Home / Romansa / Pelabuhan Akhir Sang Pewaris / 02 : A - Dia Katherine Margaretha

Share

02 : A - Dia Katherine Margaretha

Author: Eunmon
last update Last Updated: 2022-07-07 01:41:23

Mansion Amberlane, Madrid, Spain. | 20.27 AM.

“Aku tidak ingin dijodohkan dengan Jason.” Setelah berucap dengan nada yang mantap disertai dengan tekanan, suasana ruang makan kembali sunyi bahkan terasa semakin mencekam.

Suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring menjadi pemecah sunyi saat satu keluarga berkumpul untuk melakukan rutinitas mereka setiap malam. Perempuan paruh baya itu tampak meletakkan sendok beserta garpunya sehingga menimbulkan dentingan sedikit keras. Membuat laki-laki paruh baya di sebelahnya menggelengkan kepanya dengan pelan.

Gustavo mengangkat sebelah tangannya karena tahu tabiat sang istri jika anaknya selalu menolak keinginan perempuan itu. “Selesaikan dulu makanmu, baru kita berbicara di ruang keluarga. Tidak ada bantahan.”

Dia Katherine Margaretha Amberlane, perempuan yang bisa dikatakan nyaris sempurna. Mulai dari fisik, otak, serta kemampuannya. Dia seorang seniman yang berhasil mengobral lukisannya satu tahun sekali dengan harga yang fantastis. Sifat keras kepala yang melekat dalam diri Katherine selalu membuat sang Ibu meledak-ledak karena tidak menuruti keingingannya. Permintaan yang sangat konyol, dengan menjodohkannya dengan seorang pengusaha di Spanyol. Jaman sudah modern tapi masih saja ada orang tua yang menjodohkan anaknya.

Lauren mendengus dan segera menyelesaikan makan malamnya. Agar bisa menuntut penjelasan dari anak perempuannya. Menurut Lauren, Katherine Margaretha itu terlalu keras kepala serta terlalu buta dalam memandang hal yang luar biasa. Maka dari itu Lauren harus mengeluarkan segala sesuatu yang bersarang dalam benaknya. Biarlah jika setelah ini Kate tidak pulang lagi ke Madrid, karna kebiasaan sang anak adalah menjelajahi dunia dan meneliti semua isinya.

Kate akan pergi dari rumah jika Lauren terus mendesaknya untuk menikah dengan Jason Maxwel. Sampai kapan pun dia tidak pernah menyukai Jason walaupun laki-laki itu sangat tampan. Karna baginya Liam adalah segalanya.

Setelah lima belas menit semuanya sudah berkumpul di ruangan keluarga, bahkan Gustavo sudah merebahkan punggungnya pada sandaran sofa karena sudah menyiapkan diri mendengarkan ultimatum yang keluar dari mulut istri tercintanya. Bahkan Kate pun yang telinganya sudah terlatih sejak remaja untuk mendengar segala ucapan Lauren, kini menatap sang Ibu dengan malas.

“Mommy tidak akan pernah setuju jika kau bersama Liam Xaviendra. Sampai kapan pun, kau harusnya tahu dan mengerti akan hal itu,” tekan Lauren tidak basa-basi, perempuan itu langsung mengutarakan semuanya.

Kate menatap sang Ibu dengan wajah yang terlihat bingung. “Kenapa Mom? Hanya karena Ibunya Liam mantan kekasih Daddy, Mommy melarangku untuk berpacaran dengannya?”

“Sekali Mommy bilang tidak ya tidak, dan tidak hanya berlaku untuk saat itu. Tapi bersifat berkepanjangan, ini bukan perihal Ibunya Liam adalah mantan kekasih Daddymu, tapi ini untuk masa depanmu anak pintar. Dari yang Mommy lihat, Liam kurang baik untukmu. Bisakah kau mengerti itu?” tanya Lauren, kali ini suara perempuan itu terdengar begitu lembut tidak seperti sebelumnya.

Katherine selalu dipanggil anak pintar oleh Lauren karena kepintarannya. Seperti kepintaran kedua orang tuanya menurun semua kepada Kate. Bahkan Kate menyelesaikan study S1 dan S2 hanya dalam kurun waktu lima tahun.

