Share

PL 6. Wanita Bayaran

Nyonya Lance terus-menerus memikirkan siapa yang dimaksud oleh Tuan Wagner itu. Perlahan dia mengingat satu-persatu anak-anak yang ada di Bar itu. Nyonya Lance langsung teringat gadis yang dimasukkan oleh Deff.

"Mungkinkah Catharina?" Nyonya Lance sudah bisa menduganya.

Di hari berikutnya, Nyonya Lance memanggil Catharina ke ruangannya. Gadis cantik itu tampak bingung. Dia mengetuk pintu dengan pelan. Setelah terdengar sahutan suara dari dalam sana, Catharina pun membuka pintu dan masuk.

"Duduklah!" perintah Nyonya Lance. Catharina menuruti perintah Nyonya Lance yang terkenal galak. Cat duduk berhadapan dengan Nyonya Lance dan dibatasi oleh sebuah meja.

Catharina begitu takut dan gugup, dia bertanya-tanya dalam hatinya. Nyonya Lance menarik napas dan menatap Catharina. Gadis itu langsung menundukkan kepalanya, dia merasakan aneh ditatap seperti itu oleh Nyonya Lance.

"Aku tahu kau sedang ada masalah keuangan dalam keluargamu. Terlebih lagi soal Ayahmu dan Ibumu." 

Catharina mengangkat kepalanya dan menatap Nyonya Lance. Catharina menangkap senyuman aneh pada wajah wanita yang ada di hadapannya ini. 

"Kau memang terbilang baru di Bar-ku ini, tapi aku melihat cara kerjamu juga sangat bagus." Nyonya Lance memainkan matanya memberi kode pada Catharina, akan tetapi gadis tersebut tidak memahaminya.

"Ma-maksud Nyonya apa?" tanya Cat.

"Aku akan memberimu sebuah tawaran. Aku rasa tawaran ini akan sangat membantu keuangan keluargamu dan bisa untuk biaya pengobatan Ibumu serta biaya sekolah adikmu. Bagaimana? Apa kau menyetujuinya?" tanya Nyonya Lance.

~•••~

Beberapa bulan kemudian.

Suasana kota Berlin di pagi hari begitu cerah. Di mana banyak orang berlalu lalang untuk melanjutkan aktivitasnya. Berlin adalah tempat di mana seorang gadis cantik harus menjalani kehidupannya yang keras. Dia mulai menjalani hidupnya yang keras sebagai wanita bayaran. Pertama kalinya karena uang, dia harus melayani nafsu dari seorang pemuda yang baru dia kenal.

Siang itu, Catharina memakai celana denim pendek berwarna cream dan high heel yang lumayan tinggi. Dia berjalan ditemani oleh Nyonya Lance masuk ke dalam sebuah apartemen yang dihuni oleh orang-orang elit. Nyonya Lance, si pemilik bar di mana Catharina bekerja menggandeng tangan Catharina, membawanya masuk ke dalam lift. Catharina hanya diam tak berdaya sembari menahan sedih karena jalan sesat yang diambilnya.

Pintu lift tertutup. Nyonya Lance menekan angka 9, yang artinya si penyewa ada di lantai tersebut. Gadis itu mulai merasa sangat gugup, sesekali pandangannya mengarah pada kaca di dalam lift untuk memperhatikan penampilannya. Setelah sampai pintu lift terbuka. Nyonya Lance menggandeng tangan Catharina menuju kamar apartemen dengan nomor pintu 9 C.

Nyonya Lance tanpa ragu menekan bel. Tidak lama setelah beberapa kali bel berbunyi, seseorang membukakan pintu apartemen itu. Dia seorang pemuda tampan dengan memakai kaos warna merah dan celana jeans biru. Pemuda itu tersenyum menatap Catharina.

"Aku sudah membawanya," ujar Nyonya Lance, mendorong tubuh Catharina agar mendekati pemuda tampan itu.

"Oke. Ini imbalan untukmu. Pergilah!" perintah pemuda tampan tersebut sembari memberikan amplop yang lumayan tebal untuk Nyonya Lance.

"Terima kasih, Tuan Wagner," tegas Nyonya Lance, lalu pergi meninggalkan Catharina.

"Ayo masuk," ajak pemuda itu menarik tangan Catharina masuk ke dalam apartemennya. Rumah yang tidak cukup luas, hanya terdapat tiga ruangan dan satu ruang tamu bersebelahan dengan dapur. Elegan dan mewah menandakan kesan high-class si empunya apartemen.

