-Perjalanan-
Ku mulai membuka mata dari tidur malamku. Sebuah Alarm yang kupasang telah berbunyi pada pukul setengah tiga di pagi hari ini. Sudah menjadi kebiasaan semenjak diriku masih tinggal di pesantren, bahwa shalat di sepertiga malam terakhir merupakan bagian dari kewajiban seorang santri. Ya, meskipun kini diriku sudah tidak lagi menjadi seorang santri, tetapi kelakukan serta perilaku harus tetap seperti seorang santri. Tak terasa juga matahari mulai terlihat di ufuk timur, dan ayam mulai berkokok, sebagai tanda bahwa matahari akan menampakkan sinarnya dalam menerangi bumi yang penuh akan kegelapan.
“Aldi.” Panggil oleh ibu.
“Iya buk.” Jawabku.
Lalu diriku segera berdiri dengan sigap menghampiri ibu untuk sarapan bersama.
“Ayokkk sarapan dulu.” Pinta ibu.
“Baik buk.” Jawabku.
Di saat diriku sedang menikmati hidangan pagi, tiba-tiba ibu ingin mengatakan sesuatu.
“Ohhh iya Di, kamu yakin hari ini mau ngelamar kerja.” Ucap ibu.
“Yaa yakinlah buk. Aldi kan juga sudah lulus sarjana. Aldi mau kerja kan semua juga demi ibuk.” Jawabku.
“Emm, ya sudah kalau begitu. Memang kamu mau melamar kerja di sekolah mana Di?” tanya ibu.
“Menurut informasi yang sudah Aldi baca. Di SD Al Hikmah sedang membutuhkan guru Agama, dan hari ini Aldi mau interview buk.” Jawabku.
“Ohhh begitu Di. Ya sudah semoga kamu bisa sukses ya nak.” Imbuh.
“Aamiinnn, ya sudah Aldi berangkat dulu ya buk, Assalamualaikum.” Ucapku sambil mencium tangan ibu.
“Iya Di walaikum salam.” Jawab ibu kembali.
-Pertemuan-
Aku mulai menaiki motor dan segera berangkat menuju ke sekolah itu. Dalam perjalanan ini, kumulai menikmati suasana serta pemandangan desa yang begitu indah. Kumelihat ada banyak petani yang mulai sibuk memanen padi, dan kujuga melihat banyak anak-anak yang berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki bersama, membuatku ingin untuk kembali bernostalgia dalam mengingat masa kecil yang pernah kualami di saatku masih SD. Aku kembali melaju dengan kecepatan yang tak begitu kencang, namun di saatku berbelok di sebuah tikungan, muncul sebuah mobil berwarna biru yang sempat sedikit menyerempet dan menabrakku. Kumulai tak bisa menyeimbangkan diri sehingga diriku harus terjatuh di pinggir jalanan ini.
Kemudian mobil itu mulai berhenti, dan pengemudinya adalah seorang perempuan. Wanita itu langsung menghampiri untuk menolongku.
“Aduhhh masnya nggak apa-apa kan.” Ucapnya sambil membantuku untuk bisa berdiri.
“Iya mbak nggak apa-apa kogh.” Jawabnya.
“Yakinn nggak apa-apa mas? Atau perlu saya bawa ke dokter terdekat.” Pintanya.
“Nggak usah mbak terima kasih, saya benar-benar tidak apa-apa kogh.” Tukasku.
“Ya sudah kalau begitu sekali lagi saya minta maaf ya mas, tadi saya benar-benar merasa ngantuk karena semalam juga nggak tidur.” Balasnya.
“Iya mbak pokoknya lain kali hati-hati aja.” Imbuhku sambil kututup hidung ini dengan tanganku.
“Iya mas terima kasih. Kalau begitu saya permisi.” Jawabnya.
“Baik mbak silahkan.” Tambahku.
Lalu perempuan itu kembali beranjak pergi menuju mobilnya dan mulai meninggalkanku sendiri.
“Yaaa ampun tuh cewek, pagi-pagi udah mabuk, semoga saja tidak terjadi apa-apa.” Batinku.
Aku menyadari betul jika perempuan tersebut masih dalam keadaan mabuk, karena di saat dia melontarkan kata-kata, sungguh dapat tercium dengan jelas aroma alkohol dari mulutnya. Yaa Allah, aku hanya berharap jika memang perempuan itu baru saja menikmati minuman keras, semoga Allah bisa segera menghentikannya.
