Home / Romansa / Partner Life / PL 5. Lowongan Kerja

Share

PL 5. Lowongan Kerja

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2021-09-08 16:32:07

Catharina terkejut saat seseorang merebut paksa uang yang ada dalam genggaman tangannya. Sempat terjadi tarik-menarik antara Cat dan pria tersebut. Namun, akhirnya Cat memilih melepaskannya.

"Cat, are you okay?" Paman Deff mendekati Catharina. "Kenapa kau lepaskan?" lanjutnya bertanya. Cat terus menatap pria yang berdiri tidak jauh darinya.

"Well, tiap hari kalau kau seperti ini sudah pasti kau akan dapat uang banyak. Ah—ternyata type-mu itu adalah pria-pria setengah tua, ya?" ocehnya tidak karuan.

"Jaga bicaramu, hah!" Deff terlihat marah.

"Sudahlah, Paman. Jangan meladeni dia. Percuma diladeni pun, dia akan semakin melonjak!" sahut Cat kesal.

"Hei, jangan mulutmu itu! Begitukah caramu bicara pada Ayahmu ini?" 

"Ayah?" Deff mengulangi kata-kata itu. "Benarkah itu, Cat? Apa dia benar-benar Ayahmu?" tanya Deff menatap Cat. Gadis itu menganggukkan kepala. Deff pun menatap pria yang berdiri di depannya. Dia terlihat berantakan dan mulutnya bau alkohol. Deff menatap Damian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia tidak percaya jika orang itu adalah Ayah dari Catharina.

"Apa kau ada hubungan dengan putriku, Catharina?" tanyanya dengan sedikit berjalan gontai mendekati Catharina. Namun, dengan sigap Deff menarik tangan Cat ke belakang.

"Jangan dekati dia! Seorang Ayah tidak akan berbuat kasar pada anaknya apalagi meminta uang dengan cara memaksa!" ucap Deff tidak suka.

"Ah, jadi benar kau ada hubungan dengan anakku?" tebak Damian.

"Iya. Memang aku ada hubungan dengan anakmu, Catharina. Dia pekerja di tempatku dan dia sudah menceritakan semuanya padaku," sahut Deff.

"Lebih baik Ayah segera pergi dari sini. Aku tidak mau ada keributan di sini." Catharina segera pergi dari tempat itu. Dia berlari menyusuri trotoar. Deff pun berusaha mengejarnya.

"Catharina!" panggil Deff dengan keras. Sebelum akhirnya pria itu bisa menarik tubuh Catharina yang hampir terserempet mobil. 

Catharina memegangi dadanya, detak jantung begitu kencang. Dia benar-benar hampir celaka. Kalau bukan karena Deff mungkin Catharina sudah kehilangan nyawanya.

"Te-terima kasih, Paman," isaknya dengan sedikit gemetaran.

Deff menuntun Cat ke sebuah kursi kayu yang ada di pinggir jalan. Di bawah pohon yang rindang, Cat duduk sambil menenangkan hatinya. Dia sempat melirik di tempat semula, di mana Ayahnya berdiri. Dia melihat Damian melangkah menjauh meninggalkan tempat itu dengan membawa sebuah kotak. Ya, kotak yang isinya roti dari Paman Deff telah dibawa pergi oleh Damian. 

Deff kembali dengan membawa sebuah botol air mineral dan memberikannya pada Catharina. Gadis itu langsung meneguk air mineral itu.

"Sekali lagi terima kasih, Paman." Catharina tersenyum menatap pria yang duduk di sampingnya. Deff memang bukan Ayahnya, tapi Deff sudah menganggap Catharina sebagai anaknya sendiri.

"Sudahlah, jangan dipikirkan." Deff menepuk-nepuk bahu Catharina.

"Paman, kotak roti itu dibawa oleh Ayahku pergi," ujar Catharina menatap Deff.

"Kotak roti?" Deff mengulang kata-kata tersebut. "Oh, kotak itu. Biarkan saja, nanti Paman ganti yang baru," lanjutnya.

"Tidak perlu, Paman. Aku tidak mau merepotkan Paman." Catharina menunduk.

