Home / Rumah Tangga / Pelakor Kesayangan Tuan CEO / Noda Lipstik dan Bekas Gigitan

Share

Noda Lipstik dan Bekas Gigitan

Author: Melika Sun
last update Last Updated: 2023-01-21 14:46:17

"Mas Arfa, ja-jangan," ucap Aleena dengan wajah tegang.

Meronta sekuat apapun, ia tidak akan mampu mengalahkan tenaga Arfa. Aleena memilih pasrah ketika Arfa menumpahkan rasa cinta dan rindu kepadanya.

Setelah pria itu puas melumat bibirnya, menciumi seluruh wajahnya, barulah Arfa menghentikan aksinya.

"Akhirnya rinduku sedikit terobati," ucap Arfa, tersenyum puas. Pria itu lalu memilih berbaring di sisi Aleena, mendekap erat tubuh wanita yang sangat di rindukannya itu.

Raut bahagia terlihat jelas di wajah pria itu. Tidak perduli jika Aleena terus meronta, mencoba melepaskan diri dari dekapannya.

"Dasar pria mesum menyebalkan," gerutu Aleena dengan wajah kesal, sambil memukul dada Arfa berulang kali.

"Marahlah sepuasmu, aku akan dengan senang hati menerimanya," kekeh Arfa.

"Menyebalkan. Bahkan di tempat kerja saja masih sempat berbuat cabul. Uuhhg." Aleena yang kesal nekat menggigit leher Arfa dengan gemas. Bukannya kesakitan, pria itu justru menekan kepala Aleena agar semakin dalam terbenam di ceruk lehernya.

"Apakah merah?" Arfa mengusap bekas gigitan Aleena di lehernya dengan senyum bahagia

"Mas Arfa lihat saja sendiri," jawab Aleena pura-pura tidak peduli, namun ke dua matanya fokus melihat bekas gigitannya di leher Arfa. Terlihat merah, dan begitu jelas. Membuat wanita itu menyunggingkan senyum tipis di bibirnya.

"Sekarang, bolehkah aku menggigitmu?" pinta Arfa dengan wajah polos, membuat Aleena langsung melotot tajam ke arahnya.

"Aku mau pulang, lama-lama berada di ruangan ini membuatku gila," tutur Aleena, kembali mencoba melepaskan pelukan lengan Arfa di perutnya.

"Aku masih merindukanmu," ungkap Arfa, tidak rela melepaskan pelukannya.

"Tubuhku terasa sakit semua, sofa ini terlalu sempit untuk kita berdua Mas Arfa," jelas Aleena, berharap pria itu mau melepaskannya.

"Kalau begitu, ayo kita ke kamar saja."

"Ngawur!" sergah Aleena yang justru membuat Arfa tergelak.

"Berjanjilah, kau akan bekerja denganku mulai besok, ya," pinta Arfa dengan penuh pengharapan.

"Aku tidak mau!" ketus Aleena.

"Kalau begitu jangan harap aku akan melepaskanmu," sahut Arfa. Pria itu segera bangkit, lalu dengan cepat kembali mengungkung tubuh Aleena di bawahnya.

"Mas Arfa mau apa?" Aleena menyilangkan kedua tangannya di depan dada, begitu Arfa kembali bersiap menerkamnya.

"Memakanmu," jawab Arfa singkat. Pria itu menyeringai lebar, menatap lapar ke arah tubuh wanita di bawahnya.

Tangannya mulai terulur, mencoba melepas hijab yang di kenakan Aleena, tidak perduli berapa kali wanita itu menepis tangannya dengan kasar.

"Mas, jangan!" seru Aleena, begitu Arfa berhasil melepaskan hijab yang di pakainya. Namun Arfa menulikan pendengarannya. Pria itu semakin terlihat bernafsu melihat wajah Aleena yang tanpa hijab.

Sesekali Arfa membasahi bibir bawahnya dengan ujung lidah, membuat Aleena begidik ngeri melihatnya.

