Pelakor Itu TantekuMas Pram menggenggam tanganku yang masih memegang baju tidur. Dia menatapku dengan tatapan penuh makna. Mungkin dia sedang memikirkan harus dari mana menjelaskan padaku.Aku membalas dengan tatapan yang mengisyaratkan kalau aku sudah siap mendengar penjelasan darinya. Terlihat wajahnya yang sedikit ragu-ragu dan cemas, sebelum akhirnya Mas Pram mulai bicara."Semua itu tidak pernah aku inginkan, meskipun akhirnya aku tidak bisa menolaknya. Rayuan itu membuatku melupakan sejenak kamu dan Fadil. Sentuhan bibir Tante Lili tidak bisa ku elakkan, justru aku membiarkan dan menikmatinya meskipun hanya sesaat."Dadaku bergetar hebat. Sekuat tenaga mencoba menguatkan hatiku. Sesekali kuseka air mata yang tidak bisa kutahan.Mas Pram lebih erat menggenggam tanganku, seakan dia ingin memastikan apa aku masih menginginkan penjelasan yang lebih darinya."Terus?" ucapku dengan suara parau."Entah apa yang membuat Tante Lili menginginkan semua itu dariku. Setelah cumbuan pertama
Pelakor Itu TantekuAku berjalan mengikuti Mas Pram. Berharap memang Tante Lili yang datang. Aku sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang tersimpan di dalam kepala. Aku ingin mendengar penjelasan langsung darinya.KleekkMas Pram membuka pintu."Assalamu'alaikum, Mbak Sifa. Ini ada sedikit kue untuk Fadil."Ternyata bukan Tante Lili yang datang, melainkan Mbak Hana-tetangga sebelah rumah.HemhhAku menghembuskan napas pelan untuk memendam sedikit rasa kecewa, karena sudah beranggapan kalau Tante Lili yang datang."Wa'alaikumsalam, terima kasih, Mbak Hana. Repot-repot segala," ucapku sembari mengulas senyum kaku. Mas Pram melirikku dengan dahi yang mengernyit. Mungkin karena melihat sikapku sedikit aneh.Setelah Mbak Hana pergi, aku langsung masuk dengan membawa kue pemberiannya."Sayang, aku belum selesai bicara, tadi." Mas Pram mengikuti ke manapun kakiku melangkah."Aku ingin menengok Ayah, Mas, beliau sakit. Ibu sudah memberitahu Tante Lili, tapi dia tega tidak menyampaikannya pa
Pelakor Itu TantekuAku sedikit menggeser duduk'ku ke samping Mas Pram, berharap dia tidak hanya diam membisu seperti itu. Semua masalah datang dari dia dan Tante Lili. Tapi kenapa harus aku yang menanggung beban ini. Aku segera mengambil ponsel di dalam tas.[Bantu aku untuk menjawab keinginan Ibu yang menyuruhku menghubungi Tante Lili.] Segera mengirim pesan tersebut pada Mas Pram.[Bantu gimana, Sayang? Aku harus bilang apa sama Ibu?] Pesan balasan yang sangat cepat. Mas Pram ini, benar-benar bikin aku kesal. Coba Ayah tidak sakit, sudah ku'buka semua perbuatan kalian berdua. [Terserah,] balasku melirik sinis ke arahnya. Dari tadi aku terus yang harus menjawab semua pertanyaan dari Ayah dan Ibu soal Tante Lili. Sedangkan Mas Pram hanya bisa diam dengan perbuatannya. Tahan emosi kamu, Sifa! Jangan sampai Ibu curiga dengan sikapmu pada Mas Pram. "Gimana, Fa? Sudah dapat balasan dari tantemu?" tanya ibu lagi."Sudah," celetuk Mas Pram tiba-tiba. Seketika tatapan kami tertuju pa
Pelakor Itu TantekuPOV Tante Lili"Mendingan Tante pergi dari sini! Aku tidak ingin Sifa lebih sakit hati lagi padaku," terang Pram yang tiba-tiba menyeret tanganku keluar dari kamar."Bukannya bagus, karena akhirnya Sifa mengetahui. Pram ... Pram, sudahlah, berhenti jadi orang munafik!" Ku'tatap wajahnya yang terlihat begitu marah padaku. "Aku tidak pernah menginginkan semua ini, dan Tante tahu itu. Aku hanya mencintai Sifa.""Kamu pikir, aku akan berhenti sampai di sini, Pram? Tidak. Aku tidak akan berhenti sampai di sini. Dan aku tidak akan pernah keluar dari rumah ini. Atau ... aku akan bilang sama orang tuanya Sifa kalau kamu mencintaiku," tegasku untuk mengancamnya."Lagi-lagi Tante mengancamku. Mau Tante apa?" Pertanyaan yang dari tadi aku tunggu, Pram. Dengan kamu bertanya seperti itu, aku bisa meminta apapun darimu."Simple. Aku menginginkan kamu, Pram.""Jangan gila, Tan. Aku tidak mencintai Tante sama sekali. Sekarang lebih baik Tante segera angkat kaki dari rumah ini!"
