Ara kembali ke kostan nya yang begitu kecil namun cukup nyaman bagi dirinya untuk tinggal di situ. Ia langsung membaringkan tubuhnya di kasur nya yang terbilang tidak empuk itu. Tapi karena sudah terbiasa ia tak memperdulikan semuanya itu, yang ia tahu ia bisa melepaskan rasa penat nya.
Saat ingin menutup mata, sebuah telepon masuk dari nomor Ayahnya hingga dengan cepat membuat Tiara langsung mengangkat telepon itu pada deringan ke tiga. Ia bingung dan sekaligus takut jika mendapatkan telepon dari rumah nya itu. Ia takut ada apa-apa disana.
"Halo yah." Ucap Tiara setelah menekan tombol hijau mengangkat telepon.
"Apa kabar Nak?" Tanya Ayah Kaira diseberang sana.
"Baik kok Yah, Ayah sendiri bagaimana? Ibu sehat?" Tanya Tiara.
"Baguslah jika seperti itu sayang, ibu baik-baik saja kok."
"Jadi ngomong-ngomong apa yang membuat Ayah menelpon ku? Apa ada masalah Yah? Biasanya Ayah akan menghubungi ku jika ada masalah yang terjadi. Jadi apa masalah nya sekarang Yah?" Tanya Kaira.
Terdengar suara tawa dari seberang sana membuat Tiara menjadi cemas. Ia tahu bahwa kali ini ia akan mendapatkan masalah yang tak bisa ia tolak. "Kamu begitu hafal ternyata."
"Sudah sering ayah lakukan dan mana mungkin Ara bisa lupa Yah."
"Kamu benar juga, Ayah lupa kalau kamu adalah lulusan S2 di usia sangat muda sayang."
"Sudahlah Yah, jangan berbasa-basi lagi. Ayah tahu kan bahwa Ara tidak menyukai basa-basi seperti itu? Jadi katakanlah apa yang ingin ayah katakan. Jika Ara mampu Ara akan penuhi tapi jika tidak maka Ara minta maaf."
"Besok pulang lah pagi-pagi Nak, Ayah dan Ibu merindukan mu. Rindu makan semeja dengan mu lagi." Bukannya menjawab Ayah nya malah mengubah topik pembahasan.
Ara semakin bingung di buat nya, sebenarnya apa yang coba ingin di katakan oleh Ayahnya diseberang sana. Entah kenapa ada firasat buruk yang hinggap di hati Tiara saat ini.
"Baiklah jika seperti itu, Ara pulang besok untuk ikut sarapan bersama kalian." Putus Ara akhirnya, sebenarnya ia sangat penasaran dengan apa yang ingin di katakan oleh ayah nya makanya dirinya memutuskan untuk pulang besok. Daripada ia menerka-nerka yang tidak-tidak saat ini.
"Ah, kau terlalu peka ternyata orang nya sayang. Baiklah jika seperti itu selamat malam kesayangan Ayah, semoga mimpi mu indah malam ini. Sampai jumpa besok pagi." Setelah mengatakan itu tanpa menunggu jawaban dari Ara, telepon pun langsung di putuskan secara sepihak.
Ara menaikkan alisnya menatap benda pipih di genggaman nya, ada rasa aneh yang dirinyalah sendiri tidak tahu apa itu sebenarnya.
Tanpa berniat memikirkan lebih jauh lagi, Ara langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur itu dan menatap langit-langit kamarnya. Pikiran nya menerawang jauh kesana kemari seperti memcari ingatan yang hilang.
Belum sempat larut dalam lamunannya tentang masa lalu, kembali dirinya di tarik dengan suara ponsel.
"Siapa lagi yang menelpon malam-malam seperti ini sih?" Tanya Ara yang sudah begitu kesal karena sejak tadi ada saja pengnggu waktu santainya itu.
Ara melihat sebuah nomor tidak di kenal yang menelponnya membuat ia menaikkan alisnya. Tanpa memperdulikan nya Ara kembali pada posisi awal nya itu.
