Share

Bab 7

Chika saat ini diam dengan waspada. Setelah ia keluar dari kamar mandi, Niko terus menatapnya tanpa berkedip. Matanya mengunci pergerakan Chika. Di lihatnya Chika dari atas hingga bawah. Perlahan kaki Niko berjalan menuju Chika yang berdiri di depan kamar mandi dengan sehelai handuknya. Bodohnya Chika yang tidak membawa pakaian ganti ke kamar mandi.

Laki-laki normal memang, yang melihat badan Chika akan tergoyah imannya. Kulit putih mulus di tambah badan yang berisinya. Tidak munafik, Niko ingin mendekap badan Chika saat itu juga.

“Mas mau apa? Jangan mcam-macam ya,” waspada Chika sambil melangkahkan kakinya mundur karena Niko semakin dekat dengannya.

“Memangnya saya mau ngapain kamu?” mimik wajah Niko yang serius dengan terangkatnya alis kirinya, membuat Chika semakin waspada. Chika belum siap jika harus melayani Niko malam itu juga.

“Jangan berani sentuh saya Mas. Lihat saja kalau kamu berani sentuh saya,” Chika memperingatkan Niko dengan tangannya yang terangkat di depan seolah sebagai tanda agar Niko stop tidak melangkahnya kakinya.

“Fikiran kamu terlalu jauh. Saya mau ke kamar mandi untuk wudhu. Sedari tadi saya menunggu kamu karena kamu terlalu lama mandinya. Sebaiknya kamu segera ganti baju lalu kita sholat berjamaah,” ucap Niko lalu berjalan melewati Chika yang masih berdiri kaku.

Lega, itulah perasaan Chika saat ini ketika Niko tidak menyentuh dirinya. Kinerja hembusan nafasnya bertambah. Dengan langkah kaki cepat, Chika segera mengganti bajunya agar Niko tidak melihatnya memakai handuk sialan tersebut.

Sedangkan Niko di dalam kamar mandi sedang mengendalikan nafsunya. Bayang-bayang tentang Chika masih saja mengusik otaknya. Dengan sekuat tenaga Niko menurunkan nafsunya dengan membasuh wajahnya berulangkali. Hingga akhirnya, ia wudhu lalu keluar untuk segera menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Saat ini keduanya sudah berbaring di ranjang. Suasana canggung masih membayangi mereka. Rasa lelah yang teramat, membuat Chika menguap lalu sedetik kemudian menutup matanya menuju dunia mimpi. Tidak berbeda dengan Niko yang juga dengan mudah menutup matanya. Beberapa hari yang di jalaninya membuat kepalanya pening dan juga kurangnya tidur. Jadilah mereka tidur dengan nyenyak dengan penghalang guling di tengah-tengah mereka.

Pagi telah menyapa mereka. Matahari bersinar menembus sela-sela tirai hotel mereka. Dengan setengah mengantuk, Chika memaksakan untuk membuka matanya. Di lihatnya samping ranjangnya yang terihat kosong tidak berpenghuni.

Sambil mengucek matanya, Chika bangun lalu mencari keberadaan Niko. Langkah kakinya terhenti ketika melihat Niko sudah berpakaian rapi.

“Mas mau kemana?” tanya Chika penasaran.

“Saya mau ke rumah sakit karena Devan akan segera di operasi,” balas Niko sambil memasang jam tangan mewahnya. Niko tidak berangkat kerja karena sudah mengajukan cuti selama tiga hari.

“Saya ikut Mas,” ucap Chika berharap.

“Tidak usah. Kamu di sini saja, lagi pula kamu belum mandi. Nanti kesiangan,” jawab Niko sama seperti biasannya yang jutek.

“Please ijinkan saya ikut Mas. Mandi saya hanya sebentar, janji,” Chika memohon agar Niko mengijinkannya ikut.

Berfikir sebentar akhirnya Niko mengijinkan Chika untuk ikut bersamanya,” baiklah, saya kasih waktu lima belas menit,”

Tidak ingin kehilangan banyak waktu, Chika bergegas mandi. Chika mandi secepat kilat yang hanya membutuhkan waktu lima menit saja. Chika melanjutkan aktifitasnya dengan memberikan sedikit polesan cream, bedak dan sedikit lipstik agar wajahnya tidak pucat. Wanita cantik itu memakai pakaian dress cream selutut dengan rambut yang di biarkan terurai.

Niko sedari tadi hanya duduk memperhatikan gerak gerik Chika. Penampilannya sederhananya mampu membuat Niko memuji kecantikannya, meskipun dalam hati. Sikap Chika selama berada di sampingnya bukanlah wanita yang manja. Keluarga yang kaya raya, tidak membuatnya sombong dan di lihatnya Chika adalah wanita yang mandiri dan bertanggung jawab. Batin Niko sekali lagi memuji Chika.

“Ayo Mas, saya sudah selesai. Tidak ada lima belas menit bukan saya mandinya,” ucap Chika bangga.

Seperti biasa Niko tidak menjawab perkataan Chika. Pria tampan nan jutek itu, berdiri lalu berjalan menuju pintu.

“Suami macam apa itu,” lirih Chika yang merasa kesal karena Niko sering mengabaikan perkataannya.

“Ups suami. Mengapa aku mengatakan kata suami namun aku merasa geli,” lirih Chika lagi sambil menutup mulut dengan tangannya.

Suasana hening menyelimuti keduanya saat berada di dalam mobil. Hanya ada suara musik yang menemani perjalanan mereka menuju rumah sakit. Tidak ada satu kata atau kalimat pun yang keluar dari mulut mereka.

Tak terasa mereka sudah sampai di rumah sakit. Setelah Niko memarkirkan mobilnya, ia dan Chika bergegas menuju ruangan Davan. Sebelumnya, Devan di jaga oleh asisten rumah tangga keluarga Raharja selama Niko dan keluarga mengadakan pesta resepsi. Dan barulah Niko menyuruh Mbok Inem untuk kembali pulang setelah ia sudah kembali untuk menjaga Davan.

“Selamat pagi anak papa. Bagaimana kabar kamu?” tanya Niko setelah masuk ke dalam ruang inap Davan sebelum melakukan operasi.

“Pagi papa. Kabar Davan baik pa,” balas Davan dengan senyum khasnya yang manis.

“Oh ya. Mama mana pa?” tanya Davan manja kepada papanya mengenai Chika, mama barunya.

“Ini mama sayang. Ada di belakang papa,” Niko tersenyum pada Chika lalu menggandeng tangannya untuk mendekat pada Davan.

Sikap Niko pada Chika berubah ketika berada di dekat Davan. Niko ingin putra kesayangannya bahagia melihat keharmonisannya dengan Chika.

“Hey sayang,” ucap Chika yang masih canggung mengatakan dirinya sebagai mama dan perilaku Niko yang lembut pada dirinya. Apalagi gandengan tangan Niko.

“Davan seneng banget punya mama. Jadi nanti waktu berangkat sekolah ada yang nganterin Davan sama seperti teman Davan lainnya,” Davan terlihat bahagia melihat Chika yang sudah menjadi mamanya.

Hati Chika terenyuh ketika Davan sangat bahagia hari itu. Anak yang usianya masih kecil sudah merasakan kehilangan seorang ibu. Chika tidak bisa membayangkan jika itu terjadi pada Galen, keponakannya.

“Makanya Davan cepat sembuh ya, biar nanti mama antar atau jemput Davan di sekolah. Janji?” ungkap Chika lalu mencium kening Davan dengan sayang. Entah mengapa Chika merasakan sayang pada Davan.

“Janji mama,” Davan membalas perkataan Chika dengan menampilkan giginya yang sebagian ompong.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status