Share

Bab 54

Author: NingrumAza
last update Last Updated: 2025-05-01 07:42:09

Brak!

Aku membuka pintu dengan kencang.

Begitu membaca pesan yang dikirim Hanum pada Mas Juna, aku langsung mendatangi dia yang masih ditahan oleh sekuriti di ruang keamanan. Meski sempat tidak mendapat izin dari Mas Juna, aku tetap bersikukuh untuk keluar sebentar. Tentunya aku terpaksa berbohong padanya.

Gak mungkin aku bilang mau melabrak Hanum, kan?

Dengan alasan mengantar Lina ke depan saat mau pulang, akhirnya aku berhasil keluar.

Kulihat Hanum yang sedang bermain ponsel sampai terperanjat mendengar bunyi kencang dari pintu akibat ulahku.

"Dengar, Hanum. Selama ini aku diam bukan karena aku takut sama kamu. Aku berusaha menghargai kamu karena kamu adalah sahabat suamiku, tapi sikapmu sudah keterlaluan dan aku tidak akan tinggal diam!" sergahku tak bisa lagi membendung emosi.

"Apaan, sih! Datang-datang marah gak jelas!" sahutnya bernada sewot.

"Aku tahu pesan apa yang sudah kamu kirim ke Mas Juna. Aku harap ini terakhir kali kamu menghubungi dia. Aku tahu semua maksud kamu mende
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 55

    "Nan, semua pekerjaanku sepertinya tidak bisa aku selesaikan hari ini. Badanku rasanya capek banget."Aku sudah berada di kantor beberapa jam lalu, dan sekarang aku sedang mengeluh pada Adnan seraya menyerahkan berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjaku padanya. Karena sibuk menemani Mas Juna, aku jadi lalai dalam bekerja. Belum lagi urusan Hanum dan keluarganya. "Ya sudah tidak apa-apa. Nanti biar aku selesaikan di rumah.""Itu yang aku suka dari kamu. Selalu mengerti aku. Makasih ya ...""Hmmm." Dia nampak serius dengan aktivitasnya.Ya sudahlah, aku tidak ingin mengganggu dia."Kalau gitu aku keluar dulu ya.""Iya, istirahat saja," katanya tanpa menoleh padaku."Oke."Aku pun keluar dari ruangannya. Tiba di depan pintu toilet karyawan, entah kenapa mendadak aku teringat pada Hanum. Kira-kira dia masih ngosek WC gak ya?Jiwa ke kepoanku akhirnya mengajak kakiku melangkah untuk masuk ke toilet khusus wanita. Sayangnya, begitu sampai di dalam ternyata tak ada siapapun termasuk Hanum

    Last Updated : 2025-05-01
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 56

    Hari ini aku memutuskan untuk pulang lebih awal dari biasanya. Pukul tiga sore, mobil kantor yang dikendarai supir sekaligus bodyguard yang aku sewa beberapa hari lalu telah sampai di halaman rumah ibu mertua. Mengucapkan terima kasih, aku pun keluar mobil dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu sudah ada Mas Juna yang duduk di sofa panjang sendirian. Dia menyambutku dengan senyum manis yang selalu membuatku rindu."Kok Mas gak istirahat di kamar?" Sambil menyalami, aku bertanya."Bosen, Dek, di kamar terus. Lagian Mas sudah segar kok," sahutnya.Aku ikut duduk di sebelahnya seraya mengapit lengan dan bersandar pada pundaknya."Capek, ya?" Mas Juna mengelus kepalaku yang terbalut hijab."Enggak, kok. Cuma pengen gini aja sama Mas."Tak ada lagi sahutan dari Mas Juna. Seakan sama-sama sibuk dengan pemikiran masing-masing, kami tersediam. Kesunyian mendadak menghinggap tanpa sebab.Namun tangan kekar suamiku masih bergerak naik turun di pucuk kepalaku. Sementara mataku terpejam menikma

    Last Updated : 2025-05-01
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 57

    "Suami kamu mau ikut, Lan?" bisik Lina. Beberapa menit lalu dia sudah sampai di rumahku, dan kini kita sudah mau meluncur ke rumah Hanum setelah selesai makan malam dan salat isya."He'em," jawabku. "Kamu yakin?" Lagi, Lina berbisik seolah memastikan bahwa keputusanku mengajak Mas Juna tidak salah."Udah, jangan banyak mikir. Yuk, dah malem nih!" Aku langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.Lina menyusul. Dia duduk di sebelahku, sementara Mas Juna duduk di depan dekat dengan supir.Perlahan tapi pasti, mobil terus melaju membelah jalanan ramai di malam hari kota Jakarta. Tanganku sibuk berkirim pesan, mengabari Paman dan Adnan bahwa aku sudah dalam perjalanan.[Kami juga sedang dalam perjalanan.] Balas Andan.Tak ada obrolan berarti saat perjalanan. Aku masih sibuk dengan handphone, begitupun dengan Lina. Entah apa yang sahabatku ini sedang lakukan sampai dia cengar-cengir sendiri di sebelahku."Kok ini seperti ...." Aku mendengar gumaman Mas Juna, kemudian kepalanya menol

