Share

Bab 10

Author: NingrumAza
last update Last Updated: 2025-02-07 08:35:09

"Ya, kecuali. Kecuali ... Kalau aku juga jadi menantu Tante. Bukankah seorang laki-laki boleh mempunyai istri lebih dari satu, Tan?"

Uhukkk!

Ibu terbatuk. Mungkin beliau juga kaget sama sepertiku dengan pernyataan Hanum yang aneh itu. Huh! Bilang aja mau jadi pel4kor.

"Assalamualaikum ..." Terdengar suara pria tercintaku mengucap salam. Aku segera muncul sebelum jailangkung itu mendahuluiku.

"Wa'alaikumsalam, Mas ..." Aku berjalan cepat meraih telapak tangan Mas Juna dan menciumnya dengan ta'zim, lalu berdiri sedikit mencondongkan kepala sebagai isyarat untuk Mas Juna mengecup keningku. Tak kupedulikan tanggapan ibu apalagi Hanum.

Cup.

Yesss! Alhamdulillah, Mas Juna mengerti bahasa isyaratku.

"Eh, ada Hanum juga, ya." Mas Juna nampak kaget melihat sahabatnya itu sudah duduk bersama ibu di pagi buta seperti ini.

Mas Juna lalu menyalami ibu, dan tentu saja Hanum sudah menyodorkan tangannya berharap suamiku ini juga akan menyalaminya.

"Eits!" Aku menepuk lengan Mas Ju
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 11

    "Gak u--""Udah terima aja, Mas. Mbak Hanum pasti di rumah sudah mencicipi ini sebelumnya. Sudah siang loh, Mas juga belum mandi. Kalau berdebat terus kapan kelarnya. Iya 'kan, Mbak? Makasih loh," ucapku memotong ucapan Mas Juna sambil tersenyum pada Hanum, lalu mengambil piring berisi omelette milik Hanum dan memberikannya pada Mas Juna."Ya udah, deh, makasih ya, Num." Akhirnya Mas Juna memakan sarapannya."Kalian, ini. Seperti anak kecil saja." Ibu hanya geleng-geleng kepala.Sedangkan aku? Aku juga menyantap omelette pemberian sahabat suamiku dengan riang gembira.Kok rasa omelette-nya mirip punya abang-abang di ujung gang sana ya? Katanya bikin sendiri. Ah, sudahlah, yang penting hari ini aku jadi gak capek masak. Makasih ya, sahabat suamiku.***"Assalamualaikum.""Waalaikumsalam. Udah pulang, Mas?" Aku menyambut Mas Juna yang hari ini pulang tepat waktu. Tak lupa mencium tangannya dengan takzim dan mengambil alih tas kerjanya."Iya, Dek. Alhamdulillah gak ada lembur lagi.""Syu

    Last Updated : 2025-02-07
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 12

    "Halo, Nan. Hari ini sibuk gak? Ada yang ingin aku omongin sama kamu. Penting!" Aku langsung menyampaikan keinginanku saat Adnan menerima panggilan teleponku."Harus hari ini, ya? Eum ..." Adnan sepertinya tengah berpikir."Kenapa?" Nada suaraku mulai tak bersahabat. Kemarin-kemarin dia yang memintaku untuk bertemu, tetapi aku tolak karena khawatir identitasku terkuak, sekarang giliran aku yang ingin bertemu dia menolak. Gimana gak kesel coba?"Sebenarnya hari ini saya sangat sibuk. Gak ada banyak waktu untuk keluar, tapi kalau memang Non ada perlu penting, saya akan luangkan waktu. Hanya saja, mungkin beberapa pertemuan penting harus ditunda.""Oh, jadi maksudnya bertemu denganku gak penting, begitu?" "Bukan begitu, Non ....""Ya sudah. Aku saja yang akan datang ke kantor nanti jam sepuluh pagi, pastikan Mas Juna kamu suruh keluar supaya aku gak bertemu dengannya. Kamu tahu 'kan maksudku?""Tentu, Non. Saya akan luangkan waktu jam sepuluh pagi.""Terima kasih, Nan. Assalamualaikum."

