Share

Passionate Devil: Selir yang Terluka
Passionate Devil: Selir yang Terluka
Penulis: Susi_miu

Benci dan Cinta

Bagi Hores, rasa sakit dan kehancuran Avanthe adalah segalanya.

***

“Aku akan membalaskan kematian ayahku, Ava.”

Nada bicara Hores bergetar dikuasai dendam. Semula dia memiliki perasaan yang mendambakan, kemudian semua itu berbalik menjadi sebuah perasaan benci yang mengalir kental.

Avanthe bisa memilih tidak merenggut nyawa Raja Vanderox, tetapi wanita itu melakukannya. Ntah atas dasar memerdekakan Aceli atau Pandora, Hores tidak begitu peduli. Dia pastikan Avanthe akan membayar kehilangan ini dengan mahal.

Tidak apa – apa jika Avanthe memiliki pengetahuan yang hijau. Namun, wanita itu tahu, sangat tahu bagaimana Hores tidak bisa memihak salah satunya. Sekarang Hores tak punya alasan terus terngambang di antara dua pilihan.

Cengkeramannya luar biasa kasar di tulang rahang Avanthe. Hanya perlu satu tindakan menyakitkan, maka kematian Avanthe segaris dengan batas kehidupan wanita itu.

Hores menyeringai sinis. Ketakutan di mata Avanthe menjadi siraman asing dan menyenangkan. Dia mendapati dirinya puas melihat bagaimana bibir yang pernah menjadi kepunyaannya terlihat keluh.

Avanthe yang terbata – bata menjadi satu kekuatan baru. Senang, Hores senang sekali melihat wanita di bawah cengkeraman tangannya seperti ini. Berpikir, mungkin dia-lah yang terlalu baik. Tetapi darah ayahnya—sikap kejam, dan bengis—adalah sesuatu yang merekat di bawah alam sadar—Hores hanya terlalu sering mengabaikan.

“Kau ingin aku melakukan apa, Ava?”

Hores berbisik di samping wajah Avanthe. Saat wanita itu semakin bergetar. Itulah keajaiban yang sesungguhnya.

“Bunuh aku jika itu bisa membuatmu puas,” ucap Avanthe berani. Pria di hadapannya benar – benar bukan Hores yang pernah dia kenal. Semua berubah dalam sekejap. Kejernihan warna pria itu seperti telah dilimpahi hal yang tidak Avanthe tahu akan membludak secara beringas.

“Jika aku membunuhmu, bukankah itu terlalu mudah? Bagaimana dengan anak kita?”

Jantung Avanthe mencelus. Dia akan sangat memohon. Berharap kepada Hores; tolong, tidak dengan anak mereka.

“Jangan lakukan apa pun kepadanya.”

Avanthe mendengar suara sendiri begitu lirih. Dia melihat Hores diliputi percikan gembira. Sialnya pria itu tidak peduli. Sama sekali tidak peduli, selain membiarkan Avanthe jatuh terempas di atas medan peperangan.

Hores melangkah terlalu cepat. Nyaris tak berjeda sampai pria itu berhasil menghentikan satu harta berharga lainnya bagi Avanthe. Terlalu mudah pria itu menjadikan ayah Avanthe sebagai tumbal, alih – alih menyelesaikan Avanthe sekarang. Tangan Hores begitu tak tertandingi, seolah ingin merenggut jantung yang berpotensi terampas di sana.

“Perang ini akan berhenti, Ava. Jika kau ingin ayahmu kembali dengan keadaan utuh, segera temui aku. Hanya kau saja. Mengerti?”

Hores mengingatkan dan langsung menghilang. Seperti yang pria itu katakan. Perang segera berhenti, tetapi perang baru, perang saling menyakiti baru saja dimulai. Tubuh Avanthe luruh mengamati pertumpahan yang luar biasa. Dia sungguh telah mengubah pria yang telah berada di ambang kejahatan, menjadi kejahatan sesungguhnya.

***

Sesuai permintaan Hores. Avanthe sudah berada di perbatasan yang menjembatani Kerajaan Ossoron dan Kerajaan bawah tanah. Akan tetapi dia tidak sendiri. Beberapa prajurit kerajaan bawah tanah datang menjemput. Rantai – rantai besar di tangan mereka; telah diputuskan untuk menjerat tubuh Avanthe seperti seorang tawanan.

Tidak banyak yang bisa Avanthe katakan. Dia menelan ludah kasar mengikuti setiap langkah mengerikan; seperti menjemput kematian.

Gerbang besar, condong dengan kesuraman berada di depan mata. Avanthe mengerti ini adalah waktu paling menyakitkan. Tubuhnya didorong kasar; dipaksa melangkah memasuki istana megah.

Mata keunguan Avanthe berpendar, berusaha mencari – cari celah penting, barangkali dia bisa menemukan jalan keluar setelah ini. Sayangnya, apa pun yang coba dilakukan. Itu akan membuat Avanthe mendapat perlakuan buruk. Pukulan keras memaksa Avanthe menatap lurus – lurus ke depan.

