sangat buruk. "Berapa selir yang Yang Mulia rencananya akan Yang Mulia miliki." Isna sedikit penasaran, apakah otak anaknya hanya selangkangan saja isinya.

"Aku berniat membangun harem Yang Mulia,"

'Gila....'

"Harem yang akan di isi dengan perempuan cantik dan aduhai..." katanya lagi tanpa pikir panjang.

Yah Isna mengakui bahwa itu adalah salah satu kekurangan anaknya. Tapi Isna sendiri tidak menemukan satu saja keunggulan anaknya. Kepalanya pusing. "Yah, bangunlah harem saja Yang Mulia, Ibu harap dengan begitu Yang Mulia tidak akan lagi mendatangi tempat terkutuk itu!"

Tempat terkutuk yang Isan maksut adalah tempat prostitusi yang setiap malam Ricardo datangi.

"Bagaimana Ibu bisa berkata demikian? tempat itu adalah satu-satunya kesenangan saya setiap malam!"

Ricardo benar-benar anak yang tidak punya otak batin Isna.

"Apakah Yang Mulia tidak memikirkan nasib negeri ini?" Tanya Isna dengan serius.

"Tentu saja Ibu, tapi bukankah para menteri yang akan bekerja keras untuk menuntaskan masalah di negeri ini?' jawab Ricardo. Ya tidak salah sih, memang benar bahwa para menteri yang punya tugas masing-masing dalam memecahkan masalah. Tapi diatas menteri ada Raja yang bertanggung jawab dan mengkoordinasikan setiap masalah. Tanpa orang yang cakap sama saja negeri ini adalah canngkang kosong. Raja yang tidak mumpuni akan mudah dijatuhkan dan itu membahayakan. Isna tak habis pikir, perjuangannya dalam mempertahankan tempatnya di samping Raja dan menempatkan anaknya di pucuk singgasana hanya akan menghancurkan negeri ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status