Share

6. Apakah calon suamimu itu Aryan?

Author: Nainamira
last update Last Updated: 2023-09-22 14:42:37

"Kenapa Abang mengambil keputusan sendiri?" 

Bram menghentikan langkahnya ketika melihat gadis di sampingnya juga berhenti dengan wajah yang terlihat marah.

"Maaf, tapi aku melakukan itu demi kebaikan dan kesembuhan ibumu," jawab Bram dengan suara yang tenang dan tatapan mata melembut.

"Tapi kalau ibu dirawat di Jakarta, siapa yang akan menjaganya? Aku di sini bekerja. Lagipula biaya pengobatannya juga pasti mahal," keluh gadis itu.

"Nanti aku akan menyewa perawat yang menemani dan merawatnya, kita bisa menjenguknya kalau diakhir pekan. Soal biaya Dhea tidak usah memikirkannya, setelah kita menikah, ibumu menjadi tanggung jawabku. Sekarang yang penting ibu sembuh dulu, ya? Kita harus mengusahakan pengobatan yang terbaik untuk ibu."

"Nanti aku akan menyewa perawat yang menemani dan merawatnya, kita bisa menjenguknya kalau diakhir pekan. Soal biaya Dhea tidak usah memikirkannya, setelah kita menikah, ibumu menjadi tanggung jawabku. Sekarang yang penting ibu sembuh dulu, ya? Kita harus mengusahakan pengobatan yang terbaik untuk ibu."

Mendengar perkataan lelaki di hadapannya, tak bisa ditahan air mata lolos dari netra almond gadis itu. Ternyata Tuhan maha baik, dia dipertemukan dengan lelaki baik seperti ini, walaupun pertemuan mereka belum ada dua jam, kenapa rasanya sudah tidak asing lagi, bahkan aroma tubuh lelaki itu yang tercium samar seperti sudah begitu akrab di indera penciumannya. 

"Terima kasih, Bang."

"Tidak usah berterima kasih, aku ini calon suamimu, sudah kewajibanmu memikirkan masalahmu juga," ujar Bram sambil mengusap bulir bening di pipi mulus gadis itu.

"Dhea, sudah ketemu dokternya?" tanya Rini yang tengah menunggu di depan kamar bersama suaminya.

"Sudah, Tante."

"Lekas temui ibumu, dia sudah menunggumu. Tante dan Om pulang dulu, ya?"

"Oh iya, Tante. Terima kasih banyak sudah membawa ibu ke rumah sakit."

"Iya, semoga ibu kamu lekas sembuh ya? Oh iya, ini siapa?" Rini yang dari tadi menahan penasaran pada lelaki yang datang bersama Dhea akhirnya menanyakannya juga.

"Ini a__"

"Halo, Tante, Om. Saya Bram, calon suaminya Dhea."

 Bram langsung saja memotong perkataan Dhea, membuat gadis itu melongo hingga matanya melotot ke arah lelaki itu. Bram sudah menduga, Dhea pasti tidak akan mengatakan jika dia adalah calon suaminya.

"Oh ya? Wah, tidak menyangka kalau Dhea sudah punya calon suami, perasaan Tante baru kemarin membantu Dhea mengucir dua rambutnya," ujar Rini dengan tertawa.

****

Setelah Rini pergi, Bram menyuruh Dhea masuk menemui ibunya, sementara dia akan pergi ke bagian administrasi.

"Ibu, kenapa ibu masih bekerja di tempat Tante Rini? Dhea kan sudah bilang agar ibu berhenti bekerja, ibu sedang sakit. Dhea mohon, Bu. Ibu berhenti bekerja, pikirkan kesembuhan ibu, Dhea sangat kuatir ibu jatuh pingsan seperti ini. Dhea hanya punya ibu di dunia ini, Dhea mohon jangan membuat Dhea kuatir."

Dhea menangis melihat kondisi ibunya yang pucat pasi dengan jarum infus dan selang oksigen di hidungnya.

"Dhea, maafkan ibu. Ibu hanya tidak tega melihat Dhea bekerja keras sendirian," ujar Paramitha dengan suara lemah.

"Ibu tidak perlu mengkuatirkan Dhea mulai saat ini. Dhea akan menikah, Bu. Mungkin Minggu depan Dhea akan menikah, ibu harus fokus pada kesembuhan, ya?"

"Kamu akan menikah? Menikah dengan Aryan?"

Dhea terdiam. Paramitha bukanlah orang gila, dia hanya mengalami trauma berat, atau yang biasa disebut PTSD. Jika trauma itu datang, maka tubuh Paramitha akan menggigil ketakutan, berteriak-teriak. Apabila melihat api atau melihat mobil yang berjalan kencang, tubuh Paramitha akan kejang-kejang. 