“Perhatikan langkahmu!”

Salah satu prajurit istana bicara. Mereka kemudian melewati jalan berkelok. Avanthe merasakan kegugupan brutal menghadapi lorong yang dengan gelap-nya seolah sudah mengintai satu nyawa.

Dia bahkan tak pernah menyadari kalau – kalau lorong itu merupakan arah menuju singgasana megah.

Satu dorongan solid membuat tubuh Avanthe tersungkur ke depan. Jantungnya berdebar keras ketika jatuh dengan posisi nyaris terlihat akan mencium kaki dalam balutan sepatu, milik seseorang.

Avanthe segera menengadah. Dia terpaku mendapati satu kenyataan serius.

Hores masih sama tampannya, menjulang tinggi diliputi wajah menunduk tanpa ekspresi. Benar – benar berbeda dari yang terakhir Avanthe lihat di medan perang.

Sekarang Hores telah menjadi raja. Penampilannya sangat mencolok, sehingga Avanthe merasa dia mungkin ... mungkin akan segera beringsut mundur.

“Kau membuatku menunggu lama.”

Suara berat dan dalam terdengar cenderung sedang mencemooh. Avanthe tiba – tiba merasa telah disergap oleh kebodohan. Rantai – rantai melilit di tubuhnya kerasan membuat dia dihantui ketakutan.

“Kau membuat kesalahan, Ava. Aku tidak suka menunggu terlalu lama.” Bibir Hores mendesis sinis. Dengan keras menarik tulang rahang Avanthe untuk dicengkeram.

Avanthe menatap pria itu dengan sisa harapan; berharap Hores kembali menjadi pria masa lalunya yang sempurna. Bukan seperti ini; tanpa ampun, tangan kasar Hores menjambak pangkal rambut Avanthe hingga seutuhnya wajah memesona itu terangkat tinggi menatap Hores yang dipenuhi sisi bengis.

“Kau tahu aku datang kemari supaya kau membebaskan ayahku, Hores.”

Lewat tekad paling berani. Avanthe akhirnya mengucapkan kata – kata di ujung dengan gamblang. Tidak bisakah Hores memberinya pengampunan? Avanthe sungguh tak ingin melihat seringai keji yang mendadak mengubah seluruh kebutuhannya. Ini bukan lagi cinta di antara mereka, tetapi bagaimana Hores telah menyingkirkan hal paling indah tersebut di kehidupan pria itu.

“Kau ingin bertemu ayahmu?”

Setiap detil dari suara yang berbisik seakan memberitahu bahwa Avanthe akan bertemu langsung terhadap rasa sakit.

Avanthe mengangguk ragu. Jelas dia ingin bertemu ayahnya, adipati Kerajaan Ossoron, setelah Hores menggunakan cara keji untuk mengancam. Ini bukan perihal kisah cinta dan pertemuan. Benak Avanthe sungguh tidak meninggalkan hasrat terhadap simpatisan-nya tentang kehilangan pria itu.

Telah begitu banyak kekacauan. Raja Vanderox pantas lenyap oleh senjata dwisula milik raja itu sendiri. Avanthe hanya menjalankan tugas. Perang memang memakan korban; bagaimana mungkin Hores berpikir terlalu dangkal! Pria itu marah atas sesuatu yang sudah menjadi konsekuensi di kehidupan mereka.

“Aku tidak ingin kau melakukan sesuatu yang buruk kepada ayahku, Hores.”

“Aku yang membunuh Raja Vanderox. Jika kau ingin membalaskan dendam, lakukan itu kepadaku. Jangan melibatkan yang lain.”

Bibir Avanthe bergetar sekadar menyelesaikan setiap pernyataan barusan. Dia menatap ke dalam – dalam seringai Hores yang mematikan. Sungguh. Hores tidak memiliki belas kasih.

“Kau tidak punya hak mengatakan perintah kepadaku.”

Kilatan kebencian nyata – nyata menggulung Avanthe ke dasar jurang. Dia tak pernah ingin bertemu Hores yang penuh dengan kebencian terhadapnya.

“Ayahmu akan selalu bersamaku. Jika kau ingin dia selamat, ada harga yang harus kau bayar.”

Avante mendeteksi wajah Hores segera mendekat di samping pendengarannya. “Apa yang bisa kubayar?” Dia bertanya spontan, secara tidak langsung membuat pria itu berdecih sinis.

“Menjadi selirku yang malang!”

Hores melempar wajah Avanthe keras dan kasar. Cengkeraman mantap meninggalkan jejak dan rasa panas. Pria itu menatap para prajurit dengan tajam.

“Bawa dia ke penjara bawah!”

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Susi_miu
Sebagai tim Ava, mari kita jambak Hores bareng-bareng, Kak. Wkwk.
goodnovel comment avatar
Phoenix
masih awal udah nyesek aja ya huhuhu
goodnovel comment avatar
Susi_miu
Hehe. Selamat membaca, Kak. Love you ....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status