“Mommy tahu kan, kalau Kate tidak suka diatur? Kenapa Mommy memaksa Kate untuk menikah dengan Kak Jason?” tanya Samuel menatap Ibunya dengan pandangan yang meneduhkan. Laki-laki remaja itu menggandeng sebelah tangan Kate sehingga perempuan itu menatap sang adik.

Samuel Gilbert Amberlane adalah anak terakhir dari pasangan Gustavo dan Lauren. Laki-laki yang memiliki pembawaan menenangkan, selalu menjadi penengah ketika orang di sekitarnya beradu argumen. Samuel sangat menyayangi Kate sehingga selalu melakukan pembelaan untuk sang Kakak.

Kate memiliki dua saudara kandung. Keduanya laki-laki, yang pertana Bryan Morgan Amberlane, dan yang terakhir adalah Samuel. Bryan sudah hidup terpisah di Kanada, mengurus salah satu cabang perusahaan Amberlane. Sedangkan Samuel masih remaja high school yang sebentar lagi akan masuk dunia perkuliahan.

“Dengar Muel, kau pasti tahu kalau anak pintar ini sudah dewasa bukan lagi remaja sepertimu. Mommy selalu khawatir kalau dia menjelajahi dunia seperti kebiasaan gilanya itu sendirian. Kalau anak pintar ini menikah dengan Jason, Mommy tidak akan terlalu mencemaskan Kakakmu,” jelas Lauren. Mata perempuan itu menatap kedua anaknya bergantian.

Samuel menggeleng tidak setuju. “Kate memiliki Liam Mom, dia laki-laki yang baik. Kita selalu bermain bersama ketika dia pulang ke Madrid, mereka saling mencintai. Kenapa Mommy menghalangi cinta mereka?”

“Muel...” Lauren menggeram saat Samuel seakan-akan membela Liam.

“Aku tidak mau, lagi pula Kak Bry tidak akan setuju kalau aku menikah dengan Jason, Mom.” Kate menatap Ibunya dengan permohonan. Mata hijau perempuan itu berkedip beberapa kali.

Sulit sekali membujuk Kate yang keras kepala seperti ini. Jika dia terlalu menekan Kate yang ada Kate tidak mau pulang ke rumah seperti kejadian dua tahun yang lalu. Dia selalu mendesak Kate untuk menikah dengan Jason, alhasil Kate kabur dari rumah dan tinggal di bersama Bryan di Kanada. Karena Bryan adalah tempat pulang ke dua untuk Kate setelah rumahnya di Madrid.

“Fine, Mommy tidak akan memaksamu lagi untuk menikah dengan Jason.” Lauren menjeda ucapannya, matanya memicing saat melihat Kate tersenyum. “But, kau harus mendapatkan pengganti Liam jika tidak ingin dengan Jason. Mommy tidak menerima bantahan atau pun penolakan.”

Perkataan Lauren membuat atmosfer kian semakin dingin. Kate beberapa kali mengerjapkan matanya sambil melihat Lauren yang balas menatapnya menantang.

“Honey, apa maksudmu? Kau mengatakan itu sama saja kau menekan Kate,” ucap Gustavo yang tiba-tiba membuka suara. Laki-laki paruh baya itu menegakkan punggungnya lantas menatap Lauren. “Aku tidak setuju dengan perkataanmu.” Gustavo menggeleng dengan raut wajah tidak terima.

Kate menggeleng setelah mendengar perkataan Ibunya, perempuan itu menatap Lauren dengan tatapan tidak percaya. Selalu saja seperti ini, Lauren selalu menentang ketika Kate membawa laki-laki yang tidak memenuhi keriteria laki-laki sempurna untuk putrinya. Ketika Lauren terus mendesaknya untuk menikah dengan Jason semakin membuat Kate muak. Dan Gustavo adalah pihak ketiga yang selalu membelanya.