    Last Updated : 2025-05-01
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 58

    "Non Wulan, saya selaku kepala keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya jika perlakuan kami kemarin menyinggung, Non Wulan. Tapi apa yang Non lihat kemarin hanyalah kesalah fahaman saja. Semuanya tidak seperti yang Non pikirkan," ujar Pak Sapri.Lihatlah, dia sekarang memanggilku dengan sebutan Nona. Berbeda sekali dengan kemarin yang mencak-mencak saat aku tegur dia."Salah paham? Salah paham bagaimana, Pak Sapri?" sahutku, tetap bersikap tenang."Eum ... Kami sudah tua, Non. Tenaga kami sudah tak sekuat dulu. Akhir-akhir ini saya dan suami sering terkena encok, makanya kami membersihkan rumah ini sekedarnya saja. Kami juga tidak mungkin menyuruh anak kami untuk mengerjakan semuanya sebab dia pasti capek habis kerja di kantor," terang Bu Sumarsih, kepalanya menunduk."Benar, Non. Tapi kami janji, setelah ini kami akan kembali fokus bekerja. Kami akan menjaga kesehatan supaya kami terbiasa menjaga rumah ini dengan baik," sambung Pak Sapri.Apa mereka kira aku sebodoh itu untuk perc

    Last Updated : 2025-05-01
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 59

    Aku menyipitkan mata, hendak memperbesar tampilan, ketika tiba-tiba dering telepon di mejaku berbunyi, memecah konsentrasi.Sekilas, aku melirik layar ponsel yang terhubung ke sistem kantor. Nomor ekstensi resepsionis berkedip di sana. Menghela napas, aku menekan tombol penerima panggilan.“Ya?” suaraku terdengar datar.“Bu Wulan ....” suara resepsionis terdengar sedikit tegang. “Saya baru mendapatkan kabar dari kepolisian bahwa mobil kantor yang membawa Pak Adnan mengalami kecelakaan.”Aku langsung menegakkan tubuh. “Apa! Terus bagaimana keadaannya?"“Kondisi Pak Adnan beserta sopir belum jelas, Bu. Masih dalam penanganan rumah sakit terdekat."Tatapanku kembali ke layar laptop, namun pikiranku kini melayang pada sosok Adnan yang mungkin tengah berbaring tak berdaya di ranjang kesakitan.“Hubungi lawyer perusahaan. Saya akan segera ke sana,” ujarku cepat sebelum menutup telepon.Tanpa pikir panjang, aku bangkit dari kursi, mengambil kunci mobil beserta tas, dan melangkah keluar denga

    Last Updated : 2025-05-01
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 60

    "Aaaaaaa…."Mataku terpejam seketika.Bruk!Aku sudah pasrah, mengira tubuhku akan terlempar dan berakhir mengenaskan di bawah mobil yang melaju kencang ke arahku. Namun, tiba-tiba sesuatu menarik tubuhku dengan kuat ke samping. Aku tersentak, punggungku membentur dadanya dan napasku tersengal."Kamu gak pa-pa, Dek?" Masih dengan posisi tergeletak sambil memangku diriku di trotoar, Mas Juna menelisik seluruh tubuhku. Rupanya dia yang telah menyelamatkanku."A-aku ..."Ciiiiitttt! Brakkk!Belum selesai aku menjawab, tiba-tiba terdengar bunyi rem mendecit tajam, diikuti suara benturan keras. Aku dan Mas Juna menoleh bersamaan ke arah sumber suara, dadaku masih berdebar kencang. Mobil yang nyaris menabrakku itu kini menghantam pohon di tepi jalan. Warga yang menyaksikan kejadian itu langsung berteriak marah."Hei! Mau bunuh orang, hah?!""Itu sengaja, aku lihat sendiri!"Kerumunan semakin ramai. Beberapa orang bergegas mendekati mobil. Seorang pria bertubuh besar membuka paksa pintu mobi

    Last Updated : 2025-05-01
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 1