"Jangan bersedih, ya. Kau tunggu di sini dulu." Deff beranjak meninggalkan Catharina. Gadis cantik itu terus mengekori pria tua itu sampai masuk ke dalam toko roti. 

Deff keluar dari toko membawa sebuah kotak dan masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu Deff melangkah kembali ke kursi kayu di mana Catharina sedang duduk. Deff memberikan sebuah kotak dan amplop pada Catharina.

"Apa ini, Paman?" Catharina bingung.

"Kotak ini sama seperti kotak yang dibawa oleh Ayahmu dan amplop ini upahmu." Deff memberikan amplop putih pada Cat.

"U-upah apa, Paman?" tanya Cat tidak paham apa yang dimaksud oleh pria itu.

"Ini upah karena kau telah membantu Paman di toko selama seminggu," jawab Deff. "Padahal kau pun kerja di bar itu, tapi kau tetap mau membantu Paman disaat tubuh dan otakmu capek."

"Paman—terima kasih. Paman selalu baik padaku, tapi aku belum bisa membalas kebaikan Paman. Aku hanya bisa merepotkan Paman."

"Jangan dipikirkan." Paman Deff tersenyum.

Matahari dengan sempurna bertengger di atas kepala. Setelah pertemuannya dengan Paman Deff, Catharina langsung pulang ke rumah. Sepertinya gadis itu melupakan tujuan awalnya untuk mencari pekerjaan. 

Catharina berdiri tepat di depan pintu rumahnya. Dia memukul pelan kepalanya sendiri, ketika dia melupakan sesuatu.

"Bodoh sekali aku ini. Kenapa aku bisa lupa," gerutunya. Cat menarik napas panjang. "Mungkin aku harus mencari lowongan kerja lain waktu. Aku hanya punya libur sebulan sekali," dengkusnya.

Cat memegang gagang pintu dan memutarnya. Cat melongokkan kepalanya ke dalam rumah. Keadaan rumah siang itu tampak sepi. Lalu dia masuk ke dalam rumah dan menaruh kotak berisi enam jenis macam-macam roti di atas meja.

"Kenapa sepi?" Cat menyebarkan pandangannya ke seluruh ruangan. "Apa Ibu sedang tidur siang?" bisiknya sendiri. Catharina melangkah masuk ke dalam kamar Ibunya dan melihat Ibunya sedang tidur siang. Lalu dia kembali menutup pintunya kembali.

Catharina duduk di sebuah kursi kayu yang berdenyit ketika kursi itu didudukinya. Catharina kembali mengingat kejadian tadi. 

Aku masih bisa menjaga kehormatanku sampai sekarang. Tapi entah nanti, apakah aku masih bisa menjaga kehormatanku jika aku terus bekerja di sana. Aku tidak mau masa depanku hancur dan dosaku terus bertambah dengan berbohong pada Ibu. Batin Catharina bergejolak.

"Aku harus terus berusaha mencari jalan lain untuk mendapatkan pekerjaan." Lamunannya buyar karena keterkejutannya pada Celine yang baru pulang sekolah. 

"Eh—maaf, Kak. Maaf jika aku mengejutkan Kakak," ucap Celine nyengir. "Kenapa Kakak jam segini ada di rumah? Apa Kakak tidak kerja?" tanya Celine.

"Hari ini Kakak libur. Gantilah baju dulu dan ajaklah Ibu untuk makan siang."

~•••~

Malam itu di Heaven on Earth Bar kedatangan seorang pemuda yang bisa dibilang terpandang dan disegani. Pemuda terkaya di kota Berlin. Dia datang untuk kedua kalinya. Pemuda itu menikmati minuman yang disajikan oleh waitres. Dia pun memperhatikan wanita-wanita pemandu karaoke. Namun, dia tidak menemukan apa yang dia cari malam itu. Dia berdecak seperti kecewa, tapi dia tetap menikmati para wanita pemandu karaoke yang berpenampilan seksi.

"Apa Tuan tidak ingin berkaraoke?" Nyonya Lance terlihat ganjen mendekati pemuda itu. "Lihatlah wanita-wanita itu terlihat sangat seksi. Apa mereka tidak terlihat seksi di mata Tuan?" lanjut Nyonya Lance. Pemuda itu tidak menggubris perkataan Nyonya Lance yang sedari tadi berusaha mencari perhatian dari sang pemuda. 

