Home / Romansa / Partner Life / PL 6. Wanita Bayaran

Share

PL 6. Wanita Bayaran

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2021-09-12 00:39:11

Nyonya Lance terus-menerus memikirkan siapa yang dimaksud oleh Tuan Wagner itu. Perlahan dia mengingat satu-persatu anak-anak yang ada di Bar itu. Nyonya Lance langsung teringat gadis yang dimasukkan oleh Deff.

"Mungkinkah Catharina?" Nyonya Lance sudah bisa menduganya.

Di hari berikutnya, Nyonya Lance memanggil Catharina ke ruangannya. Gadis cantik itu tampak bingung. Dia mengetuk pintu dengan pelan. Setelah terdengar sahutan suara dari dalam sana, Catharina pun membuka pintu dan masuk.

"Duduklah!" perintah Nyonya Lance. Catharina menuruti perintah Nyonya Lance yang terkenal galak. Cat duduk berhadapan dengan Nyonya Lance dan dibatasi oleh sebuah meja.

Catharina begitu takut dan gugup, dia bertanya-tanya dalam hatinya. Nyonya Lance menarik napas dan menatap Catharina. Gadis itu langsung menundukkan kepalanya, dia merasakan aneh ditatap seperti itu oleh Nyonya Lance.

"Aku tahu kau sedang ada masalah keuangan dalam keluargamu. Terlebih lagi soal Ayahmu dan Ibumu." 

Catharina mengangkat kepalanya dan menatap Nyonya Lance. Catharina menangkap senyuman aneh pada wajah wanita yang ada di hadapannya ini. 

"Kau memang terbilang baru di Bar-ku ini, tapi aku melihat cara kerjamu juga sangat bagus." Nyonya Lance memainkan matanya memberi kode pada Catharina, akan tetapi gadis tersebut tidak memahaminya.

"Ma-maksud Nyonya apa?" tanya Cat.

"Aku akan memberimu sebuah tawaran. Aku rasa tawaran ini akan sangat membantu keuangan keluargamu dan bisa untuk biaya pengobatan Ibumu serta biaya sekolah adikmu. Bagaimana? Apa kau menyetujuinya?" tanya Nyonya Lance.

~•••~

Beberapa bulan kemudian.

Suasana kota Berlin di pagi hari begitu cerah. Di mana banyak orang berlalu lalang untuk melanjutkan aktivitasnya. Berlin adalah tempat di mana seorang gadis cantik harus menjalani kehidupannya yang keras. Dia mulai menjalani hidupnya yang keras sebagai wanita bayaran. Pertama kalinya karena uang, dia harus melayani nafsu dari seorang pemuda yang baru dia kenal.

Siang itu, Catharina memakai celana denim pendek berwarna cream dan high heel yang lumayan tinggi. Dia berjalan ditemani oleh Nyonya Lance masuk ke dalam sebuah apartemen yang dihuni oleh orang-orang elit. Nyonya Lance, si pemilik bar di mana Catharina bekerja menggandeng tangan Catharina, membawanya masuk ke dalam lift. Catharina hanya diam tak berdaya sembari menahan sedih karena jalan sesat yang diambilnya.

Pintu lift tertutup. Nyonya Lance menekan angka 9, yang artinya si penyewa ada di lantai tersebut. Gadis itu mulai merasa sangat gugup, sesekali pandangannya mengarah pada kaca di dalam lift untuk memperhatikan penampilannya. Setelah sampai pintu lift terbuka. Nyonya Lance menggandeng tangan Catharina menuju kamar apartemen dengan nomor pintu 9 C.

Nyonya Lance tanpa ragu menekan bel. Tidak lama setelah beberapa kali bel berbunyi, seseorang membukakan pintu apartemen itu. Dia seorang pemuda tampan dengan memakai kaos warna merah dan celana jeans biru. Pemuda itu tersenyum menatap Catharina.

"Aku sudah membawanya," ujar Nyonya Lance, mendorong tubuh Catharina agar mendekati pemuda tampan itu.

"Oke. Ini imbalan untukmu. Pergilah!" perintah pemuda tampan tersebut sembari memberikan amplop yang lumayan tebal untuk Nyonya Lance.