Jika teringat almarhum suaminya ataupun kedua anaknya Paramitha akan menangis kencang, berteriak dan meratap. Kadang ketika Dhea pulang terlambat, Paramitha akan menelponnya bahkan menerornya agar lekas pulang, dia takut jika Dhea tidak kembali seperti  suami dan kedua anaknya.

"Bukan, Bu. Bukan Aryan."

Paramitha memicingkan matanya, bukankah anaknya ini tengah dekat dengan anak tetangganya yang bernama Aryan? Pemuda baik hati yang selalu menemaninya dan menghiburnya? Bahkan sering membawakannya makanan enak? Paramitha lupa jika selama setahun ini dia tidak pernah lagi melihat Aryan.

"Ibu mau melihatnya? Dhea akan  kenalkan pada calon suami Dhea. Dia ikut ke sini juga, sekarang sedang mengurus administrasi perawatan Ibu."

Dhea meraih tangan Paramitha dan mengelusnya dengan lembut.

"Kenapa bukan Aryan? Aryan kemana?" desis Paramitha.

"Aryan sudah menikah dengan wanita lain, Bu."

"Dhea! Jadi kamu dikhianati? Pemuda sebaik Aryan tidak mungkin mengkhianatimu?" Paramitha cukup histeris mendengar perkataan Dhea. Rasanya tidak mungkin Aryan melalakukan semua itu.

"Tidak ada pengkhianatan, Bu. Kita putus baik-baik. Keluarga Aryan tidak setuju jika Dhea menjadi menantunya. Maka kami putus, Dhea tidak sanggup jika tidak diterima oleh keluarganya," ujar Dhea dengan lemah lembut.

Paramitha menatap Dhea dengan prihatin, dielusnya pipi anak gadisnya itu. 

"Benar, keputusanmu sudah benar, sangat sakit jika kita tidak diterima oleh keluarga pasangan kita."

Paramitha bukan bicara omong kosong, dia sudah merasakan sendiri. Suaminya dulu terpaksa pergi meninggalkan keluarganya yang kaya raya demi menikahi gadis yatim piatu seperti dirinya. Dia juga tidak ingin putrinya mengalami semua itu.

Tok .. tok ...

"Masuk!" perintah Dhea.

Seraut wajah tampan menyembul di balik pintu, tatapan mata elang itu melembut ketika menatap wanita tua yang terbaring di ranjang UGD.

Di belakang lelaki itu menyusul dokter Adrian dan dua orang perawat.

"Selamat malam, Bu. Bagaimana kondisi Ibu?" tanya dokter Adrian dengan ramah.

"Baik, Dok."

"Kita pindah ke ruang perawatan ya, Bu. Setelah kondisi ibu pulih, diperbolehkan pulang. Ibu harus banyak-banyak istirahat untuk berobat ke Jakarta."

"Ha? Berobat ke Jakarta, Dok?" tanya Paramitha dengan heran.

"Iya, Bu. Ayo, Sus. Dibantu ibunya untuk pindah."

Pramita tidak bisa melakukan protes, karena memang tidak diberi kesempatan. Dokter Adrian juga segera pergi setelah memerintah para perawat memindahkannya ke ruang perawatan yang membuat mata tuanya terbelalak. Ruang perawatan kelas VVIP di lantai paling atas rumah sakit ini. Wanita tua itu mengedarkan pandangan untuk melihat dan bertanya pada putrinya, tetapi gadis itu tidak terlihat sampai para perawat selesai merapikan kondisinya dan menyiapkan segala kebutuhannya.

"Kenalkan, ini suster Halimah. Suster ini yang akan merawat Ibu selama berobat ke Jakarta."

Dhea manatap lelaki di hadapannya dengan tidak percaya, secepat ini dia bisa mencari seorang perawat?

"Saya Halimah, Mbak. Mbak tenang saja, saya akan menjaga ibu anda dengan baik di sana."

Pandangan Dhea beralih pada wanita muda yang dari raut wajahnya sepertinya lebih tua darinya. Dia menyunggingkan senyum pada wanita itu.

"Saya Dhea, Sus. Terima kasih kesediaan suster untuk menjaga ibu saya selama berobat ke Jakarta nanti," ujar Dhea sambil mengulurkan tangan.

Dhea harus beramah tamah dan berbaik-baik pada wanita ini, karena nasib ibunya juga akan tergantung pada wanita ini juga nantinya.