Tapi lagi-lagi ponselnya kembali berbunyi dari nomor yang sama kembali menghubungi dirinya.
"Astaga siapa sih malam-malam gini nelpon mulu. Nggak ada kerjaan atau apa ya. Ganggu waktu istirahat orang aja sih!! Ini pasti orang-orang iseng di pinggiran jalan sana, besok seperti nya aku harus Menganti nomor baru." Ucap Ara sambil melihat ponselnya yang sedang berdering dan kemudian mati.
Saat ingin kembali pada posisinya semuala sebuah pesan masuk ke ponselnya membuat Ara mau tak mau membuka pesan itu yang di kirim dari nomor yang sama.
082257******
Tian
Ara menaikkan alisnya saat membaca pesan yang dikirim oleh nomor yang tidak kenal itu. Hanya satu kata saja isinya namun padat dan jelas untuk Ara mengetahui siapa yang sejak tadi menelpon nya itu.
"Tian itu yang mana sih orang nya? Apa kami pernah bertemu atau--"
Saat ia ingin melanjutkan ucapannya sendiri kembali sebuah panggilan masuk ke ponselnya dari nomor yang sama sejak tadi menelpon itu. Dengan sedikit hati-hati Ara menekan tombol hijau untuk mengangkat telepon itu.
"Iya," ucap Ara saat telepon sudah tersambung.
"Astaga kau sangat hati-hati sekali Nona hingga sejak tadi telpon ku hanya kau lihat saja." Ucap Tian di seberang sana dengan sedikit kesal.
"Maaf anda siapa ya?" Tanya Ara, ia masih menemukan memori tentang orang yang bernama Tian itu. Apakah mereka pernah kenal sebelumnya atau Ara mempunyai hutang kepada orang itu yang belum di bayar makanya membuat orang itu menelpon nya untuk menagih hutang itu.
"Ck! Kau benar-benar lupa atau bagaimana sih nona? Baru saja tadi kita bertemu menghabiskan waktu bersama eh saat pulang kau melupakan diriku. Sungguh luar biasa kau nona pelacur Mahal dengan harga 1 triliun. Apakah seperti itu kau melupakan banyaknya orang yang bersama mu selama ini hingga kau bilang tadi bahwa kau baru menjadi pelacur?" Ucap Tian dengan begitu kesal. Entahlah dirinya juga tidak tahu mengapa wanita itu sungguh begitu cepat melupakan dirinya yang sangat tampan ini.
"Astaga, apakah itu kau Tuan? Aku hampir saja melupakan dirimu. Maaf kan aku yang tidak mengenal mu." Terdengar suara kekehan kecil dari Ara hingga membuat Tian menjadi berkali-kali lipat kesalnya.
"Kau mempermainkan ku nona?"
"Tidak tuan, aku sungguh tidak mengenal mu. Habisnya kau hanya mengirim pesan hanya satu kata saja. Nama Tian juga bukan hanya kau seorang saja. Banyak sekali nama Tian di dunia ini, seperti tetangga ku dan anak di pinggir jalan sana yang selalu menggoda ku." Jawab Ara membela dirinya.
"Banyak sekali alasan mu nona pelacur."
"Jika kau tidak percaya aku tidak masalah, toh aku tidak meminta siapapun percaya dengan ku. Itu hak mu jika tidak mempercayai ku, tugas ku hanya mengatakan yang sebenarnya saja."
"Setelah puas mempermainkan ku kau malah memberikan banyak alasan dan sekarang kau malah berbicara seolah aku yang salah. Astaga kau benar-benar menguji kesabaran ternyata nona."
Ara tersenyum, entahlah baginya ucapan Tian itu begitu menggelitik hatinya. Wajah Tian yang kesal terbayang-bayang di wajah nya hingga membuat dirinya semakin ingin tertawa.
"Apa yang membuat mu menelpon ku malam-malam seperti ini tuan?" Tanya Ara setelah bisa menguasai dirinya itu. Bagaimanapun ia harus bisa menahan tawanya agar tidak pecah dan membuat Tian kembali menjadi kesal dengan wajah datarnya itu.