Pemuda itu terus menggandeng Catharina masuk ke dalam kamar. Catharina sangat terlihat gugup dan takut karena lirikan tajam pemuda tersebut. Cat terlihat sangat tertekan. Kamar yang berukuran sangat luas dengan kamar mandi di dalamnya. Pemuda itu melepas genggaman tangannya dan duduk di atas sofa, sedangkan Cat masih terkesima dengan keadaan dan desain kamar tersebut.

"Siapa namamu?" Pemuda itu menatap Cat dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan penuh nafsu.

"Oh, namaku Catharina," ujarnya lirih. Setelahnya pemuda itu bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati Catharina yang tengah berdiri. Dia tampak mengendus leher belakang Cat dan membisikan sesuatu.

"Namaku Mischa Wagner." Tersenyum menatap Cat. Tangannya membelai rambut Catharina, membuat jantung Cat berdegup tidak beraturan

"Ma-maaf, Tuan. Aku belum mencuci rambutku." Cat memundurkan tubuhnya.

"Tidak masalah. Kau bisa mandi dan mencuci rambutmu dulu," saran dari Mischa. Pemuda itu melangkah ke arah lemari dan mengeluarkan handuk. "Pergilah mandi!" perintah Mischa. Cat menuruti perintah pemuda itu. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya.

Catharina berdiri terpaku menatap wajahnya di pantulan cermin yang ada di dalam kamar mandi. Dia mulai merasa sangat gugup dan mual seketika. Catharina terdiam terus menatap ke depan, seolah pandangannya kosong. Lamunannya buyar karena sebuah suara ketukan.

"Kau bisa memakai sabun dan shampo-ku," teriak Mischa dari luar.

"I-iya ...," jawab Cat gugup.

"Kau tidak perlu gugup dan aku akan membiarkanmu mandi dengan leluasa," teriaknya kembali.

Cat tidak merespon ucapan Mischa, dia sibuk melepas pakaiannya dan membasahi tubuhnya dengan air yang keluar dari shower. Airnya sangat hangat, Cat membersihkan dirinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Hmm ... Shampo ini wangi sekali," beo-nya. Karena keasikan mandi, Cat jadi melupakan kegugupan yang dirasakannya. Mendadak dia diam dan menghentikan aktivitasnya.

"Apa keputusanku ini sudah tepat?" lirihnya. "Apakah aku akan menyesal di kemudian hari?" lanjutnya mematikan shower dan mengeringkan badannya. Kembali dia menatap dirinya sendiri di cermin.

"Aku melakukan ini demi uang. Aku tidak sanggup melihat Ibu menderita dan aku ingin masa depan Celine lebih baik dariku," tegas Cat meyakinkan dirinya sendiri.

"Tapi—aku benar-benar gugup," ujarnya. Lama Cat berdiri di depan cermin hingga untuk kedua kalinya Mischa mengejutkan dengan mengetuk pintu kamar mandi.

"Kenapa kau sangat lama berada di dalam kamar mandi? Kau baik-baik saja, kan?" teriak Mischa memastikannya. Tidak lama pintu terbuka dan muncul-lah Cat dengan balutan pakaian yang dia kenakan tadi serta handuk yang melingkar di kepalanya.

Mischa menarik tangan Catharina dan mendudukkannya di sofa. Lalu pemuda tersebut membuka laci dan mengeluarkan hair-dryer. Mischa dengan lembut membuka handuk yang melingkar di kepalanya dan tergerai-lah rambut blonde milik Catharina. Mischa menyalakan hair-dryer tersebut dan mengeringkan rambut Catharina dengan telatennya. Catharina hanya diam dan memperhatikan wajah pemuda itu.

Tampan. Sangat tampan dan bibir itu— batinnya saat itu. Cat terus memperhatikannya dari pantulan cermin yang ada di depannya. Sesekali dia mencuri pandang, melirik Mischa. Cat begitu sangat mengagumi ketampanan pemuda tersebut.

"Kenapa kau terus-menerus mencuri-curi pandang?" Mischa menatap Cat dan alhasil membuat Cat gugup dan salah tingkah.

"Rambutmu sangat indah. Wajahmu juga sangat cantik—sepertinya aku tertarik padamu," bisik Mischa mendekatkan wajahnya dan menggigit telinga Catharina. Hal itu membuatnya terkejut akan keagresifan seorang Mischa.

Apa yang akan terjadi setelah itu?

TO BE CONTINUE

Cheezyweeze

Hai ... Hai, jangan lupa mampir di ceritaku yang lainnya ya (2.59, Brittleness, dan My Adorable CEO)

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status