“Mom, hubunganku dengan Liam sudah lama. Bahkan sebentar lagi akan menginjak lima tahun, Mommy tega sekali menyuruhku untuk mencari pengganti Liam,” ujar Kate dengan pelan. Dia menatap Lauren dengan pandangan yang mengiba.

Lauren membungkukkan tubuhnya untuk mengambil kedua pergelangan tangan Kate dan menggenggamnya dalam satu genggaman. Perempuan paruh baya itu menatap Kate dengan lekat. “Tolong percaya kepada Mom untuk kali ini saja, suatu saat Liam akan menyakitimu.” balasnya.

“Tidak Mom, Liam bukan laki-laki seperti itu.” Kate menggeleng dengan tidak setuju saat mendengar perkataan Lauren.

“Jika kau memilih untuk tetap bersama Liam, itu artinya kau sudah siap terluka karenanya. Ingat perkataan Mom,” papar Lauren sambil melayangkan tatapan meyakinkan. “Sekali lagi Mommy ulangi, jika kau tidak ingin menikah dengan Jason. Carilah pengganti Liam.”

“Kak Jason? Kau di sini?” Samuel berjalan menghampiri Jason Maxwel yang berdiri terpaku dekat pintu masuk ruang keluarga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   Pelabuhan Akhir Sang Pewaris

    POV Katherine MargarethaHal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya adalah menua bersama seseorang yang kau cintai dan kau kasihi dengan sepenuh hati, seseorang yang mampu mengubah hidupmu menjadi lebih indah dari sekadar angan-angan yang samar di ujung pikiran. Sean Axel William, pria yang kini menjadi suamiku, telah berhasil menjadikanku perempuan paling beruntung di dunia ini. Dengan kesabaran yang tak pernah goyah, usaha yang tulus dalam setiap langkahnya, dan cinta yang dia tunjukkan melalui tindakan-tindakan kecil yang penuh makna, dia mampu menyentuh diriku dari berbagai sudut yang bahkan aku sendiri tidak pernah sadari sebelumnya. Ada saat-saat ketika aku bertanya pada diriku sendiri, bagaimana mungkin seorang pria seperti Sean—dengan segala kelebihan yang dimilikinya, dengan ketegasan dan kelembutan yang berdampingan—memilih untuk mencurahkan hatinya sepenuhnya kepadaku? Namun, jawaban itu selalu sama: cinta sejati tidak memerlukan alasan yang rumit, hanya ketulusan untuk

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   57 : Gamaliel Nicholas William

    Hospital International, Manhattan, USA | 18.45 PMTiga bulan kemudian, di sebuah rumah sakit besar di pusat New York, suasana ruang bersalin dipenuhi ketegangan sekaligus harapan yang membumbung tinggi di antara dinding-dinding putih steril yang mencerminkan cahaya lampu neon terang. Ruangan itu luas namun terasa sesak oleh emosi yang bergolak, dengan aroma antiseptik yang tajam menusuk hidung, bercampur dengan suara monitor detak jantung bayi yang berdengung pelan di latar belakang. Ritme cepat dan teratur dari monitor itu menjadi pengingat bahwa kehidupan baru sedang berjuang untuk hadir ke dunia, sebuah suara yang sekaligus menenangkan dan menegangkan. Kate terbaring di ranjang rumah sakit, wajahnya pucat pasi namun penuh tekad, rambut cokelatnya yang basah oleh keringat menempel di dahi dan pipinya, membingkai wajahnya yang lelah. Kontraksi datang bertubi-tubi seperti gelombang yang tak kenal lelah, membuatnya menggenggam tangan Sean dengan kekuatan yang mengejutkan untuk tubuhnya

