Bar tempat karaoke yang terletak di ujung jalan. Tempat itu selalu ramai dikunjungi oleh pelanggan-pelanggan yang kebanyakan pria. Ya, pria-pria berhidung belang yang selalu sesuka hati memegang atau meraba tubuh pemandu karaoke.
Catharina bekerja di Heaven on Earth sudah lebih dari enam bulan. Catharina menerima pekerjaan itu karena dia sudah kepepet. Mau tidak mau dan demi sesuap nasi, Cat harus menjalaninya.
Hari yang panas, sepanas berada di ruangan karaoke. Catharina dan Merlyn mendapat tugas untuk menemani dua pria sekitar umur empat puluh lima tahun. Tidak ada yang perlu dicurigai karena dua pria itu tidak berbuat yang aneh-aneh. Mereka berdua hanya datang untuk berkaraoke setelah seharian bekerja. Hari memang sudah memasuki sore, akan tetapi rasa panas masih dirasakan oleh Catharina.
"Untung hari ini partner kita tidak aneh-aneh, ya?" ujar Merlyn. Hal itu disambut anggukan oleh Catharina.
"Kita sudah selesai, kan?" tanya Catharina.
"Apa kau tidak ada lemburan?" Merlyn bertanya balik. Merlyn menatap Catharina yang terdiam bengong. "Kau kenapa?" lanjutnya bertanya. Catharina menarik napas panjang, lalu dia tersenyum menatap Merlyn.
"Tidak ada apa-apa. Hmm … kita pulang yuk," ajak Catharina pada Merlyn. Akan tetapi justru Merlyn mencegah kepergian Catharina dengan memegang tangannya. "Apa kau ada masalah?" Merlyn menatap Catharina.
Catharina mengurungkan niatnya untuk pergi dan dia memilih untuk duduk. Merlyn pun ikut duduk di sampingnya.
"Aku sebenarnya ingin pindah kerja, karena—" Catharina tidak meneruskan ucapannya.
"Karena kau tidak jujur pada keluargamu kalau kau bekerja di tempat karaoke," timpal Merlyn. Cat pun terkejut dan menoleh ke arah Merlyn.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Catharina heran.
"Jujur—aku pun juga tidak memberitahukan pada Ibuku kalau aku bekerja sebagai pemandu karaoke." Merlyn menundukkan kepalanya. "Aku takut jika aku bicara jujur, Ibuku bisa terkena serangan jantung," lanjutnya. Catharina mendekat dan merangkul Merlyn.
Ternyata bukan hanya aku saja yang mengalami ini, batin Catharina yang berpikir tentang dirinya.
"Tapi semua sudah terjadi. Aku sudah basah kuyup, jadi bagaimanapun juga aku harus melanjutkan ini. Tapi kau—" Merlyn menatap Catharina. Dia membelai rambut Cat. "Kau masih bisa mencari kerja yang lebih baik dari pekerjaanmu yang sekarang, karena kau belum terlalu jauh."
"Apa maksudmu?" tanya Catharina polos.
"Kau tahu sendiri pekerjaan di sini seperti apa? Jika kau tidak bisa menjaga dirimu, kau akan terjerumus ke lembah hitam. Jadi sebelum kau terjerumus terlalu dalam, kau bisa mencari pekerjaan lainnya. Mungkin seperti jaga toko atau minimarket," saran Merlyn menepuk-nepuk bahu Catharina.
Catharina terdiam mencerna kata-kata dari Merlyn. Antara ya atau tidak, Catharina pun bingung. Namun setelah itu lamunannya buyar karena seorang wanita memanggil Merlyn. Wanita itu adalah mucikari tempat tersebut.
"Cat, aku harus kerja lembur. Pikirkanlah baik-baik, jangan sampai kau menyesal untuk selamanya. Kau tahu kan, bahwa Nyonya Lance itu adalah mucikari." Merlyn berdiri dari duduknya, lalu menatap Catharina dan tersenyum. "Pikirkan baik-baik." Merlyn berlalu dari hadapan Catharina. Manik mata berwarna biru itu terus mengekori Merlyn sampai dia hilang ditelan pintu.
Cat terhenyak untuk sesaat. Dia menyandarkan kepalanya dan menarik napas. Untuk beberapa saat Cat memikirkan ucapan demi ucapan yang terlontar dari bibir Merlyn.
Apakah aku harus mengikuti kata hatiku? Tapi sudah dua orang yang menyuruhku untuk berhenti dari pekerjaan ini. Lalu aku harus mencari kerja di mana lagi? Cat terdiam menatap awang-awang.
