Share

Pelacur Adalah Cita-cita ku

Hening beberapa menit menyelimuti keduanya sampai Tian berdehem untuk mencair kan suasana. "Bagaimana dengan Pertanyaan ku tadi Ara. Berapa yang harus aku bayar untuk membuat mu mendesah sepanjang malam?"

Ara diam sejenak, memilih kata yang pas untuk jawaban yang memang sejak awal sudah di lontarkan oleh Tian itu.

"Untuk pelacur pemula seperti ku ini, Apakah bayaran 1 Triliun merupakan hal yang begitu besar?" Jawab Ara dengan sedikit hati-hati.

Tian menganga mendengar jawaban dari Ara, "Sebenarnya apa yang sedang ada di pikiran gadis ini saat meletakkan harga?" Gumam Tian dalam hatinya sendiri.

Bukannya menjawab Tian malah melemparkan sebuah pertanyaan pada Ara, "Sejak kapan kamu mulai terjun ke dunia malam?"

Nampak Ara sedikit berpikir sebentar, "Seperti nya baru tiga hari yang lewat Tuan." Jawab Ara.

Tian menaikkan alisnya sambil kedua tangannya ia lipat di atas dada. Ditatapnya wajah Ara yang begitu cantik di hadapannya itu. Bibir yang sedikit berisi berwarna merah, wajah mulus yang terlihat begitu cantik dan mata coklat yang begitu teduh dengan bulu mata lentik. 

Jika di lihat-lihat dalam jarak yang begitu dekat seperti ini, Ara tidak hanya cantik melainkan mempunyai Aura yang begitu memabukkan setiap kali bertatapan dengan mata coklat nya itu.

"Sudah ku bilang sejak awal jangan menatapku seperti itu Tuan, kau bisa jatuh cinta dan aku sudah menegaskan nya bahwa aku tidak akan bertanggung jawab jika hal itu Sampai terjadi ya." Ucap Ara yang berhasil membuat Tian kembali pada kesadaran nya semula.

Tian berdehem untuk mengusir kecanggungan yang entah sejak kapan hinggap antara mereka.

"Kau terlalu percaya diri sekali Nona." Jawab Tian.

Ara terkekeh, "Bukan terlalu percaya diri, tapi kau tahu Tuan bahkan itu sudah terbukti kebenarannya. Sudah beberapa pangeran berjas putih datang untuk menjadikan aku bagian dari hidup mereka hanya dengan satu kali kedipan mata saja." Jawa Ara santai.

Tian melihat jas putih yang ia kenakan, entah kenapa tiba-tiba ia merasa malu sendiri ketika mata Ara menatap dirinya. "Jangan kau sama kan aku dengan pria-pria itu Nona. Bahkan aku belum mengatakan bahwa aku menginginkan dirimu." Jawab Tian membela dirinya sendiri.

Kembali Ara tertawa, "Bukan belum tapi sedang." Jawab Ara

Tian menaikkan alisnya karena tidak mengerti apa yang diucapkan oleh Ara barusan itu. "Maksudnya?"

"Iya, bukan belum menginginkan tapi sedang menginginkan. Itulah mengapa kita berada disini saat ini." Jawab Ara lagi sambil kembali meminum coklat nya.

Tian terdiam di tempatnya, benar apa yang dikatakan oleh Ara barusan. Untuk apa mereka berdua berada disini kalau dirinya tidak menginginkan Ara? Alasan apa yang bisa menjelaskan tentang keadaan saat ini? Bahkan mereka bukan Lah dua orang sahabat yang baru bertemu kembali setelah terpisah sekian lama. Tidak, bahkan drama seperti itu begitu menjijikkan bagi Tian untuk ia perankan.

Semua asumsi yang terlintas di otaknya segera ia tepis. Tian menggeleng kepalanya mengusir semua itu. Dan semua yang dilakukan oleh Tian itu tidak luput dari pandangan mata Ara. Gadis itu mengembangkan senyumnya saat dirinya merasa bahwa Kelakuan Tian begitu menggemaskan.

Sadar akan tatapan mata Ara yang seperti mengejek dirinya itu, Tian langsung berdehem dan tiba-tiba saja keadaan menjadi hening.

"Berapa umurmu Ara?" Tanya Tian

"25 tahun." Jawab Ara cepat.

Tian menganggukkan kepalanya, "Apa yang membuatmu terjun ke dunia malam? Apakah tentang ekonomi?" Tanya Tian, ia sungguh penasaran mengapa gadis muda dan cantik seperti Ara bisa tergiur dengan dunia malam?