-Lamaran Kerja-
Aku kembali melaju di atas dua roda ini. Lumayan jauh perjalanan yang aku rasakan, kurang lebih sekitar sepuluh kilometer, namun aku selalu menikmati keadaan serta suasana pedesaan yang sejuk sehingga tanpa terasa diriku telah sampai di sekolah ini setelah perjalanan sekitar satu jam. Aku mulai memarkir motorku di halaman sekolah, dan saat itu juga ada salah seorang satpam yang menghampiriku untuk membantu.
“Selamat pagi pak, ada yang bisa dibantu?” tanya satpam itu.
“Iya pak, saya mau tes sekaligus wawancara mengenai lowongan kerja yang ada di sekolah ini.” jawabku.
“Baik pak. Silahkan langsung menuju ke gedung A yang ada di lantai dua.” Pintanya.
“Iya pak terima kasih.” Jawabku kembali.
Kumulai naik ke lantai dua pada gedung A. Kuterduduk di deretan kursi yang mulai dipenuhi oleh banyak orang. Waktu tes masih kurang tigapuluh menit lagi, jadi alangkah baiknya jika diriku berkenalan terhadap salah satu orang di dekatku, agar waktuku bisa terisi untuk saling berbicara.
“Sudah nunggu dari tadi mas?” ucapku dengan iseng.
“Ahh nggak juga mas, mungkin baru sepuluh menitan.” Jawabku.
“Hemmm begitu. Oh iya perkenalkan nama saya Aldi.” Ucapku.
“Iya mas. Perkenalkan juga nama saya Anas.” Jawabnya.
“Mas Anas mau ngelamar sebagai guru apa?” tanyaku.
“Guru olahraga. Kalau mas Aldi sendiri? Tanyanya balik.
“Sebagai guru Agama mas.” Jawabku.
“Ohh ya sudah, semoga lancar untuk tesnya hari ini.” imbuhnya.
“Iya mas sama-sama.” Jawabku.
Aku kembali berbincang-bincang dengan mas Anas. Banyak sekali cerita demi cerita yang aku ceritakan, entah itu di saat diriku masih tinggal di pesantren, sampai saat ini. Begitu juga dengannya, Anas juga menceritakan kisah perjalanan hidupnya sampai dia harus ditinggal mati oleh ayahnya. Ternyata nasib kita berdua sama, sama-sama menjadi anak yatim, tetapi kita sebagai anak yang saleh tetap harus berbakti pada sang ayah, dengan selalu mendoakan di manapun kita berada.
“Yaa Allah, cukup sedih juga rasanya jika harus kehilangan sang ayah.” Batinku dalam hati.
Setelah cukup lama menjalani beberapa tes dari pagi hingga sore, Alhamdulillah pada akhirnya aku telah diterima kerja di sekolah ini, dan insya Allah mulai minggu depan juga sudah bertugas. Ku tak sabar rasanya untuk segera pulang, karena ku juga ingin segera memberitahu ibu bahwa aku sudah diterima kerja di sekolah tersebut.
-Beberapa hari kemudian-
Tak terasa juga sekarang sudah memasuki hari minggu, dan besok adalah hari di mana aku akan menjalani kerja dalam mengajar di sekolah. Waktu telah menjelang sore, dan kini tiba saatnya diriku untuk mengantarkan ibu belanja ke pasar. Semenjak bapak tidak ada, aku yang selalu menjadi rutinitas untuk mengantar ibu belanja kebutuhan hidup, termasuk juga kebutuhan bahan untuk jualan rujak.
“Aldi, nanti kita berhenti di supermarket pojok ya!” seru ibu.
“Baik buk.” Jawabku.
Dan akhirnya kita berdua sempat mampir di supermarket yang di maksud oleh ibu. Ibu segera membeli aneka keperluan barang seperti minyak, mie goreng, atau susu, dan masih ada banyak lagi barang-barang yang dibeli oleh ibu. Tak selang beberapa lama, akhirnya aku telah tiba di kasir meski harus antri di urutan nomer lima. Sambil menunggu waktu pembayaran, wajahku mulai menoleh ke arah luar. Karena tempat tersebut berdinding kaca, siapapun orang-orang yang akan masuk diriku pasti tahu.
Entah apa yang sudah terjadi, tiba-tiba sebuah mobil jenis sedan berwarna biru mulai datang ke tempat ini, dan tak lama akan hal itu, pengemudi tersebut mulai keluar. Saat itu juga diriku mulai kaget, ternyata pengemudi tersebut adalah seorang perempuan yang beberapa hari yang lalu sempat menabrakku.
