Pelakor itu tak lain adalah tanteku sendiri, adik bungsu dari ibuku. Tante Lili umurnya tak jauh beda denganku, tiga tahun lebih tua dariku. Parasnya yang cantik membuat banyak laki-laki terpesona dengannya. Termasuk Mas Pram-suamiku. Suami yang sudah menemaniku selama lima tahun. Tante Lili tega melakukan segala cara untuk mendapatkan Mas Pram. Kebaikan kami mengizinkan dia tinggal di rumah kami malah dibalas dengan hal yang begitu menyakitkan.
Lihat lebih banyakPelakor Itu Tanteku
"Pagi ... sarapan apa hari ini, Fa?" tanya tante padaku."Nasi goreng, Tan."Lili adalah tanteku, adik paling bungsu dari ibuku. Dia memang masih muda sekali, hanya beda tiga tahun denganku. Selain parasnya yang cantik, dia juga memiliki bentuk tubuh yang sangat indah dan kulitnya yang kuning langsat membuat dia terlihat begitu sempurna.Laki-laki mana yang tidak tertarik saat melihatnya. Bahkan laki-laki yang sudah menikah denganku selama lima tahun, hatinya berpaling padanya."Memangnya ngga ada menu lain, Fa? Bosen."Menu yang cepat, Tan. Lagian nasi goreng kesukaan Mas Pram dan Fadil," jelasku dengan menaruh nasi goreng di atas piring.Tante Lili memang sering menginap di rumahku. Dan hampir dua bulan ini, dia malah tinggal bersamaku. Alasannya karena lebih dekat dengan tempat kerjanya.Tadinya hanya bilang beberapa hari saja sembari mencari tempat kost atau kontrakan untuk dia tinggal. Entahlah, kenapa sampai dua bulan masih betah di sini. Padahal sudah beberapa kali aku mencarikan tempat kost dan rumah kontrakan. Tetapi dia selalu menolak, katanya tidak cocok."Cukup, Fa! Jangan banyak-banyak! Aku tidak ingin badanku melar," terang tante.Tante Lili memang sangat menjaga sekali berat badannya, dia tidak mau kalau tubuhnya melar. Bahkan dari ujung kepala sampai ujung kaki semua perawatan. Tidak heran kalau rambutnya yang panjang dengan warna cokelat itu terlihat begitu indah. Wajahnya yang begitu bersih, halus dan glowing membuat kecantikannya semakin terpancar.Beda denganku, yang hanya berpenampilan sederhana saja. Dengan rambut hitam legam yang selalu aku kuncir. Aku jarang sekali memakai make up yang lengkap, paling hanya lipstik saja yang menutupi bibir tipisku. Skincare juga yang harganya masih aman di kantong. Pergi ke salon paling hanya beberapa kali dalam setahun, itupun hanya potong rambut.Bukannya tidak ingin cantik. Tetapi aku lebih memilih hemat dan uangnya aku tabung. Aku tetap menjaga kebersihan badan agar bersih dan wangi. Tetapi kalau di bandingkan dengan tanteku yang perawatannya rutin satu bulan sekali, belum vitamin yang dia konsumsi untuk menjaga kulitnya agar terlihat segar. Aku sangat jauh berbeda. Meskipun kata orang, aku memiliki paras yang ayu.Tante Lili berusia tiga puluh tahun, lebih tua tiga tahun dariku. Tetapi dia masih terlihat seperti ABG dengan penampilannya yang begitu modis dan selalu mengikuti model."Sayang ...." Terdengar teriakan Mas Pram memanggilku.Aku bergegas menghampirinya dengan masih membawa piring yang berisi nasi goreng untuk menyuapi Fadil."Kenapa, Mas ...?" tanyaku lembut."Hem putih yang aku beli dua hari lalu sudah kamu cuci? Aku mau memakainya," terangnya sembari menyemprotkan parfum di tubuhnya.Aku pun segera mengambilkan hem yang Mas Pram minta. Hem yang sudah kucuci dan kusetrika dengan begitu rapi."Ini, Mas.""Makasih, Sayang," ucapnya dengan mencium keningku.Aku langsung balik lagi ke meja makan untuk meneruskan menyuapi Fadil.Tidak berapa lama, Mas Pram keluar dari kamar. Dia terlihat begitu tampan dengan aroma parfum yang melekat di tubuhnya. Aku selalu terpesona dengan suamiku, dari awal kenal hingga saat ini rasa itu