"Aku harus mendapatkanmu kali ini, jika kau tetap menolak tawaranku," ujar Arfa, yang terdengar seperti sebuah ancaman.

"Aku tidak takut dengan ancamanmu, bukankah dulu Mas Arfa sering melakukannya kepadaku?" sahut Aleena, berpura-pura bersikap tenang.

"Tapi kali ini aku tidak main-main, Aleena," desis Arfa, lalu mengalihkan pandangannya ke arah dada Aleena, yang membusung tepat di depan wajahnya.

Arfa kembali mengulurkan tangannya, mencoba membuka risleting pakaian yang di kenakan Aleena.

"Stop! Oke. Aku akan bekerja dengan Mas Arfa!" seru Aleena dengan wajah gusar. Ia tidak menyangka, jika kali ini Arfa tidak main-main dengan ancamannya.

Arfa tersenyum lebar. Hatinya bahagia bukan main, rencananya memaksa wanita itu ternyata berhasil.

"Kau tau, aku sangat bahagia mendengarnya, Aleenaku sayang," ujar Arfa, sambil membelai wajah wanita itu dengan lembut.

"Sekarang lepaskan aku Mas Arfa," pinta Aleena.

"Kemarilah," ucap Arfa, lalu membantu Aleena untuk bangkit.

"Jangan pernah menolakku lagi Aleena, aku tidak akan pernah menerima penolakan darimu," ujar Arfa. Pria itu kemudian melepaskan ikatan rambut Aleena, kembali merapikan surai indah milik wanita itu, kemudian mengikatnya kembali.

"Apa kau tidak merindukan aku Aleena?" tanya Arfa, sambil memakaikan hijab ke kepala Aleena.

"Sudah aku bilang, aku tidak sudi merindukan pria yang sudah beristri," jawab Aleena, berusaha menyembunyikan gejolak hatinya.

"Bukankah dulu kau berkata, jika dirimu adalah istriku? Milikku? Bahkan semesta pun tidak berhak memisahkan kita?"

Aleena terdiam. Wanita itu lalu memilih bangkit dari duduknya, setelah Arfa selesai merapikan hijab di kepalanya.

"Aku akan pulang." Pamit Aleena, lalu menyambar tas miliknya di atas meja.

"Aku akan mengantarmu," ujar Arfa yang sudah berdiri di belakang Aleena.

"Aku bisa pulang sendiri," tukas Aleena.

"Aku tidak menerima penolakan Aleena," sahut Arfa. Pria itu meraih tangan Aleena, menggenggamnya dengan erat lalu membawanya menuju pintu keluar.

Ceklek

Begitu pintu di buka, sosok Laura sudah berdiri di depan pintu dengan kotak makanan di tangannya.

"Mas Arfa," sapa Laura dengan suara lembut.

Aleena yang terkejut melihat kehadiran Laura, langsung menunduk dalam sambil melepaskan genggaman tangan Arfa.

Laura yang juga terkejut melihat sosok wanita muda nan cantik di samping suaminya, langsung bertanya dengan tatapan curiga, "Siapa wanita ini Mas?"

"Laura? Ada perlu apa kau datang ke kantorku?" Arfa balas bertanya dengan wajah dingin, tanpa berniat menjawab pertanyaan Laura.

"Aku mengantar bekal makan siang untuk Mas Arfa," jawab Laura dengan lembut. "Siapa wanita ini Mas?" Laura kembali bertanya.

Sesaat kemudian wanita itu menyipitkan ke dua matanya, begitu melihat noda lipstik di kemeja Arfa. Tidak hanya itu, Laura juga dapat dengan jelas melihat bekas gigitan di leher suaminya.

"Apa kamu benar-benar tega melakukannya di belakangku, Mas?" Laura bertanya seorang diri di dalam hati, dengan perasaan pilu.

Wanita itu mencengkram kuat kotak makanan yang di bawanya. Menahan rasa sakit dan sesak di dada. Seolah ada ribuan sembilu yang menyayat hatinya. Sakit, perih dan pedih, itulah yang di rasakannya saat ini.

"Sudah aku bilang, kau tidak perlu repot mengantar bekal makan siang untukku, aku tidak akan pernah memakannya. Sekarang kembali lah, aku masih ada urusan penting," ucap Arfa.

"Tapi Mas ...."

"Kau boleh menunggu di sini jika mau," sahut Arfa.

Dengan menahan air mata, Laura memandangi kepergian suaminya bersama wanita lain. Bahkan dengan mesra Arfa memeluk pinggang Aleena, tanpa memperdulikan perasaan istrinya.

Tubuh Laura langsung luruh ke lantai. Seperti wanita yang tidak berguna, Laura menangis tersedu di depan ruangan Arfa, suaminya.

"Aku tidak akan tinggal diam. Aku akan menyingkirkan siapa saja yang berani mendekati Mas Arfa, termasuk wanita jalang ini," gumam Laura serayak mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Emir dan Ariz

    Tubuh Tuan Melviano langsung digotong ke atas brankas, dan di bawa keluar menuju unit gawat darurat.Pria itu jatuh pingsan sesaat setelah anak keduanya lahir. Dia pingsan bersamaan dengan istrinya. Sangat kompak, bukan?"Apa aku perlu menelpon dokter Anda, Tuan?" tanya Hangga setelah Tuan Melvin sadarkan diri.Melihat tuannya jatuh pingsan dengan wajah pucat, membuat Hangga langsung diliputi kecemasan."Tdak perlu, ini tidak ada hubungannya dengan penyakitku. Aku pingsan karena aku tidak kuat melihat penderitaan yang sedang dirasakan oleh istriku. Ia sampai bertaruh nyawa, demi melahirkan anak-anakku," sahut Tuan Melvin terdengar lemah.Pria itu perlahan bangkit, dan berniat turun dari atas tempat tidur. Ia sudah tidak sabar untuk melihat istrinya dan kedua bayi kembarnya."Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau masih terlihat lemah, jika Nyonya melihatmu seperti ini, dia pasti akan berfikir yang tidak-tidak," ujar Hangga, mencoba mencegah niat tuannya yang akan pergi menemui istrinya.T

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Tidak jadi Surprise

    Tuan Melvin mengecup bahu istrinya yang terekspos. Mereka baru saja selesai mandi bersama dan saat ini sedang berdiri di depan sebuah cermin besar, yang memantulkan seluruh bagian tubuh mereka.Tuan Melvin berdiri di belakang Berlian, sambil memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya sejak tadi tidak mau berhenti, mengusap dan membelai setiap bagian tubuh Berlian yang menonjol."Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi menanti anak kita lahir ke dunia ini," ucap Tuan Melvin kembali mengecup bahu istrinya dengan lembut."Hanya tinggal menghitung hari, Tuan Melvin, semoga prediksi Dokter Rahayu tidak meleset," sahut Berlian, sambil membelai rahang kokoh suaminya.Usia kandungan Berlian sudah 9 bulan, dan prediksi Dokter Rahayu masa bersalinnya jatuh di bulan depan, yang hanya tinggal sepuluh hari lagi."Kau sungguh terlihat sangat seksi, sayang," ucap Tuan Melvin mengusap perut istrinya yang terlihat semakin membesar."Apa kau sedang menggodak

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Keputusan Arfa

    Sejak pertemuan itu, Arfa terus merenungi nasibnya. Ingin berpaling dari Alisya, namun nyatanya ia tak mampu.Nama wanita itu telah terpatri dalam hatinya, begitu juga cintanya.Semakin ia memaksa melupakan, bayang-bayang wajah Alisya semakin terlihat nyata hadir dalam mimpinya."Lama-lama aku bisa gila kalau terus begini. Apa yang harus aku lakukan, Alisya," gumam Arfa seraya membelai foto Berlian yang sedang tersenyum di layar ponselnya."Selama ini kau begitu sabar hidup dalam penderitaan bersamaku, tanpa pernah berkeluh kesah kepadaku. Tapi aku begitu bodoh, karena tidak bisa mempertahankanmu."Arfa mengusap air mata, yang tiba-tiba saja menetes dari pelupuk matanya. Menguatkan hati, pria itu akhirnya mengambil keputusan besar dalamnya.Keputusan yang tidak pernah terlintas sama sekali dalam hidupnya. Mengakhiri semuanya."Maafkan aku, sayang, aku terpaksa mengambil keputusan ini. Teruslah hidup bahagia, dan jangan pernah menyesal atas kepergianku."Arfa melangkah dengan gontai me