Mungkin aku memang harus mencari kerja lainnya. Aku juga tidak ingin terus-menerus berbohong pada Ibu dan juga Celine. Baiklah, aku akan mencari pekerjaan lainnya.
Catharina berdiri dan meraih tas selempangnya. Dia segera pergi meninggalkan tempat kerjanya. Sebelum pulang, Cat membelikan oleh-oleh untuk orang rumah. Hari itu dia mendapatkan tips lebih dari para pelanggan.
~•••~
Paula heran melihat putri sulungnya masih santai di jam sembilan, sedangkan adiknya, Celine sudah berangkat sekolah. Wanita itu segera mendekati Catharina yang duduk sibuk menyetrika pakaian-pakaian Ibu, adiknya, dan juga miliknya sendiri. Paula duduk di dekat Cat dan menatap putrinya itu.
"Kenapa kau masih santai? Apa kau tidak kerja hari ini?" tanya Paula lembut.
"Hari ini aku free, Bu. Jadi aku ingin membereskan rumah dan setelah itu aku mau minta izin pada Ibu keluar sebentar." Catharina menatap Paula.
"Kau mau pergi ke mana?" Tanya Paula.
"Aku ada urusan dengan Aaric, Bu. Kemarin aku hampir saja kecopetan," terang Cat, "Untung ada Aaric yang menolongku. Coba kalau tidak ada dia. Entah bagaimana nasibku." ucap Cat.
"Astaga. Tapi kau tidak apa-apa kan, Sayang?" Paula terlihat khawatir.
Catharina menghentikan aktivitasnya, lalu menatap wanita yang ada di sampingnya. "Ibu tidak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa."
"Oiya, kemarin Aaric mampir ke rumah."
DEG! Mendengarkan Ibunya, Catharina langsung kaget. Dia kembali menghentikan aktivitasnya menggosok pakaian. Dia takut kalau Aaric akan menceritakan tentang tempat kerjanya. Walaupun Aaric juga belum mengetahuinya.
"Dia mengantarkan sekotak cake pada Ibu. Tapi maaf, Ibu tidak menyisakan untukmu," ucap Paula.
"Ah, tidak apa, Bu," ucap Cat lega setelah mendengarkan penjelasan dari Ibunya.
"Ya sudah, Ibu tinggal dulu. Kalau Ibu terus-menerus mengajakmu ngobrol nanti pekerjaanmu tidak akan selesai." Paula meninggalkan Cat yang tengah sibuk dengan tumpukan pakaian.
Kelegaan dirasakan Catharina setelah Ibunya pergi. Dia langsung menyelesaikan pekerjaannya dan segera menemui Aaric.
Setelah berpamitan dengan Paula, Catharina melangkah menyusuri trotoar. Sampai di rumah Aaric, ternyata pemuda itu tidak ada di rumah. Aaric sedang kerja. Lalu Catharina memutuskan untuk jalan-jalan menyusuri kota. Dia berharap akan menemukan lowongan pekerjaan.
Catharina berdiri di sebuah toko roti di pinggir jalan raya. Bukan dia menginginkan sesuatu, tapi dia membaca sebuah kertas yang ditempel di dinding.
Dibutuhkan segera tenaga untuk memasak di dapur. Jika berminat langsung segera masuk ke dalam dan bertemu dengan owner.
Begitulah bunyi tulisan yang tertempel di dinding. Cat berdecak dan menarik napas.
"Aku tidak bisa memasak. Yang ada nanti aku akan mempermalukan diriku sendiri," gerutu Cat. Gadis itu kembali melangkahkan kakinya. Namun langkahnya terhenti saat dia menangkap seseorang memanggil namanya.
"Catharina!" panggil seorang pria yang baru saja keluar dari toko roti tersebut. Gadis cantik itu menoleh.
"Paman Deff!" sahut Catharina. Pria itu lantas mendekati Catharina. Dia pun mengajak Catharina untuk duduk di bangku depan toko.
"Kenapa kau di sini?" tanya Paman Deff.
"Hari ini aku libur. Paman sendiri sedang apa di sini?" Cat balik bertanya.
"Toko ini langganan Paman. Jadi Paman mengambil roti dari sini. Apa kau sudah sarapan?" Paman Deff menatap Cat. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Kau tunggu di sini." Paman Deff beranjak masuk ke dalam. Beberapa menit dia keluar dengan membawa sesuatu. "Makanlah dan ini bawalah pulang untuk Ibu dan adikmu." Paman Deff memberikan sebuah kardus pada Cat.
