Chika saat ini diam dengan waspada. Setelah ia keluar dari kamar mandi, Niko terus menatapnya tanpa berkedip. Matanya mengunci pergerakan Chika. Di lihatnya Chika dari atas hingga bawah. Perlahan kaki Niko berjalan menuju Chika yang berdiri di depan kamar mandi dengan sehelai handuknya. Bodohnya Chika yang tidak membawa pakaian ganti ke kamar mandi.
Laki-laki normal memang, yang melihat badan Chika akan tergoyah imannya. Kulit putih mulus di tambah badan yang berisinya. Tidak munafik, Niko ingin mendekap badan Chika saat itu juga.
“Mas mau apa? Jangan mcam-macam ya,” waspada Chika sambil melangkahkan kakinya mundur karena Niko semakin dekat dengannya.
“Memangnya saya mau ngapain kamu?” mimik wajah Niko yang serius dengan terangkatnya alis kirinya, membuat Chika semakin waspada. Chika belum siap jika harus melayani Niko malam itu juga.
“Jangan berani sentuh saya Mas. Lihat saja kalau kamu berani sentuh saya,” Chika memperingatkan Niko dengan tangannya yang terangkat di depan seolah sebagai tanda agar Niko stop tidak melangkahnya kakinya.
“Fikiran kamu terlalu jauh. Saya mau ke kamar mandi untuk wudhu. Sedari tadi saya menunggu kamu karena kamu terlalu lama mandinya. Sebaiknya kamu segera ganti baju lalu kita sholat berjamaah,” ucap Niko lalu berjalan melewati Chika yang masih berdiri kaku.
Lega, itulah perasaan Chika saat ini ketika Niko tidak menyentuh dirinya. Kinerja hembusan nafasnya bertambah. Dengan langkah kaki cepat, Chika segera mengganti bajunya agar Niko tidak melihatnya memakai handuk sialan tersebut.
Sedangkan Niko di dalam kamar mandi sedang mengendalikan nafsunya. Bayang-bayang tentang Chika masih saja mengusik otaknya. Dengan sekuat tenaga Niko menurunkan nafsunya dengan membasuh wajahnya berulangkali. Hingga akhirnya, ia wudhu lalu keluar untuk segera menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Saat ini keduanya sudah berbaring di ranjang. Suasana canggung masih membayangi mereka. Rasa lelah yang teramat, membuat Chika menguap lalu sedetik kemudian menutup matanya menuju dunia mimpi. Tidak berbeda dengan Niko yang juga dengan mudah menutup matanya. Beberapa hari yang di jalaninya membuat kepalanya pening dan juga kurangnya tidur. Jadilah mereka tidur dengan nyenyak dengan penghalang guling di tengah-tengah mereka.
Pagi telah menyapa mereka. Matahari bersinar menembus sela-sela tirai hotel mereka. Dengan setengah mengantuk, Chika memaksakan untuk membuka matanya. Di lihatnya samping ranjangnya yang terihat kosong tidak berpenghuni.
Sambil mengucek matanya, Chika bangun lalu mencari keberadaan Niko. Langkah kakinya terhenti ketika melihat Niko sudah berpakaian rapi.
“Mas mau kemana?” tanya Chika penasaran.
“Saya mau ke rumah sakit karena Devan akan segera di operasi,” balas Niko sambil memasang jam tangan mewahnya. Niko tidak berangkat kerja karena sudah mengajukan cuti selama tiga hari.
“Saya ikut Mas,” ucap Chika berharap.
“Tidak usah. Kamu di sini saja, lagi pula kamu belum mandi. Nanti kesiangan,” jawab Niko sama seperti biasannya yang jutek.
“Please ijinkan saya ikut Mas. Mandi saya hanya sebentar, janji,” Chika memohon agar Niko mengijinkannya ikut.
Berfikir sebentar akhirnya Niko mengijinkan Chika untuk ikut bersamanya,” baiklah, saya kasih waktu lima belas menit,”
Tidak ingin kehilangan banyak waktu, Chika bergegas mandi. Chika mandi secepat kilat yang hanya membutuhkan waktu lima menit saja. Chika melanjutkan aktifitasnya dengan memberikan sedikit polesan cream, bedak dan sedikit lipstik agar wajahnya tidak pucat. Wanita cantik itu memakai pakaian dress cream selutut dengan rambut yang di biarkan terurai.