"Besok pagi kau sibuk?"
"Kenapa?"
"Aku ingin mengajak mu sarapan bersama."
"Sorry, besok aku sudah ada janji."
"Ck! Menjadi pelacur juga merupakan orang sibuk ya." Ucap Tian dan kemudian langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Bukannya marah, Ara malah tersenyum menatap benda pipih yang sudah mati itu. "Unik sekali kau tuan terhormat membuat ku terasa di tantang untuk mendapatkan dirimu." Ucap Ara
Subuh sekali, Ara sudah tiba di depan pagar yang menjulang tinggi berwarna coklat tua. Di dalam sana ada rumah megah berwarna putih biru.Pintu gerbang dibuka oleh seorang satpam yang sedang bertugas pagi. "Selamat pagi Nona." Sapa satpam itu saat melihat sosok Tiara yang sedang berdiri dengan tangan dilipat di dada."Bapak tidur ya?" Tanya Ara, tatapannya begitu mendalam pada satpam itu."Anu Non, itu-""Anu apa hm?" Potong Ara cepat membuat Satpam itu semakin ketakutan.
Ara melangkah kan kaki nya memasuki hotel bintang lima tersebut dengan begitu hati-hati membuat Tian mengerutkan keningnya."Apa yang kau lakukan nona? Tanya Tian saat sejak tadi Ara seperti sedang berwaspada di setiap langkahnya.Bukannya menjawab Ara malah menegang di tempatnya saat melihat seorang laki-laki sedang merangkul wanita di sampingnya sambil sesekali mencium dengan penuh nafsu pada wanita itu.Ara menghentikan langkahnya, mata nya masih sangat fokus menatap dua insan yang sedang melewati dirinya dan juga Tian."Ck! Jika sudah diperbudak oleh nafsu itu tandanya tidak mempunyai rasa malu sedikitpun. Bahkan diriku disampingnya juga tidak di hiraukan." Gumam Ara yang bisa didengar oleh Tian.Tian melihat laki-laki yang sedang melewati mereka bersama wanita cantik di sampingnya, seperti nya wanita itu adalah wanita malam.Tanpa mengatakan apapun lagi, Ara melanjutkan l
Setelah berdebat terlalu panjang bersama Tian akhirnya keduanya berakhir di sebuah warung pinggir jalan untuk memakan bubur ayam sebagai pengganjal perut di pagi hari."Ck! Tak hanya pelit kau juga perhitungan ternyata."Tian menaikkan alisnya dan menghentikan suapan lontong yang ia pesan tadi. "kenapa?" Tanya Tian seperti tidak bersalah sama sekali."Kenapa?" Ara mengulang pertanyaan Tian tadi dengan nada yang sangat kesal."Yang seperti ini kah yang membuat kau menelponku malam-malam? Sarapan seperti inikah yang kau maksud?" Lanjut Ara yang masih tak percaya bahwa Tian mengajak dirinya sarapan di warung pinggir jalan seperti saat ini.Bukannya dirinya tidak suka atau tidak level makan di warung seperti ini melainkan dirinya masih tidak terima bahwa pengusaha sukses dan terkenal seperti Tian itu mengajak dirinya sarapan ditempat ini.Bukankah seharusnya Tian mengajak dirinya makan
Setelah bisa menguasai dirinya kembali, Ara melangkah menuju meja makan bergabung bersama kedua orang tuanya."Selamat pagi," sapa Ara kepada kedua orangtuanya."Pagi sayang, kok telat?""Bukannya pak satpam sudah bilang? Tadi aku ada telepon dadakan Bu."Ibu Ara yang bernama Tika mengangguk dan kemudian menatap lekat wajah Ara yang terlihat begitu tenang sambil mengambil nasi goreng ke dalam piring nya.Benar saja apa yang telah Ara duga bahwa ibunya itu akan memasak banyak saat mendengar kabar dirinya akan datang walaupun sering sekali ia mengingkari janji nya untuk pulang itu."Ardan, mengapa kau disitu nak. Sini, duduklah bersama." Titah sang ayah saat melihat Ardan yang hanya berdiri di tempat ia menyambut kedatangan Ara tadi.Ardan mengangguk dan kemudian berjalan mendekati meja makan."CK! Masih punya muk