    Last Updated : 2025-02-12
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 13

    "Iya, sih. Ibu juga masih kenyang. Ya sudah dibungkus saja."Alhamdulillah ibu menerima usulanku, dan sepertinya tidak karena terpaksa. Aku sedikit lega. Tinggal memikirkan bagaimana caranya aku pamit sama ibu tanpa harus mengatakan yang sebenarnya.Sepertinya aku akan menggunakan nama Lina -teman baikku- sebagai alasannya.Sambil menunggu pesanan bakso selesai dibungkus, aku mengirim pesan pada Lina untuk berpura-pura menelpon dan mengajakku bertemu. Lina setuju-setuju saja karena aku menjanjikan kuota paket data untuk mengisi ponselnya.Tak lama kemudian Lina menelpon."Wulan angkat telepon dulu ya, Bu. Lina menelepon," ucapku sambil memperhatikan ponsel yang tertera foto profil berikut nama Lina."Iya."Lalu aku menerima panggilan itu. "Assalamualaikum, iya, Lin."Lina hanya diam. Tak ada suara apapun yang aku dengar. Ah, Lina gimana sih! "Oh, harus banget ya. Memangnya kamu sakit apa?" ucapku pura-pura menyahuti.Lalu aku diam sejenak berpura-pura tengah mendengarkan perkataan or

    Last Updated : 2025-02-12
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 14

    "Kenapa? Dia cuma pakai masker karena udara di luar panas." Adnan masih membelaku. Kali ini nada bicaranya tegas dan tak terbantah. "Baiklah, maafkan saya, Pak." Hanum akhirnya pergi, meskipun sebelum itu dia masih memberikan tatapan curiga padaku. Aku menghela napas lega. “Nan, kok lama banget sih? Hampir saja dia lepasin maskerku tadi.” Adnan menahan senyum. “Maaf, Non, tadi saya ada meeting mendadak. Tapi, Non juga sih, kenapa gak bilang kalau Hanum harus pergi dulu? Kalau begini kan jadi ribet.” Aku mengerucutkan bibir. “Iya, lupa! Lagipula, aku udah cukup pusing mikirin cara supaya gak ketahuan sama suamiku. Jangan tambahin bebanku, Nan!” Adnan tersenyum kecil sambil mengangkat kedua tangannya. “Oke, oke, salah saya. Ayo kita ke ruang kerja saya. Tenang, Hanum gak akan ganggu lagi.” Aku mengangguk, mengikuti langkah Adnan menuju lift. Meski sudah sedikit lega, kepalaku masih berdenyut memikirkan kemungkinan buruk. Kalau tadi maskerku benar-benar terlepas, bisa hancur semuan

    Last Updated : 2025-02-14
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 15

    Waktu sudah sore ketika aku pulang ke rumah, karena aku tadi mampir ke rumah Lina dan mengajaknya ke salon untuk melakukan perawatan wajah. Aku harus tampil berbeda saat acara ulang tahun perusahaan nanti. Aku tidak ingin orang-orang seperti Hanum meremehkan diriku.Ternyata Mas Juna belum pulang, padahal sudah pukul setengah lima sore. Tapi tak apa, aku malah jadi tidak harus membuat alasan kenapa aku baru pulang.Aku segera membersihkan diri dan bersiap melaksanakan sholat ashar. Tepat ketika aku selesai berdoa, deru mobil Mas Juna terdengar memasuki halaman. Gegas aku melipat mukena dan bersiap menyambutnya.Namun, lagi-lagi aku dibuat kaget oleh kehadiran Hanum yang ternyata mengikut di belakang Mas Juna. Astaga, kenapa sih dia suka sekali mampir ke sini? Pagi datang, sore datang lagi. Kalau begini terus, tinggal nunggu saja dia muncul siang hari, biar sekalian seperti jadwal minum obat!"Jun, kamu sudah lihat pengumuman tadi, kan? Katanya, bakal ada acara besar pas ulang tahun p