Saat Nyonya Lance hendak menyentuh dan membelai pipi pemuda tampan tersebut, bodyguard yang ada di sampingnya segera menahan tangan wanita itu. Pemuda itu langsung menatap tajam pada Nyonya Lance.

"Aku sedang mencari seorang gadis dan tentunya dia harus masih perawan. Apakah di sini ada gadis seperti itu?" tanyanya mendekati Nyonya Lance.

TO BE CONTINUE.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Partner Life   PL 36. Perang Dingin (End)

    Senyum licik Gilly mulai mengembang. Dia merasa yakin jika rencananya kali ini akan berjalan dengan lancar.Ya, manusia hanya bisa berencana, tapi semua kembali pada sang Pencipta. Karena Marcel merasa ada yang janggal, pria itu memutuskan akan kembali ke rumah dengan cepat. Pria itu bukan khawatir dengan sang ibu, melainkan dia khawatir dengan seseorang.Dalam perjalanan menuju kantor, Marcel tidak tenang. Dia selalu menggigit kukunya saat menyetir bahkan ketika dia berhenti di lampu merah."Ah, ada apa dengan perasaan ini? Kenapa jantung ini berdetak cepat dan rasa itu ...." Marcel dikejutkan dengan suara klakson yang berbunyi nyaring di belakang. Marcel baru sadar jika lampu sudah berganti warna hijau. Marcel segera menjalankan mobilnya.Rasa tenang masih dia rasakan sampai kantor. Di sana pun Marcel berpapasan dengan Mischa. Marcel menundukkan sedikit kepalanya, akan tetapi Mischa sama sekali tidak merespons. Melirik pun juga tidak. Setelah Mischa melewatinya, Marcel menghentikan

  • Partner Life   PL 35. Black Label

    Mischa tergeletak di sofa. Botol Black Label yang tidak sengaja jatuh karena senggolan dari tubuh Mischa yang oleng tidak sadarkan diri. Air keluar dari botol sampai titik akhir.Mata itu terbuka dan tangan kanan bergerak memegang kepalanya. "Aahh ..," desah Mischa berusaha mengangkat tubuhnya. "Ke-kenapa kepalaku sakit sekali?" ucapnya lirih dan tak sengaja membangunkan seseorang yang sedang tidur di sampingnya."Ehm, sudah sadar?" ujar Catharina lirih sambil menutup mulutnya karena menguap."Memangnya aku kenapa?" tanya Mischa heran."Aku menemukanmu tergeletak di sofa," tunjuk Catharina."Aahh ...." Mischa kembali mengeluh dan memegangi kepalanya."Apa kau mabuk?" Catharina memberanikan diri untuk bertanya. Dia melihat Mischa menundukkan kepalanya."Buang botol itu, sayang," sahut Mischa.Catharina menoleh ke arah tempat yang ditunjuk oleh Mischa. Di sana ada beberapa botol Black Label. Catharina sempat bingung dengan Mischa, kenapa dia bisa mabuk? Atau memang dia sedang ada masala

  • Partner Life   PL 34. Masa Kelam Gilly

    Gilly melangkah dengan ringannya menuju ruang tengah. Hatinya merasakan kemenangan tersendiri. Wanita itu berjalan dengan berdendang ria, dia sama sekali tidak melihat ada Mischa di sana.Saat Gilly sadar ada Mischa di sana, wanita itu langsung menutup mulutnya. Mata itu melotot menatap Mischa. Secara reflek Gilly menggeleng-geleng kan kepalanya."Ti-tidak ... tidak, k-kau t-tidak pe-perlu m-mendengarkan ocehan ku. I-itu semua adalah omong kosong," jelas Gilly mencoba membela dirinya sendiri.Mischa berdecak, "Omong kosong katamu? Bagaimana bisa kau melemparkan kesalahanmu pada orang lain, hah? Berani sekali kau melakukan hal itu di rumahku? Apa kau ingin mati?" Mischa berdiri dari duduknya."Bu-bukan b-begitu ma-maksudku. Aku hanya ti-----""Kau tahu tidak, bagaimana rasanya jika benda ini menusuk rongga lehermu?" Mischa mengangkat tangan kanannya dan memperlihatkan sebuah benda kecil.Kedua tangan Gilly langsung memegang lehernya sendiri. Mischa melangkahkan kakinya mendekati Gilly