Niko sedari tadi hanya duduk memperhatikan gerak gerik Chika. Penampilannya sederhananya mampu membuat Niko memuji kecantikannya, meskipun dalam hati. Sikap Chika selama berada di sampingnya bukanlah wanita yang manja. Keluarga yang kaya raya, tidak membuatnya sombong dan di lihatnya Chika adalah wanita yang mandiri dan bertanggung jawab. Batin Niko sekali lagi memuji Chika.
“Ayo Mas, saya sudah selesai. Tidak ada lima belas menit bukan saya mandinya,” ucap Chika bangga.
Seperti biasa Niko tidak menjawab perkataan Chika. Pria tampan nan jutek itu, berdiri lalu berjalan menuju pintu.
“Suami macam apa itu,” lirih Chika yang merasa kesal karena Niko sering mengabaikan perkataannya.
“Ups suami. Mengapa aku mengatakan kata suami namun aku merasa geli,” lirih Chika lagi sambil menutup mulut dengan tangannya.
Suasana hening menyelimuti keduanya saat berada di dalam mobil. Hanya ada suara musik yang menemani perjalanan mereka menuju rumah sakit. Tidak ada satu kata atau kalimat pun yang keluar dari mulut mereka.
Tak terasa mereka sudah sampai di rumah sakit. Setelah Niko memarkirkan mobilnya, ia dan Chika bergegas menuju ruangan Davan. Sebelumnya, Devan di jaga oleh asisten rumah tangga keluarga Raharja selama Niko dan keluarga mengadakan pesta resepsi. Dan barulah Niko menyuruh Mbok Inem untuk kembali pulang setelah ia sudah kembali untuk menjaga Davan.
“Selamat pagi anak papa. Bagaimana kabar kamu?” tanya Niko setelah masuk ke dalam ruang inap Davan sebelum melakukan operasi.
“Pagi papa. Kabar Davan baik pa,” balas Davan dengan senyum khasnya yang manis.
“Oh ya. Mama mana pa?” tanya Davan manja kepada papanya mengenai Chika, mama barunya.
“Ini mama sayang. Ada di belakang papa,” Niko tersenyum pada Chika lalu menggandeng tangannya untuk mendekat pada Davan.
Sikap Niko pada Chika berubah ketika berada di dekat Davan. Niko ingin putra kesayangannya bahagia melihat keharmonisannya dengan Chika.
“Hey sayang,” ucap Chika yang masih canggung mengatakan dirinya sebagai mama dan perilaku Niko yang lembut pada dirinya. Apalagi gandengan tangan Niko.
“Davan seneng banget punya mama. Jadi nanti waktu berangkat sekolah ada yang nganterin Davan sama seperti teman Davan lainnya,” Davan terlihat bahagia melihat Chika yang sudah menjadi mamanya.
Hati Chika terenyuh ketika Davan sangat bahagia hari itu. Anak yang usianya masih kecil sudah merasakan kehilangan seorang ibu. Chika tidak bisa membayangkan jika itu terjadi pada Galen, keponakannya.
“Makanya Davan cepat sembuh ya, biar nanti mama antar atau jemput Davan di sekolah. Janji?” ungkap Chika lalu mencium kening Davan dengan sayang. Entah mengapa Chika merasakan sayang pada Davan.
“Janji mama,” Davan membalas perkataan Chika dengan menampilkan giginya yang sebagian ompong.