    "Juna, jangan bilang dia ini istrimu. Ck! Seleramu rendah sekali!" Sontak aku mendongak kaget mendengar suara nyaring itu. Seorang wanita cantik dengan pakaian kurang bahan melangkah mendekat. Senyumnya mengembang, tapi sorot matanya tajam ke arahku. Mas Juna, suamiku, hanya tertawa kecil. "Hanum, jangan bercanda. Wulan ini istriku." "Ah, aku kira kamu masih sendiri." Aku hanya tersenyum meski hati terasa berdesir. Wanita ini siapa? Kenapa memandangku seperti musuh? "Wulan, kenalkan ini sahabat Mas, namanya Hanum," ucap Mas Juna memperkenalkan diriku padanya. Apakah pakaian yang ia kenakan tidak terlalu terbuka untuk sekedar acara reuni sekolah seperti ini? Bagian da danya dibiarkan terekspos, juga lengan mulus hingga keti aknya terlihat jelas. Apa dia tidak masuk angin nantinya memakai pakaian seperti itu? Apalagi malam ini cuacanya cukup dingin. "Hai, Mbak. Namaku Wulan." Aku menyapa terlebih dahulu seraya mengajaknya bersalaman. "Hai," sahutnya sangat singkat. Tangan mul

    Last Updated : 2025-01-22
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 2

    Acara reuni berlangsung lumayan seru. Ada beberapa sesi acara yang berlangsung meriah. Sambutan lucu dari beberapa angkatan membuat suasana tidak membosankan. Aku yang sama sekali tidak mengenal mereka pun ikut terhibur dan menikmati acara ini.Hingga sekitar pukul dua belas malam lebih sedikit acara usai. Satu persatu sudah lebih dulu pulang terutama mereka yang membawa anak kecil atau yang meninggalkan anaknya di rumah. Namun, beberapa yang masih belum punya momongan seperti aku dan Mas Juna masih betah ngobrol dan berbincang dengan teman mereka jaman dulu, termasuk Hanum. Mungkin dia belum punya momongan juga, atau jangan-jangan dia masih jomblo? Ah, bukan urusanku."Jun, nanti kita mampir ke kafe 24 jam yuk. Sekalian nostalgia. Sekarang makin rame dan seru loh tempatnya." Hanum mengajak suamiku sambil meraih pergelangan tangan Mas Juna.Tidak tahu malu sekali, bahkan di depan banyak orang yang masih mengobrol."Oh ya? Bo--""Mas ..." Aku tak mau kalah dari Hanum. Kupotong ucapan M

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 60

    "Aaaaaaa…."Mataku terpejam seketika.Bruk!Aku sudah pasrah, mengira tubuhku akan terlempar dan berakhir mengenaskan di bawah mobil yang melaju kencang ke arahku. Namun, tiba-tiba sesuatu menarik tubuhku dengan kuat ke samping. Aku tersentak, punggungku membentur dadanya dan napasku tersengal."Kamu gak pa-pa, Dek?" Masih dengan posisi tergeletak sambil memangku diriku di trotoar, Mas Juna menelisik seluruh tubuhku. Rupanya dia yang telah menyelamatkanku."A-aku ..."Ciiiiitttt! Brakkk!Belum selesai aku menjawab, tiba-tiba terdengar bunyi rem mendecit tajam, diikuti suara benturan keras. Aku dan Mas Juna menoleh bersamaan ke arah sumber suara, dadaku masih berdebar kencang. Mobil yang nyaris menabrakku itu kini menghantam pohon di tepi jalan. Warga yang menyaksikan kejadian itu langsung berteriak marah."Hei! Mau bunuh orang, hah?!""Itu sengaja, aku lihat sendiri!"Kerumunan semakin ramai. Beberapa orang bergegas mendekati mobil. Seorang pria bertubuh besar membuka paksa pintu mobi

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 59

    Aku menyipitkan mata, hendak memperbesar tampilan, ketika tiba-tiba dering telepon di mejaku berbunyi, memecah konsentrasi.Sekilas, aku melirik layar ponsel yang terhubung ke sistem kantor. Nomor ekstensi resepsionis berkedip di sana. Menghela napas, aku menekan tombol penerima panggilan.“Ya?” suaraku terdengar datar.“Bu Wulan ....” suara resepsionis terdengar sedikit tegang. “Saya baru mendapatkan kabar dari kepolisian bahwa mobil kantor yang membawa Pak Adnan mengalami kecelakaan.”Aku langsung menegakkan tubuh. “Apa! Terus bagaimana keadaannya?"“Kondisi Pak Adnan beserta sopir belum jelas, Bu. Masih dalam penanganan rumah sakit terdekat."Tatapanku kembali ke layar laptop, namun pikiranku kini melayang pada sosok Adnan yang mungkin tengah berbaring tak berdaya di ranjang kesakitan.“Hubungi lawyer perusahaan. Saya akan segera ke sana,” ujarku cepat sebelum menutup telepon.Tanpa pikir panjang, aku bangkit dari kursi, mengambil kunci mobil beserta tas, dan melangkah keluar denga

