Share

02 : B - Jason Maxwel

Mansion Amberlane, Madrid, Spain. | 21.09 AM.

Jason Maxwel berdiri di sana, menatap keluarga yang balik menatapnya juga. Obrolan yang tidak sengaja dia dengar sedari dia sampai di tempat ini membuat laki-laki itu menyadari betapa kerasnya Katherine menolak perjodohan mereka. Perjodohan yang selalu dikatakan oleh Lauren dan Ibunya, kedua Ibu yang sudah sejak dulu mengharapkan Kate dengan Jason berjodoh.

Sehingga suara Samuel mengintrupsi semuanya, membuat Jason terpaku begitu Kate menatapnya. Tatapan yang selalu mengunci mata Jason agar tetap menatap keindahan itu. Keindahan yang tidak dapat dia miliki tentunya.

Sampai kapan pun dia akan tetap terpesona oleh sosok Kate. Sosok yang tidak pernah balik mencintainya, tapi Jason cukup sadar diri dengan tidak mengharapkan timbal balik dari apa yang dia rasakan terhadap Kate.

“Sejak lima menit yang lalu. Aku takut mengganggu pembicaraan kalian.” Jason terkekeh ringan, lantas menepuk bahu anak remaja di hadapannya ini. Wajah Samuel tidak jauh berbeda dengan Kate, sekilas mereka berdua terlihat seperti kembar berbeda kelamin.

“Kemari lah, Nak.” Gustavo mengajak Jason untuk menghampirinya.

Jason berjalan diikuti oleh Samuel dari belakang. Laki-laki itu berhenti di hadapan Lauren yang menatap Jason dengan raut wajah yang tidak enak hati. Jason menyerahkan sebuah paper bag titipan Bryan, karena kebetulan Jason bertemu dengan anak sulung keluarga Amberlane ketika sedang berada di Kanada. Lalu Bryan menitipkan sesuatu untuk Kate dan Bibi Lauren.

“Aku hanya mampir untuk mengantarkan titipan Bryan,” ucap Jason setelah menyerahkan paper bag yang dia bawa.

Lauren tersenyum ramah setelah menerimanya. “Ah, terima kasih banyak, Jason.” Setelahnya Lauren menyuruh Jason untuk duduk. Lauren bergerak untuk memanggil pelayan agar membuatkan minuman untuk Jason.

Gustavo menanyakan beberapa hal terhadap Jason, mereka berdua terlihat sangat akrab jika sudah membicarakan perihal pekerjaan.

“Bagaimana kabar kedua orang tuamu, Nak?” tanya Gustavo. Suara laki-laki paruh baya itu terdengar begitu tenang.

Jason tersenyum tipis sebelum menjawab pertanyaan Gustavo. “Mereka baik, Paman. Lagipula semua urusan pekerjaan sudah aku tangani, saat ini Daddy hanya perlu menikmati masa pensiunnya.” Laki-laki itu tersenyum kecil mengingat Ayahnya yang sangat menginginkan untuk segera pensiun semenjak Jason mulai mengambil alih bagian perusahaan.

Semakin lama obrolan itu mengalir tanpa adanya rasa canggung diantara ketiganya. Inilah yang Lauren suka dari Jason, laki-laki ini ramah dan begitu mudah tertawa saat berbincang dengannya, maupun dengan suaminya. Lauren hanya ikut menyimak dan sesekali menimpali obrolan suaminya dengan Jason. Samuel sudah kembali ke kamarnya, karena merasa kalau obrolan orang dewasa itu membosankan.

Sedangkan Kate lebih memilih untuk keluar rumah. Duduk di sebuah kursi yang menghadap patung angsa putih yang dikelilingi oleh air mancur di sekitarnya, dan dilengkapi dengan lampu yang terletak di tengah-tengah patung tersebut. Sehingga terlihat terang bersinar dan menyenangkan ketika dipandang.

Tidak lama setelah itu, suara derap langkah kaki terdengar mendekat. Membuat Kate menoleh dan menemukan sosok Jason yang ikut duduk di kursi kosong di sebelahnya.

Angin malam menerpa rambut Kate yang tergerai. Di antara mereka berdua belum ada yang membuka suara lebih dulu. Sebelum Jason yang menintrupsinya lebih dulu.

“Hai Katherine, lama tidak berjumpa. Bagaimana kabarmu?” tanya Jason sembari tersenyum tipis dan melambaikan tangannya kepada Kate.

