Share

11. Terpenjara Dalam Sepi

-kritis-

          Seperti biasanya, setiap pagi dan setiap hari aku selalu membantu ibu mempersiapkan berbagai peralatan serta perlengkapan jualan rujak. Semua ini sudah menjadi kewajibanku dalam meringankan beban ibu sejak ayah tiada. Dan seperti biasanya, di hari libur seperti ini aku selalu menyempatkan waktu memberikan dua bungkus rujak ke orang tuanya Aisy, karena kusadar jika mereka sangat suka sekali rujak buatan ibu. Di saat hari mulai menjelang siang, segera kusempatkan waktu untuk berangkat ke rumahnya, dan kuyakin di siang hari ini Aisy pasti tidak ada di rumah, karena sudah menjadi rutinitas jika Aisy selalu saja suka bermain-main.

           “Assalamualikum.” sapaku saat tiba di rumah Aisy.

           “Walaikum salam nak Aldi, mari silakan masuk.” jawab ibunya Aisy.

           “Baik buk.” Jawabku.

          Saat kita berdua terduduk, saat itulah beliau mulai menceritakan tentang kondisi bapak.

           “Bapak ke mana buk, kok nggak kelihatan.” gumamku.

           “Iya bapak lagi istirahat di kamar, soalnya kondisinya sedang sakit.” jawab beliau.

           “Loh, memangnya bapak sakit apa buk?” tanyaku.

           “Demam dan juga sedikit sesak nafas. Ya, semenjak bapak pensiun, sudah sering bapak mengalami sakit-sakitan seperti ini.” terangnya.

           “Ohhh, begitu ya buk. Boleh saya menjenguknya?” pintaku.

           “Iya boleh silakan masuk.” Jawab kembali beliau.

          Aku dan ibunya Aisy segera memasuki kamar bapak. Kulihat, kondisi bapak sangat pucat sekali.

          Uhuk uhuk. Bapak mulai terbatuk lalu kucoba untuk memberikannya segelas air putih.

           “Bapak minum dulu ya.” pintaku.

           “Aisy di mana Aisy nak?” tanya bapak.

           “Bapak yang tenang dulu ya pak, nggak usah mikirin Aisy. Mungkin nanti juga akan pulang kok.” jawabku.

           “Tapi ini sudah hampir tiga hari Aisy nggak pulang-pulang nak Aldi. Bapak dan ibuk jadi sangat khawatir.” Sahut ibu.

           “Ya sudah ibuk tenang dulu ya, nanti pasti Aldi akan keluar untuk mencari keberadaan Aisy.” Jawabku.

          Uhuk uhuk uhuk uhuk. Bapak kembali terbatuk sambil mengeluarkan darah dan mulai sedikit kejang.

           “Astaghfirullah hal adzim bapak, buk sepertinya kondisi bapak makin parah. Kita bawa ke rumah sakit ya buk!” seruku dengan penuh gugup.

           “Iya nak Aldi, ayok kita bawa ke rumah sakit segera.” jawab ibu.

          Dengan sigap, kusegera menelepon puskesmas desa agar segera mengirimkan mobil ambulan. Yang pasti, bapak harus segera dirujuk ke rumah sakit agar segera mendapat penanganan khusus. Kubenar-benar merasa gugup dan sangat bingung sekali, karena aku khawatir akan kondisi bapak yang mulai parah. Kuhanya bisa berdoa, ya Allah semoga bapak baik-baik saja. Tak sampai satu jam perjalanan, kini kita mulai tiba di ruang IGD. Bapak segera diturunkan dari ambulan dan langsung menuju ruang perawatan intensif.

          Kumulai terduduk di ruang tunggu bersama ibunya Aisy. Saat itulah beliau mulai menangis usai menceritakan kondisi bapak yang benar-benar stress karena terus-terusan memikirkan putri sulungnya itu. Sementara sampai saat ini Aisy belum bisa mengerti dan memahami akan kondisi orang tua yang selalu memikirkannya. Akan tetapi diriku tetap berjanji jika diriku tidak akan tinggal diam begitu saja, secepatnya kuharus bisa mencari cara agar Aisy bisa sadar bahwa ayah dan ibu sangat mengharapkan kehadirannya. Dan kini hari sudah mulai memasuki waktu sore. Kuterpaksa meninggalkan beliau di sini karena kuingin mencari keberadaan Aisy segera.