Dengan cepat Ara menggelengkan kepalanya. "Bahkan aku terlahir dari keluarga serba berkecukupan tuan." Jawab Ara santai.

Memang benar adanya bahwa ia lahir dan dibesarkan oleh keluarga yang berkecukupan. Usaha orang tuanya tidak seperti usaha-usaha pejabat petinggi kebanyakan itu. Tapi meski seperti itu, dengan usaha orang tua nya itu bisa membuat Ara merasa kecukupan dalam segala hal. Bahkan orang tuanya tidak pernah membuat Ara kekurangan sedikit pun.

Mata Tian terbelalak saat mendengar penuturan dari Ara, "Serius bahwa dirimu berasal dari keluarga berkecukupan?" Tanya Tian yang langsung di anggukkan oleh Ara.

"Bahkan jika Aku mau aku bisa membeli seorang laki-laki tuan." Ucap Ara.

Tian terdiam sebentar, entahlah baginya saat ini wanita yang berada di hadapannya ini sungguh sangat misterius dan mampu membuat dirinya begitu ingin tahu lebih dalam tentang Ara.

"Jika seperti itu kenyataan yang sesungguhnya kenapa kamu menjadi pelacur? Tidakkah kamu berniat memenuhi cita-cita mu? Oh iya, bicara tentang cita-cita. Apa cita-cita kamu Ara?" 

Ara tersenyum, "Bahkan yang sedang aku kerjakan saat ini adalah usahaku untuk membuat cita-cita ku tersalurkan Tuan."

Tian menaikkan alisnya karena merasa tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Ara barusan. Entahlah sejak tadi ia merasa bicara dengan Ara membuat ia menjadi bodoh sendiri. Padahal ia termasuk orang yang memiliki IQ di atas rata-rata.

"Apa maksi Ara?" Tanya Tian yang memang tak bisa lagi mencerna dengan baik ucapan Ara sejak tadi yang entah kemana arah tujuan sebenarnya itu.

"Seperti pertanyaanmu tadi, apa cita-cita ku? Tidakkah aku sudah menjawabnya tuan? Cita-cita ku ya seperti inilah." Ara menggantungkan kan ucapannya, dilihatnya wajah Tian yang sudah begitu terlihat sangat penasaran.

"Cita-cita ku adalah menjadi pelacur tuan." Sambung Ara tanpa beban apapun. Seolah-olah yang ia katakan bukan lah hal yang tidak pas dan juga bukanlah sebuah hal yang sangat keji.

Tiba-tiba Tian tertawa terbahak-bahak hingga membuat Ara mengerutkan keningnya karena bingung, apa ada yang salahkan dengan jawaban yang ia katakan tadi itu?

"Mengapa anda tertawa tuan?" Tanya Ara dengan wajah bingung nya.

Tian menggeleng kan kepalanya cepat berusaha menahan tawanya agar tidak kembali pecah dan membuat Ara semakin bingung.

"Apa ada yang salahkah?" Tanya Ara lagi

"Apa menurutmu menjadi pelacur itu merupakan sebuah cita-cita Ara?" Tanya Tian setelah bisa mengendalikan dirinya itu.

Ara mengangguk kan kepalanya, "Memangnya kenapa? Salah?" Tanya Ara

"Begini Ara, sebenarnya kamu tahu tidak apa itu yang di maksud dengan cita-cita?" 

"Tentu saja aku tahu, bahkan anak kecil juga tahu jawabannya itu Tuan."

"Jika kamu tahu, mengapa kamu bisa mengatakan kalau menjadi pelacur itu adalah sebuah cita-cita?"

"Karena ingin." Jawab Ara singkat.

"Kamu tahu bukan bagaimana orang memandang seorang pelacur itu? Jadi kenapa kamu ingin menjadi bagian dari mereka Ara? Kamu cantik dan kamu masih sehat seperti saat ini seharusnya kamu bisa mendapatkan pekerjaan apapun yang sesuai dengan bakat kamu bukan malah jadi pelacur."

"Bahkan karena diriku masih sangat muda, seksi dan begitu menggoda inilah saatnya untuk terjun menjadi pelacur." Jawab Ara dengan begitu percaya diri hingga membuat Tian terdiam tak bisa lagi untuk berkata-kata sungguh dirinya juga tidak tahu apa sebenarnya yang ada dalam pikiran wanita cantin di hadapannya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status