    Last Updated : 2025-02-15
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 16

    "Gampang itu. Aku dah minta izin, kok.""Apa?" Mata Lina memicing. "Jangan bilang alasannya nemenin aku sakit lagi, ya! Aku gak mau sandiwara terus, Wulan. Capek tau!" "Hahaha, enggak kok. Kali ini aku bilang mau nemenin kamu belanja. Tadi aku juga dah kirim foto ke Mas Juna saat kita di kafe. Jadi dia gak akan tanya macam-macam lagi sama kamu."Aku jadi geli sendiri mengingat kemarin Lina ditelpon Mas Juna saat aku pamit menjenguk Lina yang sakit. Dia jadi harus putar otak agar sandiwaraku tak terbongkar."Bener, ya! Awas kalau suamimu telpon aku lagi.""Iya! Lagian kalau telpon, kamu tinggal bilang iya. Gampang kan?""Huh ... Dasar! Eh, ngomong-ngomong ...." Lina mendekati telingaku dan kembali berbisik, "Biayanya pasti mahal. Aku mana ada duit buat bayarnya."Oalah ... Jadi itu alasan yang sebenarnya Lina tampak keberatan dengan treatment yang aku ambil.Aku tersenyum dan ikut berbisik padanya, "Tenang saja, aku yang traktir.""Beneran ya! Makasih ..." Lina berseru gembira seraya

    Last Updated : 2025-02-15
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 17

    Aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat saat Hanum masih berdiri di depanku dengan tatapan curiga.Tiba-tiba, ponselku bergetar. Aku merogoh tas dan melihat nama Adnan di layar.Adnan telepon, angkat gak ya? bisikku dalam hati. "Wulan, handphone-mu," ucap Lina berbisik.Aku terkesiap. "Ah, iya. Sebentar aku angkat telepon dulu, ya," ucapku."Siapa yang menelepmu? Juna?" tanya Hanum dan aku tak ingin menjawab.Saat aku ingin mengangkat telepon, deringnya berhenti. Dan aku hanya bisa menghela napas."Biar aku yang bayarin. Berapa sih? Kasian banget kamu, Wulan ... Wulan," ejek Hanum.Namun, Hanum terperangah ketika kasir menyebutkan nominal yang harus aku bayarkan. Dia menoleh padaku sambil melotot."Heh! Belagu banget kamu, ya, ambil paket VIP. Mau meras duit Juna, kamu!" omelnya."Bukan aku yang mau bayar, kok, Mbak. Aku ditraktir sama dia," kilahku menunjuk Lina yang seketika gelagapan."Tapi mana? Nyatanya kalian gak bisa bayar kan?! Dasar udik, kampungan! Kalau gak ada duit g

    Last Updated : 2025-02-16
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 18

    Lina langsung mengantarku sampai halaman rumah. Dan benar saja, roda empat milik suamiku sudah terparkir rapi di sana."Makasih untuk hari ini, ya, Lin, tapi aku gak bisa ajak kamu mampir. Suamiku udah pulang," ucapku."Iya gak pa-pa. Aku juga makasih ya dah diajak treatment hari ini," balasnya."Bukan apa-apa. Ya udah aku masuk dulu, ya.""Oke."Lalu aku keluar dari mobil Lina dan masuk ke dalam rumah setelah mobil Lina tak terlihat.Aku berjalan menuju kamar untuk mencari Mas Juna. Namun, saat kubuka pintunya, kamar sepi dan tak ada siapapun.Aku meletakkan tas di atas meja rias, lalu mendekati pintu kamar mandi untuk mengecek apakah Mas Juna ada dalam atau tidak. Lagi-lagi sepi, tak terdengar sedikitpun gemericik air di sana.Aku berinisiatif ke dapur untuk mencari ibu. Siapa tahu beliau tahu di mana Mas Juna berada sekarang. Namun, di dapur juga sepi. Tak ada ibu atau siapapun di sana.Lalu kakiku melangkah menuju pintu samping yang terhubung pada sebuah taman kecil di samping rum