"Terima kasih, Tuan Wagner," tegas Nyonya Lance, lalu pergi meninggalkan Catharina.

"Ayo masuk," ajak pemuda itu menarik tangan Catharina masuk ke dalam apartemennya. Rumah yang tidak cukup luas, hanya terdapat tiga ruangan dan satu ruang tamu bersebelahan dengan dapur. Elegan dan mewah menandakan kesan high-class si empunya apartemen.

Pemuda itu terus menggandeng Catharina masuk ke dalam kamar. Catharina sangat terlihat gugup dan takut karena lirikan tajam pemuda tersebut. Cat terlihat sangat tertekan. Kamar yang berukuran sangat luas dengan kamar mandi di dalamnya. Pemuda itu melepas genggaman tangannya dan duduk di atas sofa, sedangkan Cat masih terkesima dengan keadaan dan desain kamar tersebut.

"Siapa namamu?" Pemuda itu menatap Cat dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan penuh nafsu.

"Oh, namaku Catharina," ujarnya lirih. Setelahnya pemuda itu bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati Catharina yang tengah berdiri. Dia tampak mengendus leher belakang Cat dan membisikan sesuatu.

"Namaku Mischa Wagner." Tersenyum menatap Cat. Tangannya membelai rambut Catharina, membuat jantung Cat berdegup tidak beraturan

"Ma-maaf, Tuan. Aku belum mencuci rambutku." Cat memundurkan tubuhnya.

"Tidak masalah. Kau bisa mandi dan mencuci rambutmu dulu," saran dari Mischa. Pemuda itu melangkah ke arah lemari dan mengeluarkan handuk. "Pergilah mandi!" perintah Mischa. Cat menuruti perintah pemuda itu. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya.

Catharina berdiri terpaku menatap wajahnya di pantulan cermin yang ada di dalam kamar mandi. Dia mulai merasa sangat gugup dan mual seketika. Catharina terdiam terus menatap ke depan, seolah pandangannya kosong. Lamunannya buyar karena sebuah suara ketukan.

"Kau bisa memakai sabun dan shampo-ku," teriak Mischa dari luar.

"I-iya ...," jawab Cat gugup.

"Kau tidak perlu gugup dan aku akan membiarkanmu mandi dengan leluasa," teriaknya kembali.

Cat tidak merespon ucapan Mischa, dia sibuk melepas pakaiannya dan membasahi tubuhnya dengan air yang keluar dari shower. Airnya sangat hangat, Cat membersihkan dirinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Hmm ... Shampo ini wangi sekali," beo-nya. Karena keasikan mandi, Cat jadi melupakan kegugupan yang dirasakannya. Mendadak dia diam dan menghentikan aktivitasnya.

"Apa keputusanku ini sudah tepat?" lirihnya. "Apakah aku akan menyesal di kemudian hari?" lanjutnya mematikan shower dan mengeringkan badannya. Kembali dia menatap dirinya sendiri di cermin.

"Aku melakukan ini demi uang. Aku tidak sanggup melihat Ibu menderita dan aku ingin masa depan Celine lebih baik dariku," tegas Cat meyakinkan dirinya sendiri.

"Tapi—aku benar-benar gugup," ujarnya. Lama Cat berdiri di depan cermin hingga untuk kedua kalinya Mischa mengejutkan dengan mengetuk pintu kamar mandi.

"Kenapa kau sangat lama berada di dalam kamar mandi? Kau baik-baik saja, kan?" teriak Mischa memastikannya. Tidak lama pintu terbuka dan muncul-lah Cat dengan balutan pakaian yang dia kenakan tadi serta handuk yang melingkar di kepalanya.

Mischa menarik tangan Catharina dan mendudukkannya di sofa. Lalu pemuda tersebut membuka laci dan mengeluarkan hair-dryer. Mischa dengan lembut membuka handuk yang melingkar di kepalanya dan tergerai-lah rambut blonde milik Catharina. Mischa menyalakan hair-dryer tersebut dan mengeringkan rambut Catharina dengan telatennya. Catharina hanya diam dan memperhatikan wajah pemuda itu.

Tampan. Sangat tampan dan bibir itu— batinnya saat itu. Cat terus memperhatikannya dari pantulan cermin yang ada di depannya. Sesekali dia mencuri pandang, melirik Mischa. Cat begitu sangat mengagumi ketampanan pemuda tersebut.