tidak pernah luntur."Makan yang banyak jagoan, Papa," ucapnya pada Fadil anak semata wayang kami.Lalu aku meletakkan piring yang ada di tanganku dan berniat mengambilkan nasi goreng untuk Mas Pram."Sudah, biar Tante saja yang mengambilkan. Kamu teruskan menyuapi Fadil!" terang tante, dia merebut centong nasi yang aku pegang."Makasih, Tan" ucapku singkat.Saat itu aku masih tidak ada rasa curiga sedikitpun dengan Tante Lili. Meskipun pernah beberapa kali memergoki dia berduaan dengan Mas Pram. Tapi aku pikir hanya sebatas kedekatan seorang tante dengan suami keponakannya."Segini cukup? Apa mau tambah lagi?" tanya tanteku pada Mas Pram."Sudah," jawab Mas Pram singkat."Fadil, Sayang. Maemnya pelan-pelan saja, Nak! Bentar Mama ambilin tissu."Aku pergi ke belakang untuk mengambil tissu karena yang di atas meja makan habis.Tidak berapa lama aku kembali. Aku melihat mata Tante Lili menatap wajah Mas Pram begitu dalam."Ekhem ... ekhem."Tante Lili terlihat gugup mendengar aku berdehem."Kenapa, Sayang?" tanya Mas Pram."Tidak apa-apa, Mas. Tenggorokanku terasa kering," jawabku ngeles.Selesai sarapan, Mas Pram langsung masuk ke kamar lagi. Aku mengikutinya dengan menggendong Fadil."Ini uang bulanan, dan yang ini buat kamu," kata Mas Pram dengan memberiku dua buah amplop cokelat di tangan."Uang bulanan 'kan masih, Mas. Kenapa sudah di kasih lagi?""Untuk bulan depan, Sayang," jawab Mas Pram dengan mengelus rambutku.Mas Pram memang wirausaha sukses dengan beberapa toko sepatu yang dia miliki. Karyawannya juga lumayan banyak. Soal materi, keluarga kami memang lebih dari cukup. Tetapi aku tetap mengatur keuangan dengan sebaik mungkin. Bisa dibilang aku memang tidak boros.Aku membuka amplop yang berisi uang bulanan. Seperti ada yang beda. Amplop bulanannya terasa lebih tebal dari yang biasa Mas Pram kasih."Mas ... ini uangnya kelebihan lho," ucapku dengan menghitung uang tersebut."Bukan kelebihan. Memang sengaja aku tambah,""Ini terlalu banyak, Mas. Aku tabung saja ya sisanya?" kataku dengan memasukkan kembali uang tersebut ke dalam amplop."Terserah kamu, Sayang. Aku sudah memberikannya padamu. Aku berangkat, ya," terangnya sembari mencium keningku dan juga pipi Fadil.Aku mengikuti Mas Pram keluar dan mengantarnya sampai di depan."Berangkat sekarang, Pram? Boleh aku bareng sekalian?" tanya tanteku yang terlihat sudah menenteng tasnya.Mas Pram melihatku, seakan dia ingin bertanya sesuatu padaku.Aku tahu maksud tatapan dari Mas Pram. Aku menganggukan sedikit kepala, yang artinya mengizinkan Tante Lili berangkat bareng dengannya.Sebenarnya bukan kali ini saja Tante Lili berangkat kerja bareng Mas Pram. Tetapi Mas Pram memang selalu meminta izin untuk hal itu.Iyalah aku izinkan. Masa hanya sekedar bareng saja tidak boleh. Apalagi dia tanteku, yang sudah menjadi tantenya Mas Pram juga."Fa, Tante berangkat dulu ya? pamit tante dan melambaikan tangannya.Aku kembali masuk ke dalam dan mulai mengerjakan tugasku sebagai seorang ibu rumah tangga.Aku mulai menata kamarku, merapikan setiap sudut ruangan. Tidak ada hal yang mencurigakan sama sekali dengan Mas Pram. Karena dia memang laki-laki yang sangat baik, penyayang dan sangat romantis padaku. Pikirku, saat aku belum mengetahui sesuatu antara Mas Pram dan Tante Lili.Fadil, anak semata wayang kami yang selalu menemaniku saat berada di rumah. Dia baru berumur tiga tahun. Dan kami memang belum memasukkannya untuk sekolah. Biarkan saja dia menikmati masa-masa indahnya di rumah sebelum nanti akan sibuk dengan sekolahnya.Lalu aku meneruskan membersihkan semua ruangan di rumah. Memang sangat capek, karena dengan rumah yang lumayan