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 58

    "Non Wulan, saya selaku kepala keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya jika perlakuan kami kemarin menyinggung, Non Wulan. Tapi apa yang Non lihat kemarin hanyalah kesalah fahaman saja. Semuanya tidak seperti yang Non pikirkan," ujar Pak Sapri.Lihatlah, dia sekarang memanggilku dengan sebutan Nona. Berbeda sekali dengan kemarin yang mencak-mencak saat aku tegur dia."Salah paham? Salah paham bagaimana, Pak Sapri?" sahutku, tetap bersikap tenang."Eum ... Kami sudah tua, Non. Tenaga kami sudah tak sekuat dulu. Akhir-akhir ini saya dan suami sering terkena encok, makanya kami membersihkan rumah ini sekedarnya saja. Kami juga tidak mungkin menyuruh anak kami untuk mengerjakan semuanya sebab dia pasti capek habis kerja di kantor," terang Bu Sumarsih, kepalanya menunduk."Benar, Non. Tapi kami janji, setelah ini kami akan kembali fokus bekerja. Kami akan menjaga kesehatan supaya kami terbiasa menjaga rumah ini dengan baik," sambung Pak Sapri.Apa mereka kira aku sebodoh itu untuk perc

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 57

    "Suami kamu mau ikut, Lan?" bisik Lina. Beberapa menit lalu dia sudah sampai di rumahku, dan kini kita sudah mau meluncur ke rumah Hanum setelah selesai makan malam dan salat isya."He'em," jawabku. "Kamu yakin?" Lagi, Lina berbisik seolah memastikan bahwa keputusanku mengajak Mas Juna tidak salah."Udah, jangan banyak mikir. Yuk, dah malem nih!" Aku langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.Lina menyusul. Dia duduk di sebelahku, sementara Mas Juna duduk di depan dekat dengan supir.Perlahan tapi pasti, mobil terus melaju membelah jalanan ramai di malam hari kota Jakarta. Tanganku sibuk berkirim pesan, mengabari Paman dan Adnan bahwa aku sudah dalam perjalanan.[Kami juga sedang dalam perjalanan.] Balas Andan.Tak ada obrolan berarti saat perjalanan. Aku masih sibuk dengan handphone, begitupun dengan Lina. Entah apa yang sahabatku ini sedang lakukan sampai dia cengar-cengir sendiri di sebelahku."Kok ini seperti ...." Aku mendengar gumaman Mas Juna, kemudian kepalanya menol

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 56

    Hari ini aku memutuskan untuk pulang lebih awal dari biasanya. Pukul tiga sore, mobil kantor yang dikendarai supir sekaligus bodyguard yang aku sewa beberapa hari lalu telah sampai di halaman rumah ibu mertua. Mengucapkan terima kasih, aku pun keluar mobil dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu sudah ada Mas Juna yang duduk di sofa panjang sendirian. Dia menyambutku dengan senyum manis yang selalu membuatku rindu."Kok Mas gak istirahat di kamar?" Sambil menyalami, aku bertanya."Bosen, Dek, di kamar terus. Lagian Mas sudah segar kok," sahutnya.Aku ikut duduk di sebelahnya seraya mengapit lengan dan bersandar pada pundaknya."Capek, ya?" Mas Juna mengelus kepalaku yang terbalut hijab."Enggak, kok. Cuma pengen gini aja sama Mas."Tak ada lagi sahutan dari Mas Juna. Seakan sama-sama sibuk dengan pemikiran masing-masing, kami tersediam. Kesunyian mendadak menghinggap tanpa sebab.Namun tangan kekar suamiku masih bergerak naik turun di pucuk kepalaku. Sementara mataku terpejam menikma