“Ya ampun. Itu kan perempuan yang waktu itu sempat menabrakku.” Batinku dalam hati.
Perempuan tersebut mulai masuk ke tempat ini dan mulai berbelanja. Aku pun telah tiba di depan kasir, dan segera membayar seluruh barang yang akan dibeli. Dengan perlahan aku mulai keluar bersama ibu. Ku segera mengambil motor sambil memandangi mobil tersebut. Entah apa yang telah terjadi, kejadian tersebut sampai saat ini masih teringat keras di pikiranku. Mungkinkah ini akan menjadi suatu pertanda, bahwa diriku akan mendapati sebuah masalah baru. Ya sudahlah, tak perlu ku merisaukan hal tersebut, biarlah Allah yang mengatur semuanya.
Saat tiba di pasar pun, bayangan perempuan tersebut kembali teringat di pikiranku. Hampir di setiap detik, sulit bagiku untuk memikirkan hal yang lain kecuali hanyalah perempuan itu saja. Saat diriku dan ibu mulai mengelilingi pasar ini, aku hanya bisa terdiam, tak ingin bicara sedikitpun, semua ini telah terjadi mungkin karena diriku yang terlalu banyak pikiran.
Dan kini kita berdua kembali berjalan menuju rumah, kumulai terduduk dan kembali terdiam. Kucoba untuk melakukan sedikit cara, entah itu menonton televisi ataupun memandangi langit sore yang indah sama sekali tak berhasil untuk mengusir bayangan tersebut. Kukembali duduk saja agar bisa menenangkan diri sejenak.
“Aldi, kenapa dari tadi ibu perhatiin kogh kamu terlihat bengong, diem aja. Ada masalah memangnya?” tanya ibu.
“Nggak buk, Aldi nggak ada masalah apa-apa kogh.” Jawabku dengan lirih.
“Ahhh masak. Soalnya nggak biasanya kamu begini. Ya sudah kalau kamu nggak mau cerita, mendingan ibu buatin makan dulu ya untuk sore ini.” jawab ibu.
“Baik buk.” Jawabku kembali.
Aku sengaja untuk tidak bercerita dulu pada ibu tentang apa yang sudah kurasakan saat ini, karena pada dasarnya kujuga masih belum mengetahui tentang apa yang sudah terjadi pada diriku. Semua hanya bisa kuserahkan, dan aku pasrahkan pada Allah jika ini sudah menjadi skenario-Nya. Lebih baik aku memfokuskan diri untuk bekerja dalam mengemban amanah di saat mengajar di sekolah.
-Beberapa bulan kemudian-
Setelah cukup lama aku mengajar di sekolah, aku jadi semakin terampil untuk bekerja. Bekerja untuk mendidik anak-anak di sekolah dalam menuntut ilmu itu sungguh sangat menyenangkan. Kini tiba saatnya diriku untuk lebih memantapkan diri dalam berkarya, meskipun bayangan perempuan tersebut masih teringat kuat di pikiran ini. Jujur Aku akui, sampai saat ini bayangan sosok perempuan itu masih belum bisa hilang, dan hampir setiap hari bayangannya selalu teringat keras di pikiran ini, apalagi diri ini juga terkadang sering berpapasan dengannya saat mengendarai kendaraan di jalan, aku berfirasat dalam hati kecilku,
“Mungkinkah ini akan menjadi sebuah pertanda bahwa akan lahir sebuah rasa.” Batinku.
-Semangat Pagiku- Assalamualaikum Warahmatullah. Baru saja ku menyelesaikan shalat secara berjamaah bersama dia dan juga ibu, dan sekarang adalah waktu yang terbaik untukku agar segera mandi untuk persiapan masuk kerja. Saat diriku mulai beranjak menuju kamar mandi, saat itulah kumelihat dirinya berdandan dengan penuh pesona, aku dibuat kagum olehnya. Sudahlah, lebih baik kulanjutkan saja aktifitasku mandi sejenak. “Ibuk, ada yang bisa dibantu?” ucap Aisyah pada ibuku. “Emmm ndak usah dulu Aisyah, ibuk udah selesai kok.” Jawab ibu. “Ohh ya sudah, Aisyah beres-beres dulu aja ya buk.” Ucap kembali Aisyah. “Iya Aisyah, silakan.” Jawab ibu ke
-sore yang indah- Aku baru saja mandi di waktu ini. Waktu telah menunjukkan tepat di angka tiga sore, sebagaimana rencana yang sudah kita buat kemarin, kita akan meluangkan waktu di taman bunga. Saat kita berdua sudah siap untuk berangkat, aku dan istriku segera berpamitan pada ibu. “Ibuk, kami berangkat dulu ya.” Ucap Aisyah pada ibu. “Iya nak, kalian berdua hati-hati di jalan ya, dan Jangan pulang malem-malem.” Jawab ibu. “Baik buk, insya Allah nanti jam delapan kita sudah berada di sini.” Tambahku. “Iya Di, jaga istri kamu ya!” seru ibu. “Iya buk, Assalamualaikum.” Uca
-hadiah terindah- Di sore hari ini, kumulai terduduk sendiri. Tak ada seorang pun yang bisa menemani kecuali hanyalah hembusan angin serta suara kicauan burung-burung yang sedang bertengger. Saat kuterduduk, di saat ini pula kumulai merenungi, akan sebuah kisah serta kebersamaan yang pernah kulakukan bersama dia di hari kemarin-kemarin. Kemarin kita masih bisa bersama, kemarin kita juga masih bisa tertawa bahagia. Namun kini kebahagiaan itu hanya ada di satu pihak, yang tidak lain hanya ada pada diri Aisy. Kuyakin hari ini dia pasti sangat berbahagia, karena dia sudah bisa menikmati kesehatan yang di mana selama ini dia harus bertahan dari kelumpuhan, sementara kuharus mundur dan mulai berniat melangkah pergi dari kenyataan itu. Tentu diriku tidak akan langsung pergi begitu saja, karena kuingin meninggalkan satu kenangan yang bisa kuberikan unt
-ku mulai menyadari kesalahanku- Aisy mulai membuatku merasa bimbang dan penuh dengan rasa penasaran. Sebenarnya Aku belum siap menerima kalimat yang akan dia lontarkan saat ini, namun mau tidak kuharus segera menerima alasan yang akan dia berikan. Rasa takut dan bersalah memang sudah pasti kurasakan, namun entahlah, jika pun nanti pada akhirnya Aisy mulai memintaku untuk pergi, maka Aku harus siap sepenuh hati. “Aldi, kamu masih ingat kebersamaan kita di saat kita baru lulus dari sekolah SD.” Ucapnya. “Tentu Aisy, aku benar-benar ingat dengan semua yang pernah kita lakukan bersama pada saat itu.” Jawabku. “Dan kamu juga masih ingat kan, usai kelulusan itu kita sempat berpisa
-kedatanganku- Pagi hari pun telah tiba, usai diriku mandi dan shalat Dhuha, aku segera berpamitan dengan ibu untuk berangkat kerja. Ada satu rencana yang ingin kulakukan tanpa harus bilang ke ibu, di mana di pagi ini aku berencana untuk menemui Aisy sebelum berangkat kerja, karena kumenduga mungkin ibu juga tidak akan setuju jika kuharus menemui Aisy. Sebenarnya, aku benar-benar tidak ada kemauan untuk menemui dirinya, hanya saja untuk kali ini kuharus nekat. Kedatanganku hanyalah ingin meminta maaf serta mengembalikan jilbab putih ini yang sudah berumur belasan tahun. Ya, lebih baik kukembalikan saja agar diriku tidak tergoda untuk mengenangnya. “Aldi berangkat dulu ya buk." ucapku pada ibu saat berpamitan untuk berangkat kerja. “Iya Di, hati-hati di jalan, semangat ya.
-aku mulai melupakannya- Saat diriku teringat bahwa ini adalah jilbab putih milik Aisy, saat itulah kumencoba untuk membersihkan jilbab ini dari bekas darahku yang telah menempel. Entah kenapa di saatku sedang mencuci jilbab ini, bayangan sosok Aisy di mataku semakin kuat, tentunya bukan bayangan Aisy yang sekarang, melainkan bayangan Aisy di saat dia masih kecil, tepatnya di saat kita masih sama-sama duduk di bangku sekolah. Setelah aku mencucinya, kucoba untuk memberikan sebuah pewangi agar harum sebelum kujemur di bawah terik panas matahari. Apa yang ingin kulakukan saat ini sebagai wujud untuk kembali mengenang masa-masa indah antara aku dengan dirinya, sejak dulu hingga saat ini. Hari telah berganti, dan kini tiba saatnya diriku untuk berpamitan pada ibu untuk berangkat kerja. Aku akan menjalani aktifitas seperti biasanya tanpa pernah meng