Kate balas tersenyum. “Halo Jas, aku baik. Bagaimana denganmu?”

“Aku akan terlihat baik-baik saja jika melihatmu tersenyum seperti sekarang,” cengir Jason. Menatap Kate dengan jahil.

Beginilah Jason Maxwel saat sedang bersamanya. Dia laki-laki yang memiliki kepribadian yang cukup menyenangkan. Namun sayang sekali Kate tidak pernah memiliki rasa ketertarikan yang sama terhadap Jason. Selain karena alasannya sudah memiliki Liam, dia juga tidak memiliki niatan untuk jatuh cinta terhadap Jason.

Perempuan itu tersenyum masam dan mengalihkan tatapannya. Sekaligus mencoba untuk mencari pembahasan yang lain. “Aku tahu, tadi kau mendengar semua perkataan Mommy.”

Jason malah terkekeh kecil, dia menyandarkan punggungnya dan menatap langit Madrid yang terlihat gelap dan kelam. Menaikan resleting jaketnya ketika udara malam kian dingin. Jason memikirkan berbagai hal sebelum membalas ucapan Kate barusan.

“Kau benar. Aku mendengarnya, meski tidak semuanya. Ini terasa nyata, kan? Aku mencintaimu, dan kau tahu itu. Aku lebih sakit hati mengetahui kau mencintai Liam, ketimbang aku mendengar ucapan Bibi Lauren tadi. Kau cantik, kau berpendidikan, mudah bagimu untuk mencari laki-laki lain yang lebih daripada Liam,” ujar Jason terdengar lirih. Laki-laki itu seakan sudah terlalu letih untuk mencari celah agar bisa masuk ke dalam hati Kate.

Kate menoleh, menatap Jason yang terlihat begitu rapuh di hadapannya. “Jas ... jangan berbicara seperti itu. Kau layak mendapatkan perempuan yang melebihi diriku, perihal aku yang tidak mencintaimu bukan berarti kau merasa tidak ada perempuan lain lagi di luaran sana.”

Laki-laki itu balas menatap Kate. Memperhatikan wajah manis perempuan di hadapannya, tetapi sayang sekali sosok ini tidak ditakdirkan untuk menjadi miliknya. Katherine Margaretha sudah memilih untuk melabuhkan hatinya terhadap Liam Xaviendra sejak empat tahun yang lalu.

Jason menyaksikan itu terjadi sebelum Kate pergi ke London untuk kembali melanjutkan kuliahnya. Bagaimana ekspresi bahagia yang dipancarkan oleh Kate ketika keduanya sudah resmi berpacaran. Saat itu dia kembali patah hati, dia tidak bisa bertindak lagi selain merelakan semua itu terjadi.

Mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur.

“Empat tahun yang lalu aku sudah patah hati, Kate. Kau pasti tahu itu, bukan?” Jason membalasnya sambil tertawa. Mengenyahkan rasa sesaknya, tidak ingin terlihat lebih menyedihkan di hadapan Kate.

Jason berdiri membelakangi Kate yang setia memerhatikan gerak-geriknya. Kedua tangan laki-laki itu dimasukan ke dalam saku jaket kulitnya, menatap lurus ke depan.

“Kau sudah kuanggap seperti sahabat sekaligus Kakakku, Jas. Jangan sungkan jika ingin bercerita tentang apa pun itu kepadaku.” Kate memeluk Jason dari belakang, kepalanya dia sandarkan pada punggung Jason yang terasa kokoh dan nyaman.

Laki-laki itu tersenyum tipis. Melepaskan kedua tangan Kate dan berbalik badan untuk merangkul Kate ke dalam pelukannya. “Aku menyayangimu Kate, sangat.” Jason mengusap rambut Kate yang terasa halus mengenai tangannya.

Jika mencari seorang laki-laki yang menyedihkan karena cintanya tidak pernah terbalas, maka kau akan menemukan Jason berada di tempat ini. Tempat di mana dia belum bisa melupakan Katherine yang memiliki dampak luar biasa bagi hatinya. Mungkin rasanya akan berbeda jika Kate juga memiliki rasa yang sama, tapi ini sudah lama terjadi. Kesempatan itu tidak akan pernah ada untuknya.

Katherine hanya akan menganggapnya sebagai seorang kakak sekaligus sahabat. Tidak lebih dari itu, harusnya sejak awal Jason sadar, tapi dia tidak bisa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status