    Last Updated : 2025-02-16

Latest chapter

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 60

    "Aaaaaaa…."Mataku terpejam seketika.Bruk!Aku sudah pasrah, mengira tubuhku akan terlempar dan berakhir mengenaskan di bawah mobil yang melaju kencang ke arahku. Namun, tiba-tiba sesuatu menarik tubuhku dengan kuat ke samping. Aku tersentak, punggungku membentur dadanya dan napasku tersengal."Kamu gak pa-pa, Dek?" Masih dengan posisi tergeletak sambil memangku diriku di trotoar, Mas Juna menelisik seluruh tubuhku. Rupanya dia yang telah menyelamatkanku."A-aku ..."Ciiiiitttt! Brakkk!Belum selesai aku menjawab, tiba-tiba terdengar bunyi rem mendecit tajam, diikuti suara benturan keras. Aku dan Mas Juna menoleh bersamaan ke arah sumber suara, dadaku masih berdebar kencang. Mobil yang nyaris menabrakku itu kini menghantam pohon di tepi jalan. Warga yang menyaksikan kejadian itu langsung berteriak marah."Hei! Mau bunuh orang, hah?!""Itu sengaja, aku lihat sendiri!"Kerumunan semakin ramai. Beberapa orang bergegas mendekati mobil. Seorang pria bertubuh besar membuka paksa pintu mobi

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 59

    Aku menyipitkan mata, hendak memperbesar tampilan, ketika tiba-tiba dering telepon di mejaku berbunyi, memecah konsentrasi.Sekilas, aku melirik layar ponsel yang terhubung ke sistem kantor. Nomor ekstensi resepsionis berkedip di sana. Menghela napas, aku menekan tombol penerima panggilan.“Ya?” suaraku terdengar datar.“Bu Wulan ....” suara resepsionis terdengar sedikit tegang. “Saya baru mendapatkan kabar dari kepolisian bahwa mobil kantor yang membawa Pak Adnan mengalami kecelakaan.”Aku langsung menegakkan tubuh. “Apa! Terus bagaimana keadaannya?"“Kondisi Pak Adnan beserta sopir belum jelas, Bu. Masih dalam penanganan rumah sakit terdekat."Tatapanku kembali ke layar laptop, namun pikiranku kini melayang pada sosok Adnan yang mungkin tengah berbaring tak berdaya di ranjang kesakitan.“Hubungi lawyer perusahaan. Saya akan segera ke sana,” ujarku cepat sebelum menutup telepon.Tanpa pikir panjang, aku bangkit dari kursi, mengambil kunci mobil beserta tas, dan melangkah keluar denga

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 58

    "Non Wulan, saya selaku kepala keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya jika perlakuan kami kemarin menyinggung, Non Wulan. Tapi apa yang Non lihat kemarin hanyalah kesalah fahaman saja. Semuanya tidak seperti yang Non pikirkan," ujar Pak Sapri.Lihatlah, dia sekarang memanggilku dengan sebutan Nona. Berbeda sekali dengan kemarin yang mencak-mencak saat aku tegur dia."Salah paham? Salah paham bagaimana, Pak Sapri?" sahutku, tetap bersikap tenang."Eum ... Kami sudah tua, Non. Tenaga kami sudah tak sekuat dulu. Akhir-akhir ini saya dan suami sering terkena encok, makanya kami membersihkan rumah ini sekedarnya saja. Kami juga tidak mungkin menyuruh anak kami untuk mengerjakan semuanya sebab dia pasti capek habis kerja di kantor," terang Bu Sumarsih, kepalanya menunduk."Benar, Non. Tapi kami janji, setelah ini kami akan kembali fokus bekerja. Kami akan menjaga kesehatan supaya kami terbiasa menjaga rumah ini dengan baik," sambung Pak Sapri.Apa mereka kira aku sebodoh itu untuk perc