Sudah satu jam lamanya Davan berada di ruang operasi. Terlihat Niko sangat gelisah, jalannya selalu mondar mandir. Sering kali Niko melihat ruang operasi tersebut melalui pintu yang terdapat kaca tembus pandang untuk mengetahui situasi di dalam. Chika memaklumi kekhawatiran Niko pada putranya, namun ia sedikit terganggu dengan sikap Niko. “Mas lebih baik duduk. Kita doakan yang terbaik untuk Davan,” Chika memberanikan diri mengutarakan pendapatnya. Tidak ada bantahan dari Niko saat itu. Wajah pasrahnya menurut dengan perintah Chika. Niko menduduknya dirinya di samping Chika. Di letakkan kepalanya di bahu Chika. Chika terkejut dengan tindakan Niko, matanya melotot karena tidak siap. Perlahan, Chika mengangkat tangannya untuk mengusap kepala Niko, ia berharap dengan usapan tangannya, Niko sedikit membuatnya tenang. “Terus berdoa Mas untuk kelancaran operasi Davan,” ucap Chika yang masih mengusap kepala
Siang itu Chika sedang berada di mushola rumah sakit untuk menunaikan ibadah. Sebelumnya, Niko terlebih dahulu melakukan ibadah. Mereka sepakat untuk bergantian karena khawatir jika Davan siuman tidak ada orang yang berada di sisinya. Setelah kewajiban telah di laksanakan, Chika segera kembali ke ruang inap. Chika berjalan dengan santai sambil melihat keadaan rumah sakit tersebut. Terpantau banyak orang berlalu lalang meninggalkan ataupun berdatangan ke rumah sakit. Mungkin karena siang itu adalah waktu jam besuk sehingga banyak orang yang ingin menjenguk orang terdekat mereka. Sesampainya di ruang inap, Chika membuka pintu. Langkah kakinya terhenti ketika di lihatnya seorang wanita berambut pendek sedang asik bercanda dengan Davan. Tidak lupa pria yang berdiri di sampingnya juga ikut tersenyum melihat kelucuan mereka. Pemandangan indah bak keluarga yang bahagia di mata Chika. Dada Chika terasa perih melihat keakra
Saat ini Niko dan Chika sedang berjalan bersama. Pandangan Chika selalu tertuju pada tangannya yang selalu di gandeng oleh Niko. Niko melakukan itu dengan alasan agar Chika tidak kabur dan berjalan lebih cepat. Niko menebak jika Davan urung uringan karena mereka tidak kunjung kembali. “Tante, mama sama papa kenapa belum kembali. Apa mereka meninggalkan Davan sendiri di sini,” ucap Davan sambil menangis ketika Chika masuk ke dalam ruang inap Davan. Tidak tega dengan wajah sembab Davan, Chika mengampiri Davan. “Davan,” ucap Chika lembut. “Mama,” teriak girang Davan melihat Chika telah kembali. Davan mengubah posisinya karena mencoba meraih Chika dalam pelukannya. “Davan tetap di tempat. Davan tidak boleh banyak bergerak karena baru saja operasi,” ujar Chika ngeri melihat Davan yang sudah mulai aktif. Chika khawatir jaitan pasca operasi bisa saja sobek. “Davan kangen mama,
Matahari sudah berganti dengan bulan. Saat itu Chika masih setia menjaga anak sambungnya. Anak sambungnya itu termasuk anak yang cerewet. Banyak pertanyaan yang ia tanyakan pada Chika. Pertanyaan yang termasuk kritis namun untungnya Chika mampu menjawab. Chika terbilang ahli dalam menghadapi anak kecil karena terbiasa menemani ponakannya. Berbicara tentang keponakannya, Chika jadi rindu dengan Galen. Usia Galen tidak jauh berbeda dengan Davan. Galen menjadi ponakan yang bermanfaat bagi Chika. Galen selalu menemaninya ketika hatinya di landa rasa perih dalam menghadapi kepahitan percintaan. Bukan hanya masalah percintaan namun juga masalah lain yang membuat pikirannya pening. Wajah ceria Galen mampu mengalihkan sementara masalahnya. Betapa Chika menyayangi ponakannya itu. Suatu hari nanti, Galen harus bertemu dengan Davan. Situasi di ruangan itu nampak sunyi, hanya ada Chika dan Davan. Belum lama ini Davan kembali tertidur setelah dirinya lelah dengan beribu pertanyaan. Pertanyaan yan