"Kenapa kau terus-menerus mencuri-curi pandang?" Mischa menatap Cat dan alhasil membuat Cat gugup dan salah tingkah.

"Rambutmu sangat indah. Wajahmu juga sangat cantik—sepertinya aku tertarik padamu," bisik Mischa mendekatkan wajahnya dan menggigit telinga Catharina. Hal itu membuatnya terkejut akan keagresifan seorang Mischa.

Apa yang akan terjadi setelah itu?

TO BE CONTINUE

Cheezyweeze

Hai ... Hai, jangan lupa mampir di ceritaku yang lainnya ya (2.59, Brittleness, dan My Adorable CEO)

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Partner Life   PL 36. Perang Dingin (End)

    Senyum licik Gilly mulai mengembang. Dia merasa yakin jika rencananya kali ini akan berjalan dengan lancar.Ya, manusia hanya bisa berencana, tapi semua kembali pada sang Pencipta. Karena Marcel merasa ada yang janggal, pria itu memutuskan akan kembali ke rumah dengan cepat. Pria itu bukan khawatir dengan sang ibu, melainkan dia khawatir dengan seseorang.Dalam perjalanan menuju kantor, Marcel tidak tenang. Dia selalu menggigit kukunya saat menyetir bahkan ketika dia berhenti di lampu merah."Ah, ada apa dengan perasaan ini? Kenapa jantung ini berdetak cepat dan rasa itu ...." Marcel dikejutkan dengan suara klakson yang berbunyi nyaring di belakang. Marcel baru sadar jika lampu sudah berganti warna hijau. Marcel segera menjalankan mobilnya.Rasa tenang masih dia rasakan sampai kantor. Di sana pun Marcel berpapasan dengan Mischa. Marcel menundukkan sedikit kepalanya, akan tetapi Mischa sama sekali tidak merespons. Melirik pun juga tidak. Setelah Mischa melewatinya, Marcel menghentikan

  • Partner Life   PL 35. Black Label

    Mischa tergeletak di sofa. Botol Black Label yang tidak sengaja jatuh karena senggolan dari tubuh Mischa yang oleng tidak sadarkan diri. Air keluar dari botol sampai titik akhir.Mata itu terbuka dan tangan kanan bergerak memegang kepalanya. "Aahh ..," desah Mischa berusaha mengangkat tubuhnya. "Ke-kenapa kepalaku sakit sekali?" ucapnya lirih dan tak sengaja membangunkan seseorang yang sedang tidur di sampingnya."Ehm, sudah sadar?" ujar Catharina lirih sambil menutup mulutnya karena menguap."Memangnya aku kenapa?" tanya Mischa heran."Aku menemukanmu tergeletak di sofa," tunjuk Catharina."Aahh ...." Mischa kembali mengeluh dan memegangi kepalanya."Apa kau mabuk?" Catharina memberanikan diri untuk bertanya. Dia melihat Mischa menundukkan kepalanya."Buang botol itu, sayang," sahut Mischa.Catharina menoleh ke arah tempat yang ditunjuk oleh Mischa. Di sana ada beberapa botol Black Label. Catharina sempat bingung dengan Mischa, kenapa dia bisa mabuk? Atau memang dia sedang ada masala

  • Partner Life   PL 34. Masa Kelam Gilly

    Gilly melangkah dengan ringannya menuju ruang tengah. Hatinya merasakan kemenangan tersendiri. Wanita itu berjalan dengan berdendang ria, dia sama sekali tidak melihat ada Mischa di sana.Saat Gilly sadar ada Mischa di sana, wanita itu langsung menutup mulutnya. Mata itu melotot menatap Mischa. Secara reflek Gilly menggeleng-geleng kan kepalanya."Ti-tidak ... tidak, k-kau t-tidak pe-perlu m-mendengarkan ocehan ku. I-itu semua adalah omong kosong," jelas Gilly mencoba membela dirinya sendiri.Mischa berdecak, "Omong kosong katamu? Bagaimana bisa kau melemparkan kesalahanmu pada orang lain, hah? Berani sekali kau melakukan hal itu di rumahku? Apa kau ingin mati?" Mischa berdiri dari duduknya."Bu-bukan b-begitu ma-maksudku. Aku hanya ti-----""Kau tahu tidak, bagaimana rasanya jika benda ini menusuk rongga lehermu?" Mischa mengangkat tangan kanannya dan memperlihatkan sebuah benda kecil.Kedua tangan Gilly langsung memegang lehernya sendiri. Mischa melangkahkan kakinya mendekati Gilly