  • Partner Life   PL 33. Playing Victim pt 2

    Begitu mendengar sebuah teriakan Mischa berlari masuk ke dalam rumah dan menaiki anak tangga menuju lantai atas. Mischa berdiri di ambang pintu dan melihat seorang gadis terduduk sambil menangis."Ada apa ini?" tanyanya mendekati gadis itu. Namun, justru gadis itu menangis semakin menjadi-jadi. Di dalam ruangan itu ada sekitar lima orang dan semuanya terdiam tidak menjawab pertanyaan dari Mischa."Kenapa tidak ada yang menjawab, hah!" Mischa menyebarkan pandangannya mencari seseorang."Ada apa ini? Kenapa kalian semua berkumpul di kamar ini?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang Mischa.Mischa membalikkan badannya dan menatap gadis itu. "Dari mana saja kau ini?" Memegang kedua bahu gadis tersebut."Auw ... a-aku dari taman. Tadi aku melihat mobilmu masuk, makanya aku menyusulmu naik. Tolong, lepaskan cengkeraman tanganmu. Itu menyakitiku," rintis Catharina.Mischa pun melepaskan cengkeraman kedua tangannya. "Kau tahu apa yang terjadi di kamar ini?"Catharina menggeleng

  • Partner Life   PL 32. Sebuah Permainan

    Tautan itu terlepas. Mischa memandang lekat bola mata Catharina. Mata itu seperti memberi kode sesuatu pada Mischa. Pria tampan itu serasa menangkap sesuatu."Kau ingin memberitahu sesuatu padaku?" "Bukannya tadi aku sudah bilang padamu.""Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Aku akan selalu melindungimu," hibur Mischa.Namun, Catharina tidak seratus persen mempercayai ucapan Mischa. Gadis itu tahu betul Mischa seperti apa. Kadang baik, kadang juga bersikap dingin. Catharina kurang yakin dengan Mischa."Kenapa? Apa kau tidak percaya padaku?" lanjut Mischa.Catharina hanya menatap Mischa dan Catharina pun menggelengkan kepalanya. Akan tetapi mata itu tidak bisa membohongi. Sebenarnya Mischa sudah memahami itu, tapi dia memilih diam.Mischa menarik napas panjang dan mengembuskan pelan. Embusan napas Mischa menerpa halus wajah cantik Catharina. Gadis itu memejamkan matanya saat embusan napas itu mengenainya."Sudahlah. Jangan terlalu kau pikirkan. Lama-lama kau bisa keriput karena terlalu

  • Partner Life   PL 31. Rencana Gilly

    Adegan romantis yang begitu panas antara Mischa dan Catharina membuat seseorang menjadi panas. Seseorang itu tampak resah gelisah dibuatnya. Dia terlihat seperti orang bingung. Memainkan jari jemarinya dan menggigit bibir bawahnya. Sesekali membuang muka dan akhirnya meremas rambutnya sendiri, lalu pergi meninggalkan tempat tersebut.'Sial. Aku ini kenapa? Apakah aku ini ... ah, tidak ... tidak ... tapi,' batinnya dalam hati terhenti seketika saat berdiri di depan sebuah jendela. Mata itu kembali menatap ke arah sana dan kedua tangan itu mengepal sangat kuat. Kembali dia membuang muka dan melangkahkan lagi kakinya dengan kuat. Namun, langkah itu kembali berhenti."Apa kau menyukainya?" Sebuah suara melontarkan pertanyaan yang membuat hatinya mendadak berdetak tidak karuan."Tidak!" jawabnya dengan pasti."Apakah kau yakin dengan ucapanmu itu?" Kembali dia bertanya.Pemuda itu membalikkan badannya dan menatap wanita yang berdiri tidak jauh darinya. Tatapan tegas terlihat dari sorot mata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status