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   56 : Pregnancy

    William’s Mansion, Manhattan, USA | 07.21 AMPagi itu, sinar matahari lembut menyelinap melalui celah-celah tirai beludru tebal yang menghiasi jendela besar kamar tidur utama di kediaman Sean dan Kate, sebuah rumah mewah bergaya modern yang berdiri di pusat kota dengan pemandangan taman hijau yang luas. Cahaya keemasan itu memantul di lantai marmer putih mengilap, menciptakan pola-pola halus yang menari-nari di sekitar ranjang besar berkanopi kayu mahoni tempat Kate duduk. Dia mengenakan gaun katun longgar berwarna putih yang lembut, kainnya mengalir lembut menutupi perutnya yang kini membuncit di usia kehamilan lima bulan. Beberapa bantal tambahan disusun di punggungnya, memberikan sedikit kenyamanan pada tubuhnya yang terasa semakin berat setiap hari. Udara pagi membawa aroma kopi yang baru diseduh oleh pelayan dari dapur di lantai bawah, bercampur dengan hembusan angin sejuk yang menyelinap melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa serta wangi samar bunga mawar dari taman. Kate

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   55 : Family Reunion

    Mansion William’s, Manhattan, USA | 20.54 PMMalam itu, kediaman keluarga Sean di kawasan pinggiran kota dipenuhi kehangatan yang khas dari reuni keluarga. Rumah besar bergaya Victorian itu berdiri megah dengan dinding bata merah dan jendela-jendela lengkung yang dikelilingi taman kecil penuh bunga mawar. Ruang makan di dalamnya luas, dengan meja kayu mahoni panjang yang sudah berusia puluhan tahun, permukaannya dipoles hingga mengilap. Lampu gantung antik dari kuningan dan kristal bergoyang pelan di langit-langit, menyebarkan cahaya kuning keemasan yang lembut ke seluruh ruangan. Aroma daging panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kentang tumbuk dan sayuran segar, menciptakan suasana yang menggugah selera sekaligus nostalgia. Angeline sibuk mengatur hidangan di atas meja dan dibantu oleh beberapa pelayan. Wanita berusia lima puluh lima tahun itu mengenakan gaun biru tua yang sederhana namun elegan, rambutnya yang mulai memutih disanggul rapi. Mark duduk di ujung m

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   54 : Maria And James

    Manhattan, USA | 09.12 PMPagi itu, sebuah kafe kecil di pinggir kota menjadi saksi pertemuan Maria dan James. Bangunan sederhana dari kayu dengan jendela-jendela besar itu berdiri di tepi jalan yang sepi, dikelilingi pepohonan maple yang daunnya mulai menguning di awal musim gugur. Di dalam, aroma kopi panggang dan roti bakar mengisi udara, bercampur dengan suara mesin espresso yang berdengung pelan di belakang konter. Meja kayu kecil di sudut ruangan, tempat Maria dan James duduk berhadapan, tampak sederhana dengan dua cangkir kopi yang mulai mendingin dan beberapa remah roti di piring kecil. Cahaya pagi yang masuk melalui jendela menyinari wajah mereka, namun suasana di antara keduanya terasa jauh dari hangat. Maria duduk dengan tangan bertopang di dagu, matanya yang cokelat tua menatap James dengan campuran harap dan frustrasi yang sulit disembunyikan. Rambutnya yang hitam panjang tergerai di bahunya, sedikit berantakan karena dia berkali-kali mengusapnya dengan gelisah. Dia menge

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   53 : Meeting

    William Group’s, Manhattan, USA | 08.00 AMPagi itu, pukul delapan tepat, sinar matahari pagi menyelinap melalui jendela-jendela besar ruang rapat di lantai dua puluh gedung William Group, perkantoran modern yang menjulang di pusat kota. Cahaya keemasan itu memantul di permukaan kaca tempered yang menjadi dinding ruangan, menciptakan kilau lembut yang kontras dengan suasana tegang di dalam. Meja konferensi panjang dari kayu walnut mengilap mendominasi ruang, dikelilingi kursi-kursi kulit hitam yang ergonomis, tempat duduk para karyawan senior perusahaan. Aroma kopi yang baru diseduh menguar dari mesin espresso di sudut, bercampur dengan suara lembut kertas-kertas yang dibolak-balik dan ketukan pelan jari di tablet digital. Sean, direktur operasional berusia tiga puluh empat tahun yang baru menikah tiga bulan lalu, duduk di ujung meja, posisinya mencerminkan otoritas yang telah dia bangun selama bertahun-tahun di perusahaan ini. Sean mengenakan setelan abu-abu gelap dengan potongan sem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status