Home / Romansa / Pay Me With Your Body / 28. Tiket Untuk Kebebasan

Share

28. Tiket Untuk Kebebasan

Author: Black Aurora
last update Huling Na-update: 2025-06-04 23:47:21
“Kakak... tiri?” ulang Aveline pelan, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri.

Kata itu menggantung di udara, membebani pikirannya seperti kabut pekat yang turun tiba-tiba.

Jadi, Dominic memiliki seorang kakak tiri? Fakta itu menamparnya dengan kejutan yang tak terduga.

Apakah pria itu tahu semua kegelapan yang Dominic lakukan? Atau... apakah dia sama saja?

“Kembalilah ke kamar,” titah Dominic tiba-tiba, suaranya dingin namun berwibawa, seolah tak terpengaruh oleh keheranan Aveline.

Perintah itu langsung membuyarkan lamunan yang menari-nari dalam kepala gadis itu. Suaranya seperti ketukan palu yang mengakhiri semua kemungkinan.

“Nanti kita lanjutkan lagi main golf-nya,” tambah pria itu sambil melangkah ke arahnya.

Aveline mengerjap pelan, seperti baru terbangun dari mimpi singkat.

Matanya menatap Dominic yang kini mengambil tongkat golf dari tangannya dengan gerakan tenang tapi penuh otoritas.

Ia menyerahkan benda itu kepada staf kapal, yang segera menunduk da
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Pay Me With Your Body   77. Pertaruhan

    Sudah lewat tengah malam di kastil tua itu, namun Dominic masih terjaga. Ia berdiri di balkon kamar, setelah memastikan Aveline tertidur dengan pulas dan hangat dengan selimut yang nyaman serta usapan lembut di ubun-ubunnya. Istrinya akan lebih cepat tertidur saat Dominic membelainya seperti itu. Saat ini ia masih mengenakan setelan hitam dengan kancing yang separuh dilepas, serta dasi yang tergantung longgar di lehernya. Di tangannya ada selembar koran bisnis internasional yang baru saja dikirim langsung oleh kurir khusus. Halaman utamanya memuat sebuah tajuk besar: "Ezra Blaine Menggelar Pameran Amal Global untuk Menyorot Etika Bisnis Industri Internasional" Tapi bukan itu yang membuat rahangnya mengeras karena geram, melainkan kutipan langsung dari Ezra yang dicetak dalam kolom editorial: "Dunia korporat bukan hanya soal keuntungan. Ini tentang moralitas. Dan kita harus bertanya, apakah mereka yang pernah mengorbankan nyawa demi posisi... pantas memimpin industri

  • Pay Me With Your Body   76. Amarah Yang Membara

    Di sudut ruang kerja mewah dengan interior kayu mahoni tua dan lukisan klasik tergantung di dinding, Ezra Blaine berdiri di depan jendela kaca besar dengan tatapan gelap. Tangannya mengepal di belakang punggung. Di meja kerjanya, sebuah tablet menyala, menampilkan headline: "Pernikahan Privat Dominic Wolfe dan Aveline Rose di Kastil Tertutup – Cinta di Tengah Kontroversi Warisan Blaine?" Wajah Ezra memucat. Matanya menyala oleh amarah yang ditahan terlalu lama. Seorang asistennya masuk dengan gugup. “Tuan Blaine, saya telah mengecek semua jalur media. Bocornya info itu tidak berasal dari pihak internal kami.” Ezra menoleh perlahan. “Tutup semua kontak dengan media. Hentikan segala hubungan eksternal dengan Wolfe Industries. Mulai dari sekarang, mereka adalah entitas musuh.” Asisten itu menelan ludah. “Apakah... Anda ingin kami mengirimkan pesan ulang kepada Dominic Wolfe untuk... negosiasi ulang?” Ezra mendesis. “Negosiasi...?” Tangannya menghempaskan gelas kristal ke l