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 57

    "Suami kamu mau ikut, Lan?" bisik Lina. Beberapa menit lalu dia sudah sampai di rumahku, dan kini kita sudah mau meluncur ke rumah Hanum setelah selesai makan malam dan salat isya."He'em," jawabku. "Kamu yakin?" Lagi, Lina berbisik seolah memastikan bahwa keputusanku mengajak Mas Juna tidak salah."Udah, jangan banyak mikir. Yuk, dah malem nih!" Aku langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.Lina menyusul. Dia duduk di sebelahku, sementara Mas Juna duduk di depan dekat dengan supir.Perlahan tapi pasti, mobil terus melaju membelah jalanan ramai di malam hari kota Jakarta. Tanganku sibuk berkirim pesan, mengabari Paman dan Adnan bahwa aku sudah dalam perjalanan.[Kami juga sedang dalam perjalanan.] Balas Andan.Tak ada obrolan berarti saat perjalanan. Aku masih sibuk dengan handphone, begitupun dengan Lina. Entah apa yang sahabatku ini sedang lakukan sampai dia cengar-cengir sendiri di sebelahku."Kok ini seperti ...." Aku mendengar gumaman Mas Juna, kemudian kepalanya menol

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 56

    Hari ini aku memutuskan untuk pulang lebih awal dari biasanya. Pukul tiga sore, mobil kantor yang dikendarai supir sekaligus bodyguard yang aku sewa beberapa hari lalu telah sampai di halaman rumah ibu mertua. Mengucapkan terima kasih, aku pun keluar mobil dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu sudah ada Mas Juna yang duduk di sofa panjang sendirian. Dia menyambutku dengan senyum manis yang selalu membuatku rindu."Kok Mas gak istirahat di kamar?" Sambil menyalami, aku bertanya."Bosen, Dek, di kamar terus. Lagian Mas sudah segar kok," sahutnya.Aku ikut duduk di sebelahnya seraya mengapit lengan dan bersandar pada pundaknya."Capek, ya?" Mas Juna mengelus kepalaku yang terbalut hijab."Enggak, kok. Cuma pengen gini aja sama Mas."Tak ada lagi sahutan dari Mas Juna. Seakan sama-sama sibuk dengan pemikiran masing-masing, kami tersediam. Kesunyian mendadak menghinggap tanpa sebab.Namun tangan kekar suamiku masih bergerak naik turun di pucuk kepalaku. Sementara mataku terpejam menikma

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 55

    "Nan, semua pekerjaanku sepertinya tidak bisa aku selesaikan hari ini. Badanku rasanya capek banget."Aku sudah berada di kantor beberapa jam lalu, dan sekarang aku sedang mengeluh pada Adnan seraya menyerahkan berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjaku padanya. Karena sibuk menemani Mas Juna, aku jadi lalai dalam bekerja. Belum lagi urusan Hanum dan keluarganya. "Ya sudah tidak apa-apa. Nanti biar aku selesaikan di rumah.""Itu yang aku suka dari kamu. Selalu mengerti aku. Makasih ya ...""Hmmm." Dia nampak serius dengan aktivitasnya.Ya sudahlah, aku tidak ingin mengganggu dia."Kalau gitu aku keluar dulu ya.""Iya, istirahat saja," katanya tanpa menoleh padaku."Oke."Aku pun keluar dari ruangannya. Tiba di depan pintu toilet karyawan, entah kenapa mendadak aku teringat pada Hanum. Kira-kira dia masih ngosek WC gak ya?Jiwa ke kepoanku akhirnya mengajak kakiku melangkah untuk masuk ke toilet khusus wanita. Sayangnya, begitu sampai di dalam ternyata tak ada siapapun termasuk Hanum