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 55

    "Nan, semua pekerjaanku sepertinya tidak bisa aku selesaikan hari ini. Badanku rasanya capek banget."Aku sudah berada di kantor beberapa jam lalu, dan sekarang aku sedang mengeluh pada Adnan seraya menyerahkan berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjaku padanya. Karena sibuk menemani Mas Juna, aku jadi lalai dalam bekerja. Belum lagi urusan Hanum dan keluarganya. "Ya sudah tidak apa-apa. Nanti biar aku selesaikan di rumah.""Itu yang aku suka dari kamu. Selalu mengerti aku. Makasih ya ...""Hmmm." Dia nampak serius dengan aktivitasnya.Ya sudahlah, aku tidak ingin mengganggu dia."Kalau gitu aku keluar dulu ya.""Iya, istirahat saja," katanya tanpa menoleh padaku."Oke."Aku pun keluar dari ruangannya. Tiba di depan pintu toilet karyawan, entah kenapa mendadak aku teringat pada Hanum. Kira-kira dia masih ngosek WC gak ya?Jiwa ke kepoanku akhirnya mengajak kakiku melangkah untuk masuk ke toilet khusus wanita. Sayangnya, begitu sampai di dalam ternyata tak ada siapapun termasuk Hanum

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 54

    Brak!Aku membuka pintu dengan kencang. Begitu membaca pesan yang dikirim Hanum pada Mas Juna, aku langsung mendatangi dia yang masih ditahan oleh sekuriti di ruang keamanan. Meski sempat tidak mendapat izin dari Mas Juna, aku tetap bersikukuh untuk keluar sebentar. Tentunya aku terpaksa berbohong padanya.Gak mungkin aku bilang mau melabrak Hanum, kan?Dengan alasan mengantar Lina ke depan saat mau pulang, akhirnya aku berhasil keluar.Kulihat Hanum yang sedang bermain ponsel sampai terperanjat mendengar bunyi kencang dari pintu akibat ulahku."Dengar, Hanum. Selama ini aku diam bukan karena aku takut sama kamu. Aku berusaha menghargai kamu karena kamu adalah sahabat suamiku, tapi sikapmu sudah keterlaluan dan aku tidak akan tinggal diam!" sergahku tak bisa lagi membendung emosi."Apaan, sih! Datang-datang marah gak jelas!" sahutnya bernada sewot."Aku tahu pesan apa yang sudah kamu kirim ke Mas Juna. Aku harap ini terakhir kali kamu menghubungi dia. Aku tahu semua maksud kamu mende

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 53

    "Saat masih sekolah SMP, Mas pernah mengalami kecelakaan kecil. Waktu itu, sebuah motor melaju kencang dan menyerempet Mas hingga jatuh. Kepala Mas sempat terbentur aspal, tapi karena tidak ada luka serius, Mas pikir semuanya baik-baik saja. Setelah kejadian itu, Mas mulai sering mengalami sakit kepala, tapi Mas tidak pernah mengeluh. Ibu sudah cukup lelah mencari nafkah sendirian, Mas tidak mau menambah bebannya.Lama-kelamaan, Mas mulai mengalami hal aneh. Kadang-kadang pandangan Mas kosong beberapa detik, atau tiba-tiba tangan Mas berkedut tanpa alasan. Mas kira itu hanya kelelahan. Hingga suatu hari, saat awal-awal sekolah SMA, tubuh Mas tiba-tiba kejang di depan kelas. Semua panik. Mas dibawa ke rumah sakit, dan setelah berbagai pemeriksaan, dokter mengatakan Mas mengidap epilepsi. Saat itu, barulah Mas menyadari bahwa benturan kepala waktu itu mungkin lebih serius dari yang Mas kira.”Mas Juna mulai bercerita kronologi penyebab datangnya penyakit itu, dan kenapa dia memilih meny

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 52

    "Lin, tambah kecepatan. Kita harus cepet sampai kantor.""Ada apaan, sih? Kok kamu panik gitu.""Aku juga belum tahu, tapi kata Adnan telah terjadi sesuatu sama Mas Juna.""Oke, oke." Lina langsung mempercepat laju mobil tanpa banyak bertanya lagi.Kubuka pesan-pesan yang dikirim Mas Juna kemarin dan hari ini. Dia menanyakan keberadaan dan keadaanku. Dia juga minta maaf, dan merasa bersalah. Hingga chat yang menunjukkan pukul satu dini hari ini berhasil membuat saluran darahku seakan berhenti.[ Aku memang bodoh, Dek. Aku bahkan tidak bisa menjaga hati dan kepercayaanmu. Asal kamu bahagia, aku rela melakukan apapun, Dek, meskipun itu artinya aku harus kehilangan kamu. ]Apa ini? Mas Juna seperti orang yang putus asa. Ya Tuhan ... Orang seperti apa sebenarnya yang Engkau kirimkan untuk jadi jodoh hamba ini? Bahkan aku belum cukup mengenalinya di usia empat bulan kami berkenalan. Bahkan setelah menikah dan tinggal bersama selama tiga bulan aku masih belum bisa mengenal dia sepenuhnya.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status