Pelakor Itu Tanteku"Fa ...." Suara Ibu mengagetkan lamunanku."I - iya, Bu. Kenapa?""Kenapa? Kamu yang kenapa, Fa?""Si - Sifa tidak apa-apa, Bu," jawabku dengan senyum yang dipaksakan."Cerita sama Ibu kalau memang ada yang mengganjal pikiranmu, Fa! Jangan dipendam!"Sebenarnya Sifa juga ingin cerita. Sifa ingin mengungkapkan semua apa yang Sifa rasakan. Masalah rumah tangga Sifa dengan Mas Pram jadi bermasalah karena Tante Lili--adik kesayangan Ibu.Tapi, Sifa pikir, bukan waktu yang tepat menceritakannya sekarang. Ayah sedang sakit, Sifa tidak ingin menambah beban pikiran Ibu. Sifa takut, Ibu akan ikutan sakit setelah mendengar semuanya."Fa ....""Si ... Sifa baik-baik saja, kok, Bu. Mungkin karena sedikit lelah," jelasku agar Ibu tenang."Ya sudah, kamu istirahat saja! Sepertinya Fadil juga sudah di kamar bersama papanya."Sebenarnya aku masih tidak ingin satu kamar dengan Mas Pram. Tapi apa boleh buat, tidak mungkin aku tidur pisah ranjang di sini.""Kenapa lagi, Fa? Malah me
Pelakor Itu TantekuTante Lili memasukkan barang-barangnya ke dalam kamar. Kamar yang berbatasan tembok dengan kamarku. Hal ini pasti akan dimanfaatkan Tante Lili karena akan lebih mudah mendekati Mas Pram.Sepertinya Tante Lili memang tidak main-main dengan niatnya merusak tanggaku. Tidak ada penyesalan yang terlihat sedikitpun darinya."Li ... ayo kita sarapan bareng," ajak ibu.Tante Lili keluar dengan pakaian sangat seksi. Sepertinya dia memang sengaja ganti pakaian seperti itu untuk menarik perhatian Mas Pram. Cara yang dulu pernah dia lakukan saat masih satu rumah dengan kami.Tante Lili berjalan menuju kursi yang dekat dengan Mas Pram. Sedangkan aku di samping Ibu, dan Fadil di tengah."Tante duduk di sini saja, aku yang pindah dekat Mas Pram. Biar Tante dekat sama Ibu. Sepertinya Ibu kangen banget sama Tante," ucapku mencegah Tante Lili dekat-dekat dengan Mas Pram.Tidak akan kubiarkan ada celah sedikitpun untuk Tante mendekati suamiku. Apalagi di rumah ini.Aku pun segera pin
Pelakor Itu TantekuAku keluar dari kamar dengan perasaan bersalahku sebagai seorang istri. Hanya sebuah kata 'seandainya' yang terpikir di kepalaku. Ya, seandainya kamu tidak melakukan perbuatan itu, tidak mungkin sikapku akan berubah seperti sekarang ini, Mas. Seandainya Tante Lili tidak tinggal di rumah kita, pasti rumah tangga yang telah kita bina selama lima tahun masih baik-baik saja. Tetapi, kata 'seandainya' tidak bisa merubah semua yang telah terjadi. Sepertinya Mas Pram juga masih menyembunyikan banyak hal dariku."Sudahlah, Fa, tidak usah kamu paksakan hubunganmu dengan Pram! Aku yakin, hubungan kalian sudah hambar," ucap Tante Lili yang muncul di hadapanku.Seketika aku langsung menarik tangan Tante Lili dengan kasar."Tante pikir, Sifa akan akan diam dengan perbuatan Tante? Sifa masih baik hati belum menceritakan pada Ayah dan Ibu tentang perbuatan Tante yang memalukan itu.""Kenapa tidak kamu ceritakan saja?" jawabnya menantang.Entah setan apa yang sudah merasuki Tant
Pelakor Itu TantekuSetelah terbangun aku tidak bisa memejamkan mata lagi. Ingin sekali membangunkan Mas Pram untuk menanyakan hal ini. Tapi Mas Pram tidur begitu pulas. Aku harus menunggu sampai subuh, dan itu masih beberapa jam lagi.Aku duduk termenung. Seakan masih tidak percaya kalau perempuan yang tak lain tanteku sendiri tega berbuat seperti ini padaku.Aku pikir setelah Tante Lili pergi dari rumah kami, dia akan berhenti mendekati Mas Pram. Tapi ternyata tidak, justru dia semakin berani memperlihatkan padaku.Menghela napas panjang dan berharap semua ini akan segera berakhir. Ingin sekali aku memberi pelajaran pada Tante yang tidak tahu diri itu.Tanpa sadar aku meremas selimut yang dipakai Mas Pram dengan begitu kesal."Tante Lili sudah keterlaluan, sangat keterlaluan," ucapku penuh amarah."Sayang, kamu tidak tidur?" tanya Mas Pram yang tiba-tiba terbangun.Aku pun langsung menoleh ke arahnya."Apa aku sudah mengganggu tidurmu, Mas?""Tidak, Sayang," jawab Mas Pram sembari b