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 54

    Brak!Aku membuka pintu dengan kencang. Begitu membaca pesan yang dikirim Hanum pada Mas Juna, aku langsung mendatangi dia yang masih ditahan oleh sekuriti di ruang keamanan. Meski sempat tidak mendapat izin dari Mas Juna, aku tetap bersikukuh untuk keluar sebentar. Tentunya aku terpaksa berbohong padanya.Gak mungkin aku bilang mau melabrak Hanum, kan?Dengan alasan mengantar Lina ke depan saat mau pulang, akhirnya aku berhasil keluar.Kulihat Hanum yang sedang bermain ponsel sampai terperanjat mendengar bunyi kencang dari pintu akibat ulahku."Dengar, Hanum. Selama ini aku diam bukan karena aku takut sama kamu. Aku berusaha menghargai kamu karena kamu adalah sahabat suamiku, tapi sikapmu sudah keterlaluan dan aku tidak akan tinggal diam!" sergahku tak bisa lagi membendung emosi."Apaan, sih! Datang-datang marah gak jelas!" sahutnya bernada sewot."Aku tahu pesan apa yang sudah kamu kirim ke Mas Juna. Aku harap ini terakhir kali kamu menghubungi dia. Aku tahu semua maksud kamu mende

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 53

    "Saat masih sekolah SMP, Mas pernah mengalami kecelakaan kecil. Waktu itu, sebuah motor melaju kencang dan menyerempet Mas hingga jatuh. Kepala Mas sempat terbentur aspal, tapi karena tidak ada luka serius, Mas pikir semuanya baik-baik saja. Setelah kejadian itu, Mas mulai sering mengalami sakit kepala, tapi Mas tidak pernah mengeluh. Ibu sudah cukup lelah mencari nafkah sendirian, Mas tidak mau menambah bebannya.Lama-kelamaan, Mas mulai mengalami hal aneh. Kadang-kadang pandangan Mas kosong beberapa detik, atau tiba-tiba tangan Mas berkedut tanpa alasan. Mas kira itu hanya kelelahan. Hingga suatu hari, saat awal-awal sekolah SMA, tubuh Mas tiba-tiba kejang di depan kelas. Semua panik. Mas dibawa ke rumah sakit, dan setelah berbagai pemeriksaan, dokter mengatakan Mas mengidap epilepsi. Saat itu, barulah Mas menyadari bahwa benturan kepala waktu itu mungkin lebih serius dari yang Mas kira.”Mas Juna mulai bercerita kronologi penyebab datangnya penyakit itu, dan kenapa dia memilih meny

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 52

    "Lin, tambah kecepatan. Kita harus cepet sampai kantor.""Ada apaan, sih? Kok kamu panik gitu.""Aku juga belum tahu, tapi kata Adnan telah terjadi sesuatu sama Mas Juna.""Oke, oke." Lina langsung mempercepat laju mobil tanpa banyak bertanya lagi.Kubuka pesan-pesan yang dikirim Mas Juna kemarin dan hari ini. Dia menanyakan keberadaan dan keadaanku. Dia juga minta maaf, dan merasa bersalah. Hingga chat yang menunjukkan pukul satu dini hari ini berhasil membuat saluran darahku seakan berhenti.[ Aku memang bodoh, Dek. Aku bahkan tidak bisa menjaga hati dan kepercayaanmu. Asal kamu bahagia, aku rela melakukan apapun, Dek, meskipun itu artinya aku harus kehilangan kamu. ]Apa ini? Mas Juna seperti orang yang putus asa. Ya Tuhan ... Orang seperti apa sebenarnya yang Engkau kirimkan untuk jadi jodoh hamba ini? Bahkan aku belum cukup mengenalinya di usia empat bulan kami berkenalan. Bahkan setelah menikah dan tinggal bersama selama tiga bulan aku masih belum bisa mengenal dia sepenuhnya.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status