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Tidak Ada Ruang Untuk Cintamu

    Berlian menggeliat kecil, dengan rasa malas wanita itu perlahan membuka kedua matanya. Dan begitu ia membuka mata, seraut wajah tampan telah menyambutnya dengan senyum menawan.Senyum di wajah Berlian pun langsung terbit, manakala manik matanya bertemu dengan bola mata biru yang sedang menatapnya dengan penuh cinta."Apa tidurmu sangat nyenyak, sayang?" Tuan Melvin bertanya sambil merapikan hijab istrinya yang sedikit berantakan.Pria itu lalu membantu sang istri untuk duduk, kemudian menyerahkan sebotol air mineral yang telah di bukanya.Seperti orang kehausan, Berlian segera meminum air mineral itu hingga hanya menyisakan sedikit saja, dan sisa air yang sedikit itulah yang akhirnya di habiskan oleh Tuan Melvin."Tidurku sangat nyenyak, Tuan Melvin. Sampai rasanya aku malas untuk bangun, apalagi saat kau hadir dalam mimpiku, itu membuatku ingin terus tertidur," jawab Berlian tersenyum. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya ke atas membelai rahang kokoh milik suaminya."Bahkan dalam

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Kenyataan Pahit

    Dari tempatnya berdiri, Arfa dapat melihat dengan jelas sosok wanita yang sedang duduk sambil bergelayut manja pada lelaki tampan nan gagah di sampingnya.Senyum bahagia terukir jelas di wajah wanita itu. Sesekali pria di sampingnya mendaratkan sebuah ciuman di puncak kepala wanita yang tersenyum bahagia.Rasa cemburu dan sakit hati telah menguasai hati Arfa. Ingin rasanya ia menghampiri wanita itu, dan mengungkapkan isi hatinya.Namun sayang, terlalu banyak pengawal yang berjaga di sekitar pasangan suami istri itu, bisa mati konyol kalau Arfa sampai nekat mendekat.Meskipun ia datang dengan menyamar sebagai karyawan hotel, tapi bukan berarti anak buah Hangga tidak bisa mengenalinya."Sebenarnya mereka sedang merayakan acara apa? Mengapa mereka justru mengundang anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang kurang mampu?" batin Arfa heran."Mereka juga memberikan hadiah dan juga uang kepada para tamu," imbuhnya."Hei! Kau! Jangan hanya berdiri di sana! Bantu yang lain menyiapkan hidangan

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Hadiah Terindah

    Tuan Melvin menangis haru, bibirnya tanpa henti mengucap syukur.Pria itu masih terus mendekap tubuh istrinya yang duduk di atas pangkuannya, tidak ingin melepaskannya meskipun sebentar saja."Terima kasih, sayang ... terima kasih," lirih Tuan Melvin penuh haru."Kita akan menjadi orang tua, Mas," lirih Berlian dengan berurai air mata bahagia."Iya, sayang, sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," sahut Tuan Melvin seraya mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening istrinya.Saking tidak percayanya , Dokter Vina sampai berulang kali melakukan pemeriksaan untuk memastikan kehamilan Berlian, dan ia terlalu bahagia mengetahui kebenarannya, sampai jadi gugup saat hendak menyampaikan kabar gembira itu.Brak!Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat Tuan Melvin dan Berlian langsung menoleh bersamaan.Hangga dan Bima masuk dengan tergesa, di ikuti oleh semua pelayan di belakang mereka.Tuan Melvin buru-buru meraih selimut, lalu menutupi kepala istrinya yang tidak memakai hijab dengan seli

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status