“Apakah selama saya tidak menjaga Davan, kamu pergi kelayapan?” tuduh Niko dengan wajah yang menunjukkan ketidaksukaan dengan sikap Chika. Mendengar pernyataan Niko pada dirinya membuat emosi Chika meninggi. Nafas Chika memburu. Hatinya Chika meradang saat itu. Sekujur tubuhnya mengeluarkan energi panas. Otaknya mendidih ketika tuduhan tidak benar itu mengarah padanya. “Asal anda tahu, saya manusia biasa yang butuh asupan makan. Kalau pun anda memikirkan dan menyediakan makan untuk saya, mungkin saya tidak akan keluar ruangan saat ini. Seharusnya pertanyaan itu untuk anda, mengapa anda kelayapan dari siang sampai larut malam. Apakah anda tidak memikirkan putra anda. Ah, saya pikir anda lebih mengkhawatirkan teman seprofesi anda itu!” balas Chika dengan mata melotot. Jawaban pedas Chika saat itu membuat Niko terkejut. Tutur katanya menunjukkan jika Chika tidak terima dengan tuduhannya. Niko heran mengapa Chika justru lebih galak di bandin
Suara alarm di ponsel membangunkan Chika dari tidurnya. Matanya yang masih terpejam mencoba mengambil ponselnya dengan meraba. Setelah ponselnya berada di tangannya, Chika membuka matanya lalu mematikan alarm itu. Chika mendudukkan dirinya untuk mengumpulkan setengah nyawanya.“Kamu sudah bangun?” tanya Niko yang muncul dari kamar mandi.“Iya Mas,” balas Chika dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka.“Hari ini saya mulai kerja. Tolong bantu saya untuk menjaga Davan,” balas Niko sambil merapikan baju dinas lorengnya.Mendengar apa yang di ucapkan oleh Niko, Chika mengengadahkan kepalanya untuk melihat suaminya itu. Suaminya sudah terlihat rapi dan siap untuk berangkat kerja. Sangat cepat Niko berangkat kerja, suaminya hanya meliburkan diri beberapa hari saja. Mungkin memang resiko seorang Abdi Negara yang tidak bisa seenaknya mengambil cuti pikir Chika.&nb
Tak terasa empat hari telah berlalu. Hari itu Davan sudah di perbolehkan kembali ke rumah. Namun Dokter memberi pesan jika Davan masih harus menjalani pemeriksaan rutin setiap satu minggu sekali untuk mengetahui perkembangan ginjalnya. Perasaan senang pun Davan tunjukkan dengan wajah bahagia dan bicaranya yang tiada henti. Perasaan bahagia itu tidak hanya di rasakan oleh Davan, namun juga di rasakan oleh Niko maupun Chika. “Tidur nanti malam Davan ingin di temani oleh Mama,” wajah cerita Davan terus ia tunjukkan. Davan ingin sekali tidur bersama mamanya untuk pertama kali. “Tidak Davan. Davan harus tidur sendiri, kamu anak laki-laki yang sudah besar,” sahut Niko yang tidak mengizinkan jika Davan tidur bersama Chika. Bulu kuduk Chika merinding ketika Niko tidak memperbolehkan Davan tidur bersamanya. Itu bearti Chika ia harus tidur kembali bersama Niko. Pasangan pengantin baru identik dengan malam pertama dan mereka
Saat ini Chika sedang menatap bangunan rumah yang berada di depan matanya. Rumah modern berlantai dua yang nantinya akan menjadi tempat tinggalnya bersama Niko dan Davan. Rumah milik Niko itu mempunyai halaman yang indah. Terdapat taman yang di hiasai oleh tanaman bonsai. Tanaman bonsai itu Chika prediksi memiliki harga yang cukup mahal. Di samping rumah Niko terdapat kebun kecil untuk menanam berbagai sayuran. Davan berkata jika papanya itu sangat suka berkebun.Ketika masuk rumah, pandangan mata Chika di suguhkan oleh foto keluarga Raharja yang terpajang di dinding ruang tamu. Di foto itu semua pihak menampilkan senyum termanis mereka, termasuk Niko. Niko mempunyai dua adik, dua adik Niko semuanya berjenis kelamin laki-laki. Kata orang jika anak laki-laki pertama menikah dan mendapatkan menantu perempuan pertama, menantu perempuan itu akan di sayang.Entah itu mitos atau apa, namun Chika hanya berharap jika ia bisa di terima oleh keluarga