  • Partner Life   PL 33. Playing Victim pt 2

    Begitu mendengar sebuah teriakan Mischa berlari masuk ke dalam rumah dan menaiki anak tangga menuju lantai atas. Mischa berdiri di ambang pintu dan melihat seorang gadis terduduk sambil menangis."Ada apa ini?" tanyanya mendekati gadis itu. Namun, justru gadis itu menangis semakin menjadi-jadi. Di dalam ruangan itu ada sekitar lima orang dan semuanya terdiam tidak menjawab pertanyaan dari Mischa."Kenapa tidak ada yang menjawab, hah!" Mischa menyebarkan pandangannya mencari seseorang."Ada apa ini? Kenapa kalian semua berkumpul di kamar ini?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang Mischa.Mischa membalikkan badannya dan menatap gadis itu. "Dari mana saja kau ini?" Memegang kedua bahu gadis tersebut."Auw ... a-aku dari taman. Tadi aku melihat mobilmu masuk, makanya aku menyusulmu naik. Tolong, lepaskan cengkeraman tanganmu. Itu menyakitiku," rintis Catharina.Mischa pun melepaskan cengkeraman kedua tangannya. "Kau tahu apa yang terjadi di kamar ini?"Catharina menggeleng

  • Partner Life   PL 32. Sebuah Permainan

    Tautan itu terlepas. Mischa memandang lekat bola mata Catharina. Mata itu seperti memberi kode sesuatu pada Mischa. Pria tampan itu serasa menangkap sesuatu."Kau ingin memberitahu sesuatu padaku?" "Bukannya tadi aku sudah bilang padamu.""Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Aku akan selalu melindungimu," hibur Mischa.Namun, Catharina tidak seratus persen mempercayai ucapan Mischa. Gadis itu tahu betul Mischa seperti apa. Kadang baik, kadang juga bersikap dingin. Catharina kurang yakin dengan Mischa."Kenapa? Apa kau tidak percaya padaku?" lanjut Mischa.Catharina hanya menatap Mischa dan Catharina pun menggelengkan kepalanya. Akan tetapi mata itu tidak bisa membohongi. Sebenarnya Mischa sudah memahami itu, tapi dia memilih diam.Mischa menarik napas panjang dan mengembuskan pelan. Embusan napas Mischa menerpa halus wajah cantik Catharina. Gadis itu memejamkan matanya saat embusan napas itu mengenainya."Sudahlah. Jangan terlalu kau pikirkan. Lama-lama kau bisa keriput karena terlalu

  • Partner Life   PL 31. Rencana Gilly

    Adegan romantis yang begitu panas antara Mischa dan Catharina membuat seseorang menjadi panas. Seseorang itu tampak resah gelisah dibuatnya. Dia terlihat seperti orang bingung. Memainkan jari jemarinya dan menggigit bibir bawahnya. Sesekali membuang muka dan akhirnya meremas rambutnya sendiri, lalu pergi meninggalkan tempat tersebut.'Sial. Aku ini kenapa? Apakah aku ini ... ah, tidak ... tidak ... tapi,' batinnya dalam hati terhenti seketika saat berdiri di depan sebuah jendela. Mata itu kembali menatap ke arah sana dan kedua tangan itu mengepal sangat kuat. Kembali dia membuang muka dan melangkahkan lagi kakinya dengan kuat. Namun, langkah itu kembali berhenti."Apa kau menyukainya?" Sebuah suara melontarkan pertanyaan yang membuat hatinya mendadak berdetak tidak karuan."Tidak!" jawabnya dengan pasti."Apakah kau yakin dengan ucapanmu itu?" Kembali dia bertanya.Pemuda itu membalikkan badannya dan menatap wanita yang berdiri tidak jauh darinya. Tatapan tegas terlihat dari sorot mata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status