  • Pay Me With Your Body   75. Malam yang Dikenang

    Langit malam di atas kastil pribadi yang sunyi itu diselimuti bintang-bintang yang bersinar. Sambil menggenggam erat tangan Aveline, Dominic membuka pintu kamar yang malam ini akan menjadi kamar pengantin mereka. Dinding batu krem berpadu dengan nuansa lilin aromaterapi serta kelopak mawar di lantai, menciptakan suasana yang hangat dan menggetarkan. Aveline masih mengenakan gaun elegan dari satin putih, rambut pirangnya disanggul ringan dengan beberapa helaian yang terlepas dengan manis, menambah kesan lembut serta menggoda. Dominic yang kini tengah berdiri di ambang pintu pun menatapnya dalam-dalam. “Malam ini terlalu indah untuk dilewatkan dengan hanya tidur,” gumannya, dengan suara rendah dan serak. Aveline tersenyum kecil. “Memangnya kamu tidak lelah?" Jari Dominic terulur untuk menyentuh pipi Aveline, menyusuri lekuk-lekuk lembut wajahnya dan merasakan kulitnya yang halus. “Aku merasa sangat hidup, Little Dove. Dan itu karena kamu.” Lalu dengan lembut, Dominic

  • Pay Me With Your Body   74. Langit Sebagai Saksi

    Langit Portofino menjelang siang itu tampak sempurna. Biru lembut tanpa awan, dengan angin musim panas yang hangat menyapu tenang sepanjang tepi laut. Aveline berdiri di depan Mansion, masih dalam balutan dress berpotongan manis rancangan desainer dunia berwarna putih gading, yang ia pilih sendiri untuk hari ini. Wajahnya memancarkan kebingungan saat Dominic mengatakan bahwa mereka akan makan siang di luar. “Kita mau ke mana?” Dominic hanya tersenyum kecil, lalu meraih tangan Aveline dan mengecup jemarinya. “Percayalah padaku, Little Dove. Kamu hanya perlu mengikuti instruksiku.” Beberapa detik kemudian tiba-tiba terdengar suara baling-baling yang menggelegar di udara. Sebuah helikopter pribadi berwarna hitam elegan, perlahan mendarat di helipad pribadi di ujung bukit. Aveline menoleh cepat. “Kita naik itu?” Dominic mengangguk, lalu memeluk pinggang Aveline dan membisikkan kalimat dengan suara rendahnya yang khas. “Ya. Dan bersiaplah. Ini akan menjadi makan siang

  • Pay Me With Your Body   73. Ujian Yang Besar Untuk Cinta Yang Sama Besarnya

    Pagi itu, matahari Portofino belum sepenuhnya naik, namun langit sudah mulai menghangat dengan semburat jingga keemasan. Aveline membuka mata di atas ranjang king-size yang luas, mendapati lengannya terentang ke samping. Namun Dominic tak ada di sisinya, sama seperti pagi kemarin. Ia mengerjap pelan. Kamar itu masih sunyi, dan hanya desau angin dari balkon terbuka yang membelai tirai tipis. Gaun pengantin yang semalam ia kenakan telah tersampir rapi di kursi dekat cermin. Dan meski segala sesuatu tampak tenang secara kasat mata… dadanya terasa berat. Ada firasat. Ada sesuatu yang tidak biasa. Ia bangkit dari tempat tidur dengan masih mengenakan kimono satin lembut berwarna abu muda yang dipakaikan oleh Dominic semalam di tubuhnya, setelah sesi bercinta mereka yanh penuh gelora. Kakinya menyentuh lantai marmer dingin, dan langkahnya perlahan menyusuri koridor Mansion yang masih sunyi. Aroma kopi hitam samar tercium dari arah dapur. Namun bukan aroma itu yang m

  • Pay Me With Your Body   72. Satu Malam Sebelum Badai

    Malam semakin larut, namun Dominic tak kunjung mengizinkan Aveline kembali ke kamar. Setelah sesi fitting oleh gaun-gaun indah itu, ia membawa Aveline ke balkon aula yang menghadap langsung ke teluk Portofino. Angin laut menerpa lembut rambut pirang panjang Aveline yang dibiarkan terurai. Gaun terakhir yang ia kenakan masih menempel dengan sempurna di tubuhnya. Dominic berdiri di sampingnya, dengan jaket jasnya kini terlipat di lengannya. Hanya kemeja putih yang membungkus tubuh atletisnya, kancing teratas terbuka, dan lengan digulung hingga siku. Wajahnya tampak lebih tenang dibandingkan hari-hari sebelumnya. “Apa kamu tahu,” ujar Aveline pelan dengan suara yang nyaris tersapu angin. “Aku tak pernah membayangkan akan berada di tempat seindah ini, mengenakan gaun seperti ini, dan... berdiri di samping pria yang membuat hidupku menjadi istimewa dari siapapun sebelumnya.” Dominic menoleh. “Bahkan jika sebagian kehidupan itu berasal dari masa laluku?” Aveline tersenyum. “I

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status