"Baik, saya permisi dulu untuk menjalankan tugas," ujar Halimah sambil mengangguk hormat.

"Baiklah, nanti sekiranya akan berangkat, suster akan kami hubungi," kata Bram

"Abang serius mau membawa ibuku ke rumah sakit Dharmais?" tanya Dhea setelah suster Halimah berlalu dari hadapan mereka.

"Apa aku terlihat main-main?" tanya Bram dengan tatapan serius.

Dhea yang mendapat tatapan tajam itu menjadi gugup tidak karuan.

"Eng, ya mak_ maksudku hanya untuk meyakinkan saja."

"Sekarang, Ayo temui ibumu. Aku juga harus meminta izin untuk menikahi putrinya."

Dhea mendadak menjadi bodoh dan linglung, sungguh lelaki di depannya itu bukanlah lawannya. Lelaki itu berjalan dengan santai dan tegap, ketenangannyaseperti tidak terpengaruh apapun, sementara dia yang harus selalu menahan napas dan gugup tidak karuan.

Sampai mereka di kamar perawatan Paramitha, wanita tua itu langsung memanggil Dhea, dia sudah duduk dengan menyandar pada dashboard ranjang.

"Ibu sudah baikan?"

"Sudah. Dhea ... kenapa ibu dirawat di kamar seperti ini? BPJS ibu kan cuma meng-cover kelas tiga?" tanya Paramitha dengan perasaan gelisah.

"Ini ... Yang membiayai pengobatan ibu adalah calon suami Dhea," jawab Dhea sambil menoleh ke belakang.

Di sana Bram berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap kedua wanita beda generasi itu dengan tatapan serius.

"Dia .. dia calon suami Dhea, Bu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
cukup baik ceritanya.
goodnovel comment avatar
Khadijah Annisa
mantul ceritanya...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   373

    Sebulan yang lalu ..... "Kakak yakin mau melakukan ini? kalau kita lakukan ini, Amel bisa celaka, Kak." "Kita tabrak dari depan, jadi kemungkinan kecelakaan untuk penumpang belakang tidaklah terlalu fatal." "Baiklah, ini hanya kita saja yang tahu, jika ada yang tahu selain kita berdua, tidak bisa dibayangkan berapa orang yang akan tersakiti." "Makanya kau rahasiakan!" Hari itu, dengan truk pengangkut pasir yang dia beli bekas, dengan kendaraan yang sarat muatan, Viyatan mengendarai mobil itu dengan kecepatan rendah, setelah mendapat telpon dari Fathan jika mobil target dia sedang mendekat, maka dia memacu kendaraan sarat muatan itu dengan kecepatan tinggi, akibatnya mobil oleng dan langsung menabrak mobil sedan di depannya. Viyatan langsung melompat dari dalam mobil, dengan modal kunci inggris di tangan, dia memecahkan kaca jendela mobil sedan itu, dan menghantamkan kunci inggris itu pada dua pria yang duduk di depan, dan menutup hidung pria di bangku belakang dengan saputa

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   372

    "Acara apa memangnya?" "Lihat itu, dekorasi itu untuk apa?" "Seperti pelaminan ya, Bang?" "Ya, hari ini jam sepuluh kita akan menikah lagi." "Ha? Apa nggak apa-apa?" "Nggak, pernikahan kita dulu kurang sempurna, karena tidak diwali nikahkan ayahmu, padahal ayahmu masih hidup. lagipula aku menikahimu dengan identitas orang lain, sekarang aku akan mengucapkan ijab kabul dengan mengucapkan namamu sendiri." "Apa tidak apa-apa menikah ulang?" "Aku sudah bertanya di KUA, mereka bilang tidak apa-apa. Mereka akan menerbitkan buku nikah yang baru atas namamu yang asli." "Iya, karena ingatanku sudah kembali, aku juga ingin kembali menjadi diriku yang sesungguhnya, nama Dhea akan ku kembalikan pada pemilik aslinya." "Baiklah, jadi ... apakah aku bisa memanggil istriku dengan nama Lia?" "Maaf, Bang ... karena nama itu sudah pernah dipakai orang lain, aku jadi tidak mau lagi. Panggil nama kecilku seperti ayah dan saudaraku memanggil, yaitu Amel." "Baiklah, Amel. siapapun nama