"Berapa semuanya, Paman?" tanya Cat membuka tas selempangnya.
"Ini gratis untukmu." Paman Deff tersenyum.
"Eh, tidak bisa begitu, Paman," protes Cat.
"Sudah. Tidak perlu sungkan," tolak Paman Deff ketika Cat menyodorkan uang pada pria itu. "Simpan saja itu, kau lebih membutuhkannya."
Catharina akhirnya menarik tangannya dan akan memasukkan uang tersebut ke dalam tasnya. Namun tiba-tiba, seseorang langsung merebut uang tersebut dari tangan Catharina.
Siapa orang yang merebut uang itu?
TO BE CONTINUE
Catharina terkejut saat seseorang merebut paksa uang yang ada dalam genggaman tangannya. Sempat terjadi tarik-menarik antara Cat dan pria tersebut. Namun, akhirnya Cat memilih melepaskannya."Cat, are you okay?" Paman Deff mendekati Catharina. "Kenapa kau lepaskan?" lanjutnya bertanya. Cat terus menatap pria yang berdiri tidak jauh darinya."Well, tiap hari kalau kau seperti ini sudah pasti kau akan dapat uang banyak. Ah—ternyata type-mu itu adalah pria-pria setengah tua, ya?" ocehnya tidak karuan."Jaga bicaramu, hah!" Deff terlihat marah.
Nyonya Lance terus-menerus memikirkan siapa yang dimaksud oleh Tuan Wagner itu. Perlahan dia mengingat satu-persatu anak-anak yang ada di Bar itu. Nyonya Lance langsung teringat gadis yang dimasukkan oleh Deff. "Mungkinkah Catharina?" Nyonya Lance sudah bisa menduganya. Di hari berikutnya, Nyonya Lance memanggil Catharina ke ruangannya. Gadis cantik itu tampak bingung. Dia mengetuk pintu dengan pelan. Setelah terdengar sahutan suara dari dalam sana, Catharina pun membuka pintu dan masuk. "Duduklah!" perintah Nyonya Lance. Catharina menuruti perintah Nyonya Lance yang terkenal galak. Cat duduk berhadapan dengan Nyonya Lance dan dibatasi oleh sebuah meja. Catharina begitu takut dan gugup, dia bertanya-tanya dalam hatinya. Nyonya Lance menarik napas dan menatap Catharin
"Bagaimana bisa dia tertidur, sedangkan aku belum melakukan apa-apa," keluh Mischa yang melihat Catharina sudah tertidur lelap. "Ya sudah, mungkin dia lelah menungguku." Mischa melangkah masuk ke dalam kamar dan keluar membawa selimut, kemudian menutupi tubuh Catharina. Empat jam sebelumnya. Getaran ponsel milik Mischa menghentikan aktivitasnya yang hendak mencumbu Catharina. Pemuda itu segera meraih ponsel yang tergeletak di atas lemari dan melangkah sedikit menjauh dari Catharina. Mischa segera menjawab panggilan masuk tersebut. Dia begitu sangat serius mendengarkan suara dari seberang sana. Lantas setelah menutup sambungan telepon tersebut, Mischa menatap Catharina yang sedang duduk. "Malam ini sepertinya aku harus meninggalkanmu," ucap Mischa. "Tidak masalah!" jawab Catharina singkat. "Aku pergi dulu. Selesai menyelesaikan urusan kantor aku
Pertama tiba dan sampai detik ini juga, belum terjadi apa-apa dengan Catharina. Dia belum sama sekali disentuh oleh si penyewanya yang tidak lain adalah Mischa Wagner. Ya, Catharina masih perawan. Selama bekerja menjadi pemandu karaoke, Catharina masih terlindungi. Untung saja Nyonya Lance jarang melirik Catharina. Mungkin Nyonya Lance tidak begitu memperhatikan bentuk tubuh Catharina, bahkan Nyonya Lance terkejut saat seorang pengusaha muda justru menolak tawaran wanita pilihan darinya. Justru pria itu memilih pilihannya sendiri. Catharina Berntsen dipilih sendiri oleh Mischa Wagner untuk menjadi partner bayarannya. Mischa menyewa Catharina selama beberapa hari. Dihari pertama Catharina belum disentuh sedikit pun oleh Mischa. Malam itu tiba, Mischa yang pulang lebih awal dari kantornya tampak sedang santai duduk di balkon membaca sebuah buku ditemani dengan secangkir teh hangat. Catharina yang saat itu baru selesai man