besar, aku mengerjakan semua sendirian.Pernah Mas Pram ingin mencarikan asisten rumah tangga untuk membantuku. Tetapi aku memang menolaknya. Aku rasa, masih sanggup untuk menyelesaikan semua sendirian. Lagian aku juga tidak punya kesibukan apapun. Dulu aku memang pernah bekerja di sebuah Bank Swasta sebelum mempunyai Fadil. Tetapi setelah hamil, Mas Pram tidak mengizinkan aku untuk bekerja.Kini langkahku menuju lorong arah kamar Tante Lili. Selama di pakai Tante, aku memang tidak pernah membersihkan kamar tersebut. Pikirku tidak sopan masuk ke kamar orang tanpa izin.Tetapi pagi itu rasanya ingin sekali membersihkan kamar tersebut. Aku tahu banget Tante Lili seperti apa. Dia memang cantik, bersih, dan wangi. Tetapi kalau soal kamar, jangan di tanya. Karena Tante Lili orang yang paling malas untuk bersih-bersih.Aku berhenti di depan kamar Tante Lili. Sesekali melangkahkan kaki dan mundur kembali.Aku mencoba beranikan diri, kini tanganku sudah memegang gagang pintu. Tetapi aku berpikir lagi. Karena bagaimanapun, Tante Lili tamu di sini dan aku tidak boleh seenaknya masuk kamar tanpa izin darinya. Akhirnya ku'urungkan niatku, meskipun sebenarnya hanya ingin membersihkan saja.BersambungPelakor Itu TantekuSatu bulan setelah kepulangan Tante Lili di rumah Ayah dan Ibu. Keadaannya masih tetap sama. Tante Lili hanya bisa berbaring. Dan semua aktivitasnya harus dibantu. Hari ini, aku dan Mas Pram berencana untuk menengok Tante Lili. Dan membujuk dia agar mau dibawa ke rumah sakit._"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Kalian sudah datang. Ayo masuk! Ibumu sedang di kamar Lili," terang Ayah dengan menyambut kedatangan kami.Aku dan Mas Pram langsung menuju kamar Tante Lili. Sedangkan Fadil, dia bersama Mbak Tutik bermain di halaman. Kami memang sengaja mengajak Mbak Tutik agar aku bisa membantu Ibu mengurus Tante Lili selama di sini. Dan kami akan menginap untuk beberapa hari."Assala'mualaikum.""Wa'alaikumsalam. Pram, Fa," sapa ibu yang duduk di samping Tante Lili.Tante Lili hanya bisa menatap kami. Dia memang mulai sulit untuk berbicara. Dan lebih merespon dengan tatapannya. Sungguh tidak tega melihat keadaannya yang semakin hari semakin parah.Sudah berkali-kali
Pelakor Itu TantekuAku dan Mas Pram sudah sepakat untuk memberitahu Ayah dan Ibu tentang keadaan Tante Lili saat ini.Kami memutuskan untuk pulang ke rumah Ayah dan Ibu. Karena tidak mungkin, kami mengabari hal ini hanya lewat telepon."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Sifa, Pram, kalian datang ke sini kok tidak memberi kabar dulu." Ibu terlihat sedikit kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. "Ayo, masuk!" ajak ibu dengan mengambil Fadil dari gendongan Mas Pram.Kami langsung duduk di ruang depan."Ibu tinggal sebentar, ambil minum dan kue. Kebetulan Ibu habis bikin kue kesukaanmu, Fa. Pas sekali kalian datang ke sini.""Ti - tidak usah, Bu. Ayah mana, ya? Sifa mau bicara sama Ayah dan Ibu." "Iya, tapi kalian kan habis perjalanan lumayan jauh. Istirahat dulu, nyantai-nyantai, baru kita bicara. Memangnya mau bicara soal apa, Fa? kamu terlihat serius banget.""Soal Tan - Tante Lili, Bu."Kini pandangan Ibu langsung tertuju ke arahku dengan tatapan yang dalam."Lili lagi. Apal