Tok..tok..tokPintu kembali diketuk oleh manusia Yang sangat malas Ara lihat. Ia tidak tahu mimpi apa dirinya semalam sampai bisa menerima nasib kurang bagus pagi ini."Ara." Panggil Ardan dari luar dengan begitu lembut.Setelah malam itu ia tak pernah lagi mendengar suara Ardan bahkan ia lupa bagaimana suara Ardan yang selalu menenangkan dirinya dalam tangis."Ara, please bicaralah. Aku tahu kau ada di dalam."Ara diam, ia masih menatap kosong ke arah pintu itu. Bahkan untuk membuka mulut saja rasanya begitu susah. Apakah sebegitu benci nya dirinya terhadap Ardan?"Ara beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya Ra." Ucap Ardan lagi di balik pintu itu sambil mengetuk pintu kamar Ara.Dengan langkah gontai Ara melangkah mengambil baju di lemari dan kemudian langsung melangkah menuju kamar mandi miliknya. Sepertinya ia butuh menenangkan
Lepas." Ucap Ara sambil mengeluarkan dirinya dari pelukan Ardan.Ardan menganga tak menyangka bahwa Ara bisa melakukan itu kepada nya. Sejak tadi ia berharap bahwa Ara akan kemabli menjadi adik bungsu nya seperti dulu lagi. Namun entah kenapa rasanya sulit sekali untuk menghara hak itu untuk terjadi mengingat tujuh tahun berlalu tak pernah ada sapaan ataupun komunikasi antara mereka berdua"Jangan sentuh aku lagi. Tolong, tetaplah pada batasanmu."Ardan terdiam cukup lama akibat ucapan Ara barusan. Namun setelah ia bisa menguasai dirinya ia berdehem sebelum untuk mencair kan suasana.Matanya menyapu sekeliling kamar Ara dan berhenti di sebuah bingkai foto. Bibirnya mengembangkan senyuman yang entah mau dikatakan apa
"Hai nona Pelacur." Sapa orang itu sambil mengembangkan senyumnya.Ara terdiam, ditatap nya laki-laki yang berada di hadapan itu."Kamu lagi!" Ucap Ara yang sedikitpun tidak membuat senyum di wajah laki-laki itu luntur."Mau ngapain kamu kesini? Aku rasa telinga mu sedang tidak bermasalah hingga perkataan ku tadi pagi pasti bisa kamu dengar dengan baik bukan?" Lanjut Ara."Apa pembantu mu tadi tidak mengatakan siapa yang datang padamu hm?"Dengan polosnya Ara mengangguk, "Pacar katanya."Tian mengangguk, "Nah itu kamu sudah tahu. Jadi ceritanya itu sekarang pacar kamu ini mau ngajak kamu maka
Ardan terdiam di dalam kamarnya, pikirannya menerawang saat melihat Tian dan Ara bersama tadi. Entahlah ia merasa seperti sesuatu yang buruk akan segera terjadi pada adik bungsunya itu."Bagaimana bisa Ara mengenal Tian? Ah, laki-laki itu juga seperti kurang puas dengan kejadian yang pernah terjadi?" Tidak! Ia tidak akan ingin membuat nasib adiknya itu sama seperti Kirana. Cukup Kirana jangan Ara.Sepertinya kepulangan nya itu merupakan hal yang benar. Tidak masalah jika Ara belum bisa menerima nya yang jelas ia akan terus memantau apa saja yang dilakukan Ara mulai sekarang. Ia harus bergerak cepat sebelum semuanya kembali sia-sia lagi.Matanya beralih menatap foto tujuh tahun yang lalu saat masih ada Kirana diantara mereka. Rasanya hari itu merupakan hari yang paling membahagiakan di dunia. Sungguh, ia begitu merindukan hari itu lagi.Andai waktu bisa diulang sebentar saja, ia ingin kembali me