          Haripun terus berganti, setelah tiga hari dirawat, akhirnya bapak sudah bisa diperbolehkan pulang. Alhamdulillah, aku senang sekali bapak sudah bisa kembali pulang. Namun sepertinya, kurasa ada yang tidak enak pada wajah bapak. Wajah beliau begitu terlihat sangat pucat dan tubuhnya juga mulai mengurus. Entahlah, kudoakan saja semoga beliau segera membaik.

           “Ibuk, Aldi pamit pulang dulu ya, karena sudah sangat malam.” Ucapku.

           “Iya Di, maaf loh yaa kalau ibuk udah ngerepotin kamu.” Jawab beliau.

           “Tidak apa-apa buk, semoga bapak segera sembuh ya, Assalamualaikum.” Ucapku kembali.

           “Aamiinn, Walaikum salam.” Jawab beliau.

-tertangkap polisi-

          Adzan subuh mulai berkumandang dan mulai bersahutan dari tiap desa, kumulai membuka mata dan segera mengambil wudhu sebagai persiapan untuk shalat subuh. Tepat di saat ini juga, ayah Aisy sakitnya kembali kambuh, dan mulai terbatuk-batuk sehingga terpaksa istrinya harus membawanya kembali ke rumah sakit terdekat.

          Sampai saat ini belum ada kabar yang jelas tentang diri Aisy, ingin sekali rasanya agar dia bisa segera pulang, karena keluarganya sudah sangat merindukannya. Dan di pagi ini, masih kusempatkan waktu menengok ayah dan juga ibunya di rumah, sekedar ingin memastikan bahwa mereka sedang dalam keadaan baik-baik saja. Kumulai mengetuk pintu saat telah tiba di depan rumahnya, namun tidak ada respon sama sekali, kucoba mengetuknya kembali dengan berulang-ulang tetapi masih belum ada jawaban. Selagi diriku masih libur kerja, maka kusempatkan saja duduk di teras rumahnya, siapa tahu di pagi hari ini Aisy akan pulang.

          Dan entah kenapa di saatku sedang menikmati waktu dalam penantian ini, sebuah mobil polisi datang, membuatku penasaran ada apa sebenarnya, apakah mungkin ini ada kaitannya dengan diri Aisy.

           “Selamat pagi bapak." ucap salah seorang polisi saat menghampiriku.

           “Iya selamat pagi juga pak, ini ada apa ya?" tanyaku dengan penuh penasaran.

           “Apa benar ini rumahnya saudara yang bernama Aisy Zacky?" tanya polisi itu balik.

           “Iya betul sekali pak, ada yang bisa kami bantu." tukasku.

           “Begini pak, Aisy baru saja kami tangkap karena telah melakukan penganiayaan terhadap seseorang. Dan ini bukti surat penangkapannya." jawab polisi tersebut.

          “Loh, kok bisa, sekarang kondisinya bagaimana pak?" tanyaku kembali dengan sedikit bimbang.

           “Lebih jelasnya, nanti bisa anda bicarakan di kantor polisi, karena sekarang saudara Aisy sudah kami amankan di rutan polresta. Jadi saya mengundang anda untuk memberikan keterangan lebih lanjut terhadap yang bersangkutan." terangnya.

           “Baik pak, saya akan segera ke sana." jawabku kemudian.

           “Baik kalau begitu terima kasih." imbuh polisi itu.

          Ya Allah, apa yang sudah terjadi pada diri Aisy, seminggu dia tidak pulang ke rumah, tahu-tahu ada kabar kalau dia sedang berurusan dengan polisi. Entah apa jadinya jika nanti orang tuanya tahu. Ya sudahlah, aku tak perlu lama-lama di sini, lebih baik kusegera beranjak untuk menemui Aisy di sana.

           Kumulai tiba di kantor polisi di mana Aisy sedang ditahan. Dalam hati kumulai berpikir, sepertinya dia tidak mungkin suka akan kedatanganku, dan bisa jadi dia akan pasang wajah cuek di saatku membesuknya setelah ini. Entahlah, yang pasti kehadiranku hanyalah bermaksud untuk menolongnya, karena apapun yang terjadi, kujuga takkan pernah mau bila dia harus masuk penjara. Dan kumulai terduduk, di saat ini juga seorang polisi sedang memanggilkan Aisy. Waktu tak berselang lama, Aisy pun mulai terlihat dan mulai terduduk dihadapanku yang masih mengenakan baju tahanan.

          “Aisy, apa yang sudah terjadi pada diri kamu?" tanyaku namun dia hanya terdiam.

          “Aisy, tolong jawab pertanyaanku, kamu kenapa kok bisa ditahan seperti ini." tanyaku kembali.

           “Emang kalau aku jawab pertanyaanmu, itu bakal bisa ngebebasin aku dari sini apa." bantahnya.

           “Aisy, kedatanganku ke sini bermaksud baik kok. Meski aku belum tentu bisa membebaskanmu sekarang tapi aku pasti akan membantumu untuk bisa segera bebas." jawabku.

           “Hmmm, yang jelas gue habis menganiaya seseorang.” jawabnya cuek.

           “Kok bisa sih Aisy, emang apa masalahnya?” tanyaku.

           “Nggak penting masalahnya apa, yang jelas gue ngelakuin ini tuh karena gue dendam.” Akunya.

           “Astaghfirullah hal adzim, istighfar Aisy, nggak sepatutnya kamu memiliki rasa dendam seperti itu. Semua masalah kan pasti diselesaikan dengan baik tanpa harus ada perkelahian seperti ini.” Imbuhku.

           “Ahhh udah ahhh, capek aku ngomong sama kamu, dari dulu bisanya cuma nyeramah’in orang aja. Udah kamu pergi aja sana!" ucapnya kembali lalu kembali masuk ke dalam sel.

          Aku pun kembali beranjak pulang, namun aku tidaklah langsung pulang ke rumah melainkan kusempatkan waktu sejenak menengok kedua orang tua Aisy. Dalam perjalanan ini kumulai memikirkan sesuatu yang membuatku sedikit bimbang. Bagaimana nanti jadinya jika kedua orang tuanya tahu bila Aisy masuk penjara, pasti mereka akan sangat sedih, sementara ayahnya juga mulai sakit-sakitan. Saat kumulai tiba di rumahnya, ternyata kedua orang tuanya masih belum terlihat, membuatku mulai bertanya-tanya kemanakah kepergian mereka.

          "Ibuk permisi buk." ucapku kepada salah satu tetangga mereka.

          "Iya mas ada apa?" tanya tetangga tersebut.

          "Maaf buk, kedua orang tuanya Aisy ke mana yaa, kok dari tadi pagi beliau nggak ada?" tanyaku kembali.

          "Ohh mereka ke rumah sakit sejak tadi subuh, karena bapaknya sakit, mungkin sekarang sedang menjalani rawat inap." terangnya.

          "Hmmm, kalau boleh tahu di rumah sakit mana ya buk beliau sekarang?" tanyaku kembali.

          "Di rumah sakit Melia Sejahtera, nggak jauh kok dari sini mas." jawabnya.

          "Baiklah kalau begitu terima kasih yah buk." ucapku kembali.

          "Iya mas sama-sama." jawabnya.

          Baru saja diriku mendengar berita jika beliau sedang dibawa ke rumah sakit, membuatku sedikit bingung, apa yang sudah terjadi pada beliau mudah-mudahan tidak sampai kenapa-kenapa. Setelah aku baru saja melakukan perjalanan selama sepuluh menit, kini akhirnya kutelah tiba di rumah sakit di mana beliau sedang dirawat.

           “Assalamualaikum buk." ucapku pada ibunya Aisy.

           “Walaikum salam Di." jawab beliau.

           “Tadi pagi aku ke rumah ibuk, lalu ku Aldi dapat kabar dari tetangga kalau bapak sedang dibawa ke rumah sakit, makanya Aldi ke sini. Terus bapak kenapa buk?" tanyaku.

           “Bapak kritis sejak semalem Di, tapi alhamdulillah sudah agak mendingan sekarang." jawab beliau.

           “Oh, ya sudah kita tengok bapak sebentar buk." pintaku.

           “Baik silakan." imbuhnya.

          Kumulai sedih saat melihat beliau yang sedang terbaring lemah, lalu dengan suara lirih, beliau mulai memanggilku dan menanyakan kembali soal Aisy.

           “Aldi." panggilnya.

           “Iya pak." jawabku.

           “Kamu tahu kan Aisy sekarang di mana, apakah dia sudah pulang?" tanya beliau dengan lemah.

          Namun sebenarnya aku bingung harus bilang apa, karena kondisi Aisy saat ini sedang berada di dalam penjara.

           “Aldi, kamu tahu nggak Aisy di mana. Karena sudah beberapa hari ini dia tidak pulang, bapak sangat khawatir akan keadaan Aisy." imbuh ibu.

          Mendengar apa yang ditanyakan beliau, hatiku tiba-tiba bergetar, karena aku bingung harus bilang bagaimana tentang kondisi saat ini. Dan aku tak mungkin bila harus berbohong, karena setidaknya mereka pun juga harus tahu tentang Aisy.

           “Ibuk, sebenarnya Aisy …” ucapku dengan sedikit berat.

           “Kenapa dengan Aisy Aldy, cepat kamu katakan di mana dia sekarang!” seru beliau.

           “Aisy, ditangkap polisi buk, dan saat ini dia sedang menjalani masa tahanan di kantor polresta.” Terangku dengan nada lirih.

           “Astaghfirullah hal adzim, kenapa bisa seperti ini Aldy, Aisy habis melakukan apa kok bisa sampai ditangkap polisi.” keluh beliau.

           “Aisy telah terlibat dalam kasus penganiayaan buk.” Jawabku.

           “Yaa Allah, Aisy kenapa kamu bisa jadi rusak seperti ini sih nak.” Ucap bapaknya sambil menangis sedih.

           “Bapak ibuk yang sabar ya, Aldy pasti akan membantu agar Aisy bisa segera bebas dari penjara.” imbuhku.

-Aisy harus segera bebas-

          Entah apa yang harus kulakukan, yang jelas diriku harus mencari cara agar Aisy bisa terbebas dari jeratan hukum. Kumulai melangkah keluar dari rumah sakit ini, dan saat itulah kumulai berpikir. Dan sepertinya kusudah memiliki sedikit jalan keluar. Kuakan mencari siapakah sosok wanita yang telah dianiaya oleh Aisy, karena yang pasti ku akan memintanya agar mencabut kembali proses hukum terhadap Aisy.

          Tak berapa lama aku melakukan perjalanan, kini hari sudah menjelang malam. Kumulai tiba di sebuah tempat di mana Aisy sering menjalani aktifitas di tempat ini. Dengan rasa percaya diri, kumulai menemui salah satu orang yang kenal dekat dengan Aisy.

           “Permisi mbak, dengan temannya Aisy ya?” tanyaku.

           “Iya betul, ada apa ya?” tanya dia kembali.

           “Maaf sebelumnya. Mbak tahu nggak kalau sekarang Aisy telah terlibat dalam kasus hukum?” Tanyaku.

           “Ya tahulah, korbannya aja teman aku sendiri.” Jawabnya.

           “Kalau begitu, saya boleh minta identitas orang yang jadi korban itu nggak mbak!” pintaku.

          Perempuan itu lalu memberikan identitas lengkap tentang siapakah sosok orang yang menjadi korban.

          Waktu tak berjalan lama, Alhamdulillah aku telah sampai di rumah perempuan yang beratas nama Jessica, aku berhasil menemuinya lalu diriku dipersilakan duduk di ruang tamu olehnya.

           “Apa benar mbak Jessica ini adalah salah satu korban dari penganiayaan oleh Aisy?” tanyaku.

           “Iya, kenapa emangnya?” tanyaku.

          Dan aku mulai menjelaskan panjang lebar tentang sosok Aisy, berharap agar perempuan tersebut bisa memaafkan kesalahan Aisy dan mencabut kembali hukuman yang akan menimpa dirinya.

           “Pokoknya tidak bisa ya mas. Gara-gara dia, saya jadi hampir lumpuh.” Ucapnya di saat menolak.

           “Iya mbak saya tahu, saya yang akan menanggung semua biaya pengobatan mbak sampai sembuh, tapi tolong karena ini demi kebaikan Aisy dan juga keluarganya.” pintaku kembali dengan sangat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status