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   371

    Setelah sampai di rumah nenek, halaman rumah nenek yang luas sudah terpasang tenda dengan dekorasi yang sangat mewah, dengan dominasi warna biru laut, biru muda dan putih. Perpaduan warna-warna itu tampak begitu indah dan elegan, bahkan ada bunga-bunga segar sebagai dekorasi. "Ini, dekorasi acara peringatan kematian apa kawinan, sih? kok mewah banget begini?" tanya Dhea yang membuka jendela mobil dan menatap ke arah halaman rumah nenek. "Sebentar, aku keluar dulu. Kamu jangan keluar dulu." "Eh, kenapa?" Bram tidak menjawab pertanyaan istrinya, dia bergegas turun dan membuka pintu istrinya, dengan sigap lelaki itu langsung menggendong istrinya ala putri. "Eh, kenapa di bopong? itu Kruk aku ketinggalan di mobil," seru Dhea yang langsung mengalungkan kedua lengannya di leher suaminya takut terjatuh. "Selamat datang, Pak Bram, Bu Kamelia ...." Dhea menatap semua orang yang menyambut kedatangannya di gerbang masuk rumah. Mereka memakai seragam batik yang sama, seperti pelayan di

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   370

    Setelah seminggu, Dhea dan Bram kembali dari ke tanah suci. Mereka segera kembali ke kediaman Bram, Dhea yang belum bisa berjalan, dengan kekuatan lengan Bram masih dibopong menuju ke kamarnya yang kini berada di lantai bawah. "Sayang, Istirahatlah. Besok kita akan kembali menerapi kakimu agar lebih kuat untuk berjalan. Sania akan bulan madu selama sepuluh hari lagi, nanti setelah dia pulang, kita jiga pulang ke Batam." "Iya, Bang. Aku harus semangat berlatih jalan." Hanya memikirkan Angga membuat Dhea semakin semangat berlatih jalan, seminggu kemudian dia sudah bisa memakai satu Kruk untuk berjalan, dia tidak mau lagi memakai kursi roda. "Dhea! Aku sudah pulang!" teriak Sania sambil berlari memeluk wanita yang tengah berdiri disangga Kruk. "Loh, kok sudah pulang? katanya sepuluh hari di sana? ini baru tujuh hari." "Iya, aku sudah kangen sama tanah air." "Ish, basi banget alasanmu." Sania malah tertawa lebar, kerudung warna hitamnya yang terpasang di kepalanya membuat

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   369

    "Bang, aku kangen banget sama Angga, kapan aku akan bertemu dengannya?" keluh Dhea ketika malam tiba, dia benar-benar tidak bisa tidur memikirkan anaknya itu. "Sabar, Sayang. Keberadaan Abimanyu belum diketahui, lagian pendukungnya mafia Antonio juga melarikan diri ke Colombia." "Apa Abimanyu juga ikut melarikan diri ke sana?" "Belum bisa dipastikan. Orang-orang GIR akan menyelidikinya. Kamu sabar, ya? Sekalian sembuhkan dulu kaki dan bahumu, biar bisa menggendong Angga." "Ayah nanyain terus, kapan kita ke sana. Mereka akan menyiapkan pesta resepsi pernikahan kita." "Menunggu kepastian dari GIR, ya? kalau memang Abimanyu pergi ke Colombia, tentu situasi akan lebih aman. Kalau dia masih di sini, aku takut terjadi apa-apa pada kalian." "Iya, baik, Bang. Aku akan menuruti apa yang kamu katakan, tapi tolong pikirkan apa yang aku rasakan." "Setiap saat, yang dipikiran Abang hanya kebahagiaan dan keselamatan kamu dan anak kita, Sayang. Maaf, ya? Abang belum bisa memberi kebaha

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   368

    Sudah sebulan berlalu, luka Dhea sudah mulai sembuh. Wanita itu sudah belajar berjalan satu dua langkah, hanya saja masih terasa sakit akibat patah tulang itu. Dia lebih banyak bergerak dengan kursi roda, jadwal terapi jalan dilakukan seminggu dua kali. Perusahaan juga sudah stabil, dua hari setelah tragedi penyerangan itu, Niko segera memulihkan saham perusahaan, Arjuna kini menjabat sebagai direktur utamanya dan Bram mengambil alih komisaris. Arjuna yang dulu sering menolak diberi wewenang puncak jabatan, kini terpaksa mengambil alih demi keluarga kakaknya yang memang butuh banyak perhatian. Bram juga ke kantor hanya dua kali seminggu, dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk menemani istrinya berobat, Arjuna yang masih belajar hanya menghubunginya untuk berkonsultasi jika mengenai pekerjaan dan keputusan yang harus diambil. Kedua keluarga pamannya juga kini tidak meributkan kembali mengenai perusahaan, apalagi Siska sepupunya juga kini sibuk mengurus pernikahannya dengan seora

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status