Pelakor Itu Tanteku"Apa, Bu? Tante Lili kabur?"Baru semalam kulewati kebahagiaan bersama Mas Pram. Sekarang pikiranku sudah mulai cemas dan tidak tenang. Ibu memberi kabar, kalau Tante Lili kabur dari rumah. "Kenapa, Fa?" tanya bapak mertua dengan wajah yang penasaran."Kenapa, Sayang? Siapa yang kabur?""Tan - Tante Lili, kabur." "Fa, Ibu minta maaf, karena tidak bisa menjaga tantemu. Ibu sudah kunci kamarnya, tapi dia izin mau ke belakang. Dia pergi tanpa membawa pakaiannya."Tidak bisa dipungkiri, kalau aku merasa takut. Takut kalau Tante Lili akan datang untuk merusak rumah tanggaku bersama Mas Pram, lagi."Bu - bukan salah Ibu. Tapi, memang Tante Lili yang sudah kelewatan. Apa mungkin dia akan ke kota ini lagi, Bu?""Ibu juga tidak tahu, Fa. Kemarin, dia memang keberatan Ibu ajak pulang. Ibu suruh dia resign dari tempat kerjanya. Tapi, dia menolak."Apa sebenarnya rencana Tante Lili sekarang?"Kamu simpan baik-baik surat perjanjian waktu itu, Fa! Kalau Lili macam-macam lagi,
Pelakor Itu Tanteku"Kalau berkenan, Mas Pram bisa dibawa pada Ustadz Faiz. In Syaa Allah, beliau bisa menangani keadaan Mas Pram saat ini," terang Pak Burhan selesai menandatangani surat perjanjian. Beliau menjadi salah satu saksi dalam surat perjanjian tersebut. Pak Burhan adalah RT di tempat tinggal Panji. Dan saran dari Pak Burhan disetujui semua pihak keluarga. Mereka yakin kalau Pak Burhan tidak mungkin berbohong atau punya niat tidak baik pada kami.Akhirnya, Pak Burhan langsung mengantar kami ke tempat Ustadz Faiz. Sedangkan Tante Lili, dia tidak dilepaskan begitu saja. Ayah dan Ibu akan membawanya pulang ke rumah. Mereka tidak mengizinkan Tante Lili tinggal satu kota denganku dan Mas Pram, lagi. Sesampainya di rumah Ustadz Faiz, aku terdiam sejenak. Pak Burhan dan semua keluarga nemandangku. Sepertinya mereka paham dengan sikapku itu. "Mari!" ajak Pak Burhan pada kami. "Assalamu'alaikum, Ustadz.""Wa'alaikumsalam," jawab ustadz dengan sikap yang begitu ramah. Aku berdiri
Pelakor Itu Tanteku"Jangan, Mbak! Jangan bawa Lili ke pihak berwajib. Lili ngga mau di penjara. Lili mohon, Mbak! Lili minta maaf!" Kata-kata yang terus terucap dari mulut Tante Lili.Hal yang tidak pernah terbayangkan sedikitpun, kalau hubungan Tante Lili dengan kami akan seperti ini.Tangan Ibu terus menyeretnya. Dan Tante Lili tetap berusaha berontak. Ibu langsung menghentikan langkahnya. Dengan mata berkaca-kaca, Ibu menatap Tante Lili begitu tajam. "Minta maaf? Kamu bilang minta maaf? Kamu tahu, berapa banyak hati yang tersakiti karena ulahmu? Terutama Sifa, keponakanmu sendiri."Aku memang belum banyak bicara, karena masih syok dengan apa yang kulihat tadi. Bahkan, degupan jantung yang kencang masih begitu terasa. "Ini soal hati, Mbak. Aku sendiri juga tidak tahu, kenapa bisa mencintai, Pram. Kenapa harus aku yang disalahkan atas semua ini. Tidak adil. Benar-benar tidak adil."PLAKKKKJawaban itu, membuatku mendaratkan sebuah tamparan untuk kesekian kalinya pada Tante Lili.
Pelakor Itu Tanteku"Sudah pindah? Mak - maksud Bapak bagaimana, ya?" tanyaku pada seorang Bapak yang mengaku pemilik rumah yang di tempati pamannya Panji."Iya Mbak, mereka cuma nempatin rumah ini untuk satu bulan saja, tapi belum ada seminggu mereka sudah mengosongkan rumah ini. Kelihatannya mereka buru-buru."Tubuhku rasanya begitu lemas. Entah apa maksud dengan semua ini. Aku takut. Benar-benar takut."Ba - Bapak tahu dengan Ustadz yang menempati rumah ini?""Ustadz, Mbak? Saya malah tidak tahu kalau ada Ustadz. Saya permisi dulu, Mbak."Aku langsung berlari menuju mobil, di mana semua keluarga ada di dalam."Kenapa, Fa? Kenapa kamu terlihat bingung seperti itu?" tanya ayah dengan wajah penasaran."Sifa harus segera telepon Panji, Yah."Dadaku terasa bergemuruh dengan begitu banyak pertanyaan yang bergelayut dalam pikiran.Aku harus segera menelepon Panji. Apa maksud dari semua ini? Dengan cepat kutekan nama Panji dalam ponselku. "Panji, kamu di mana sekarang?" tanyaku tanpa mem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen