“Ah…” Laura mengangguk mengerti, melirik Lucian di sudut matanya, lalu menarik diri.“Nona Moore, terima kasih sudah datang.” Tristan menatap Mia tanpa ekspresi.“Uhm… iya,” Mia membalas acuh tak acuh.“Laura, kenapa kamu tidak mengajak Nona Moore berkeliling? Kalian berdua harus berbaur dengan para tamu,” perintah Tristan.“Uhm ya…” Laura menatap Tristan dan Lucian, lalu menggigit bibir bawahnya cemas. Ia takut mereka berdua akan berdebat dan Lucian mengatakan sesuatu tentang hubungan mereka pada Tristan.“Laura…” Tristan meliriknya di sudut mata dan menyipitkan mata tajam.Lucian mengangguk sambil tersenyum pada Laura seolah berkata untuk tidak khawatir.Laura memaksakan senyum dan mengangguk, meraih tangan Mia.“Mia, bagaimana kalau kita ke meja prasmanan?”Mia terlihat tidak nyaman berada di sana dan segera mengangguk pada Laura.Kedua wanita itu meninggalkan Tristan dan Lucian yang memancarkan aura dingin.Laura berharap mereka berdua tidak akan bertengkar. Dia tidak tahu apa yan
Willy tampak sangat menyukai sikapnya. “Aku akan memberitahu Dean tentang juniornya ini. Dan ini putriku, Laura ….” dia memperkenalkan Laura dengan antusias pada Viktor.Pria itu terlihat seusia dengan Laura, dia mengulurkan tangan padanya dengan senyum sopan. “Halo Nona Adams, senang bertemu denganmu.”Laura membalas senyum tenang dan meraih tangannya. “Halo Tuan Viktor …..”“Kalian berdua bisa mengobrol. Kalian anak muda harus saling mengenal.” Willy mengedipkan mata pada Laura.Ah, Laura jadi mengerti mengapa Willy memperkenalkannya dengan beberapa Tuan Muda.“Uhm … Ibu, sepertinya aku lupa menyapa Kak Tristan. Maaf, aku akan menyapa Kak Tristan dulu.”Mata Willy melebar menatapnya tajam.Viktor terlihat tidak tersinggung dan tersenyum ramah pada Laura. “Kalau begitu, aku juga ingin menyapa Dokter Dean. Dia baru saja datang. Aku sudah menunggu untuk menyapanya. Nyonya Adams, Ibu, aku pergi dulu.” Dia berbalik pergi seolah-olah dia sangat ingin pergi dari tempat itu.“Anak itu ….” N
Suasana di dalam mobil sangat panas, penuh dengan suara kecupan basah.“Kita harus menghentikan ini,” desah Laura, melepaskan bibirnya dan mendorong dada Lucian.Meski tangannya sedang terluka, Lucian begitu lihai melepaskan kaus yang dikenakan Laura hingga hanya bra yang masih menempel di tubuhnya.“Hmm ….” Lucian tak mendengarkan, bibirnya berpindah ke leher Laura, mencium dan menghisapnya dengan keras hingga menimbulkan tanda merah kecil di kulit lehernya mulus.“Uhmm ….” Laura mengerang dan menahan dada Lucian. “Mari hentikan. Tidak di sini …..” dia berbisik seraya melihat keluar jendela mobil.Ini masih siang hari, beberapa mobil lewat di jalan dan suara klakson kendaraan seakan menegur mereka, membuat Laura malu dan khawatir jika kaca jendela tembus pandang.“Jangan khawatir. Tidak ada yang peduli dan kacanya gelap.” Lucian terus melanjutkan penjelajahannya di lekuk payudara Laura dan meraba-raba tubuhnya dengan tangannya.“Ta-tapi … euhm ….”Suara protes Laura teredam di dalam
Laura lupa bahwa dia berkata pada Bibi Sina tidak akan menuntut Tania. Tapi dia seolah lupa karena kesal Lucian melepaskan masalah ini dengan begitu mudah."Baiklah, baiklah, lakukan seperti yang kamu inginkan."Lucian tampak begitu santai."Lucian Wilson!"Laura menghentikan mobil di pinggir jalan dan menoleh menatap Lucian tajam."Kamu sungguh tidak keberatan dengan gadis muda itu? Apa kamu menyukainya?""Kapan aku bilang aku menyukainya?" Lucian berkedip menatapnya. "Aku hanya tidak mau memperpanjang masalah ini karena Tania hanya anak-anak yang baru puber....""Kamu...." Laura tidak tahu lagi harus berkata apa. Dia sangat kesal dengan sikap Lucian.Lucian menatapnya tanpa berkedip."Laura... jangan bilang kamu cemburu?"Laura terdiam. Wajahnya terasa panas. Dia membuang muka sambil menggerutu."Kamu sangat menyebalkan." Dia menyilangkan tangannya di kemudi, dan membenamkan wajahnya, menyembunyikan rasa malunya."Buat apa aku cemburu... lagipula kita tidak ada hubungan apa pun," bi
Laura mengalihkan pandangannya cemas pada Lucian, lalu berlari menghampirinya."Tolong bantu bawa dia ke mobil."Suami Bibi Sina keluar dari dalam rumah setelah mendengar kejadian di halaman. Ia mengangkat Lucian ke dalam mobil, dibantu tetangga lain. Laura membawa Lucian ke puskesmas yang didatangi tadi pagi."Tuan Lucian hanya minum obat bius. Tidak ada masalah sama sekali," kata dokter yang memeriksa Lucian.Laura menghela napas sambil mengusap keningnya, memandang pria yang terbaring di tempat tidur."Terima kasih, Dokter."Dokter itu mengangguk lalu meninggalkan mereka."Nona Laura, sekali lagi Aku mohon maaf atas apa yang dilakukan cucu Aku.""Bibi Sina, aku ingin melupakan masalah ini. Tapi Lucian sebagai korbannya yang harus dimintai pendapat," gumam Laura muram."Lalu bisakah Anda berbicara dengan Tuan Lucian nanti untuk memaafkan perbuatan cucu? Aku takut dia tidak mau memaafkan Tania. Aku mohon, Nona Laura. Aku akan membantu Anda dengan kesaksian Aku dan tidak akan meminta
Lucian merasakan ada yang tidak beres dengan kopinya saat ia tiba-tiba merasa pusing dan mengantuk.Ia refleks bergerak ketika seseorang menyentuh bisepnya.Ia menatap gadis muda yang berada di bawah tubuhnya.“Lucian, apa yang kamu lakukan padaku!”Lucian menggelengkan kepalanya dan bergerak mundur.“Apa yang sedang kalian berdua lakukan?”Suara Laura terdengar dari belakang. Lucian berbalik menatapnya, lalu mendadak pandangannya menggelap. Ia jatuh ke tanah dan kehilangan kesadaran.“Lucian!” Laura berlari cemas menghampirinya yang tergeletak pingsan di tanah. Ia lalu menatap gadis yang terbaring di mobil dengan pintu terbuka.“Tania, apa yang kamu lakukan pada Lucian!”Ia marah pada gadis itu. Pemandangan Lucian menindih gadis itu di mobil membuat darahnya mendidih. Namun, pria yang menjadi menjadi sumber kemarahannya justru pingsan.Tania bangkit dan berusaha menutupi dadanya, seolah dia adalah korban pelecehan.“Aku tidak melakukan apa pun. Tiba-tiba saja Lucian mendorongku ke da