Suasana kian panas, walaupun di luar sana hujan turun dengan lebat. AC tidak bisa menandingi panasnya cuaca saat itu. Gemuruh rintik hujan terdengar dari dalam ruangan. Mischa memang sengaja membuka tirai yang menutupi pintu balkon apartemennya. Pria yang menyewa Catharina menatap intens, begitu dalam dan begitu lekat menusuk hati Catharina. Mischa menyibakkan anak rambut yang menutupi mata sebelah kiri Catharina. Perlahan Mischa menggendong tubuh Catharina ala Bridal Style dan membaringkannya di atas ranjang. Tangan Mischa aktif bergerilya menjamah tubuh putih milik Catharina. Catharina memang mempunyai kulit yang halus hingga membuat Mischa betah menjamah tubuhnya. Jantung Catharina berdegup sangat cepat saat Mischa merangkak di atas tubuhnya dan berhenti tepat di atas wajahnya. "Santai saja. Jangan terlalu gugup." Mischa Melanjutkan aktivitasnya. Dia mendekatkan wajahnya pada daun telinga Catharina. "Kau ben
Hidup memang keras, harus punya pilihan untuk menentukan jalan hidup ke depan. Kadang kita bisa memilih, terkadang kita harus pasrah dengan jalan yang sudah digariskan. Dunia ini menyimpan banyak rahasia yang kita tidak tahu, karena semua sudah diatur oleh Sang Pemberi Hidup. Ini baru awalan dan permainan yang sebenarnya baru akan dimulai. Pemanasan yang membuat Catharina sempat menahan rasa pedih dan rasa tak berdaya saat dia harus mengambil keputusan menjadi wanita bayaran. Hanya karena uang, Catharina harus merendahkan harga dirinya. Sama sekali dia tidak berpikir sampai kesitu. Dia harus menukar semua yang dia miliki termasuk harga dirinya demi uang yakni berhubungan badan dengan pria yang bukan suaminya. Mischa yang sudah menguasai tubuh Catharina, pria itu dapat dengan leluasa melihat setiap lekuk tubuh indah Catharina. Tubuh itu terekspos dengan jelas tanpa sehelai benang pun. Kini Mischa telah siap untuk bertempur, dia mengatur posisi un
Mischa benar-benar melakukannya lagi sehingga membuat Catharina kewalahan. Mischa pun tidak melihat betapa kesakitan Catharina saat itu. Yang ada dalam pikiran Mischa adalah nafsu dan nafsu. Entah apa yang dirasakan oleh Mischa dan Catharina saat ini. Keduanya hanya bermain dalam pusaran yang tidak jelas ujungnya. Mischa membutuhkan Catharina sebagai partnernya. Sedangkan Catharina, gadis itu membutuhkan Mischa untuk menjadi mesin uangnya. Tidak ada ikatan dan tidak ada rasa cinta. Semua terjalin begitu saja akibat ada ketergantungan satu dengan lainnya. Keadaan yang membuat keduanya tidak bisa saling melepaskan dan entah itu sampai kapan. Mungkinkah keduanya akan saling jatuh cinta atau mereka berdua akan bosan dengan sendirinya dan memilih pergi? Suara kicau burung membuat Catharina yang masih tidur dengan cantiknya terbangun. Mata cantik dan lentik itu terbuka berlahan. Dia menggeliat dan tidak menemukan Mischa ada di sana. Ca
Saat Darren berusaha menarik kasar Catharina, gadis itu terus meronta. Dia mencoba untuk melepaskan diri dari cengkeraman tangan Darren yang sangat menyakitinya. Kulit putih dan mulus milik Catharina sobek karena kuku Darren. Catharina mencoba menahan rasa sakit. Namun, pada akhirnya Darren melepas cengkeramannya saat sebuah suara mengancamnya akan memanggil polisi dan berteriak agar semua warga mendengar. Darren pun pergi berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun. Akan tetapi dia sempat berbisik pada Catharina bahwa dirinya akan bersungguh-sungguh melukai Mischa ataupun siapapun yang berusaha menghalanginya termasuk pemuda yang baru saja menggagalkan aksinya. Ya. Aaric memang datang tepat waktu. Pemuda itu lantas menghampiri Catharina setelah kepergian Darren. "Kau tidak apa-apa?" tanya Aaric memegang tangan Catharina yang terluka. Catharina menggeleng pelan, walaupun dia tahu jika kuku Darre