Beranda / Rumah Tangga / Pelakor Sukses / Kenangan yang Masih Tersimpan

Share

Kenangan yang Masih Tersimpan

Penulis: Tere Bina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-14 21:25:32

Aku masih berdiri di tempat dengan dada berdetak tak karuan. Tangan berkeringat dingin, hati dipenuhi rasa cemas.

Tak dapat kubayangkan reaksi Mas Nata saat melihat wanita terkasihnya dalam keadaan seperti ini, lebih-lebih Anes bilang yang sebenarnya. Akulah yang memisahkan mereka.

Siap-tak siap, aku harus menerima kenyataan. Toh, di sini aku yang perebut. Perusak hubungan dua insan saling mencintai itu.

Beberapa menit berlalu, aku tak mendengar suara apapun. Ataupun suara Mas Nata begitupun Anes. Karena penasaran, aku menoleh ke belakang. 

Mataku memicing saat sudah tak menjumpai Mas Nata di tempatnya. Hanya Anes yang celingukan tampak mencari-cari seseorang.

Ke mana Mas Nata? 

Kulihat Aneska melangkah ke arahku. "Mungkin tidak sekarang, tapi aku akan kembali berusaha menemui apa yang sepantasnya jadi milikku."

Aku terpaku dengan kata-kata Anes. Artinya … ia akan berusaha terus menemui Mas Nata. 

"Seperti halnya kau merebut Mas Nata, aku akan kembali hadir untuk merebutnya kembali darimu. Sebab ia memang milikku. Lagi pula … pernikahanku sedang berada di ujung tanduk." Setelah berucap, Aneska pergi begitu saja.

Aku meremas tanganku. Tentu gelisah dengan ucapan Anes yang secara tak langsung ia akan meneror pernikahanku.

Ya, Tuhan … siapkah aku?

Tak ingin berlarut dengan ketakutan, aku berlari kecil mencari Mas Nata dan anak-anak. Ke mana dia?

Saat ingin kembali berlari, aku melihat Mas Nata muncul bersama si kembar.

"Mas Nata!" Segera kuhampiri dan mencekal lengannya.

"Ada apa? Kenapa wajahmu berkeringat?" Dia menatapku heran.

"Mama habis lari-lari?" tanya Damar. Aku menggeleng.

"Kenapa, Nye?"

"Aku mencarimu, Mas. Kau menghilang." Kalimat itu begitu cepat aku luncurkan disertai nada khawatir.

Mas Nata terdiam sejenak. "Kamu takut kehilangan aku?"

Aku tergeragap dengan pertanyaannya. "Tidak, aku hanya khawatir sama Damar dan Wulan." Aku segera berjongkok dan memeluk si kembar. Untuk mengalihkan keadaan. Yang sempat tegang karena pertanyaannya.

***

Saat tiba di rumah, Mas Nata menggendong Wulan yang tertidur, sedangkan aku menuntun Damar.

Setibanya di kamar, dengan pelan nan lembut Mas Nata mengelus pipi gembul Wulan dan menatapnya sambil tersenyum. 

Sedangkan Damar masih bermain dengan Mbak Ita di ruang tengah.

"Wulan begitu mirip denganku, ya?" 

Aku yang tengah menyimpan tas menoleh ke arah Mas Nata yang terus mengelus wajah Wulan dengan bibir masih tersenyum.

"Memang Damar nggak, Mas?" tanyaku sambil melepas aksesorisku.

"Ya mirip. Kan mereka kembar. Cuman … Wulan lebih mirip."

"Kenapa bisa begitu?" Sekilas aku melirik sambil melepas anting.

"Entahlah … mungkin ini efek aku terlalu penyayang wanita. Sebenarnya Wulan sama Damar sama aja wajahnya. Mirip denganku. Cuman karena Wulan wanita jadi mungkin aku lebih memperhatikan dia. Bukan ingin pilih kasih. Tapi aku didik Damar agar jadi mandiri dan pemberani. Agar kelak bisa melindungi sang adik." Mas Nata masih setia mengelus wajah yang bak cerminannya tersebut.

Dia memang akan bicara dan bercerita denganku hanya di luar tentang dirinya. Keseringan tentang anak-anak. Padahal aku ingin ia curhat tentang pribadinya. Lebih-lebih perasaannya. 

Untuk siapa hatinya.

"Juga … kelak pria yang menginginkan Wulan, gak boleh sembarang pria. Aku harus menjaga wanitaku dari emosional pria yang bisa berujung kekerasan. Itu tak boleh terjadi."

Kata-kata pria yang penuh kelembutan nyaris mengalahi perempuan itu mengingatkanku dengan nasib rumah tangga Aneska. Ia banyak menerima kekerasan dari suaminya.

Ya, Allah … apa jadinya jika Mas Nata tahu keadaan wanita terkasihnya yang gagal ia nikahi sebab tuduhan palsuku?

Mas Nata tak suka pengkhianatan, jika sampai ia tahu kebohonganku, aku tak tahu apa yang akan terjadi. Tentu aku kehilangan segalanya. Materi dan cinta ….

***

Pagi ini si kembar berangkat sekolah denganku. Saat perjalanan pulang, di pinggir jalan aku melihat mainan anak-anak yang dijual dengan harga murah. Berjejer antara penjual satu dengan yang lainnya.

Sebenarnya mama mertua melarangku juga Mas Nata membelikan si kembar mainan yang dijual pinggir jalan. Alasannya kotor gak baik untuk anak-anak.

Ah, ada-ada aja emang mama. Udah kayak makanan aja harus bersih.

Mas Nata biasa membelikan di mall, tapi sekalian melariskan dagangan bapak-bapak yang jualannya tampak sepi, aku pun turun dari mobil yang kuparkir di pinggir jalan.

Pertama aku mengambil mobil-mobilan untuk Damar. Ada bola kecil dan pesawat juga. 

Lalu beralih ke boneka barbie. Saat tanganku hendak meraih bando pita. Tiba-tiba ….

"Mah, Bela kepengen bando itu. Cepat beli sebelum dibeli bibi itu …."

Karena aku penasaran, lantas menoleh ke belakang. Mataku membelalak saat mengetahui itu Aneska dengan anak cewek berkisar seumuran Wulan.

Segera kupalingkan wajah ke depan sebelum Aneska melihatnya. 

Mungkinkah itu anak Aneska?

"Besok, ya, Nak … sekarang uangnya 'kan dipakai beli buku Bela …." 

"Ah, Mama selalu saja bilang besok dan besok terus. Tapi gak pernah belikan Bela. Bela benci Mama." Melalui pandangan ekor mataku, anak kecil yang kuyakini anak Aneska  berlari.

"Bela. Tunggu …!" Aneska mengejarnya.

Aku membalikkan badan untuk menatap Aneska yang mengejar anaknya. Juga kulihat mantan sahabatku itu memarahi makanya yang ngambek. Bahkan  juga memukulnya. 

Setelah cukup lama, Aneska pergi dengan kesal meninggalkan Bela yang menangis tersedu-sedu.

Hatiku teriris melihat adegan ini. Apalagi Mas Nata yang melihatnya. Dia orang yang sangat tersentuhan.

 Dulu Aneska yang glamor dan selalu membeli barang mahal, kini untuk membelikan bando anaknya seharga tujuh ribu saja gak punya.

Apa segitu gak punyanya suami Anes. Dan ke mana orang tuanya yang kaya raya. Setidaknya mengetahui ini sedikit membantu.

Di sini aku merasa jadi wanita paling jahat. Seharusnya Anes yang ada di posisiku, dan mungkin akulah yang di posisi Anes.

Aku membeli beberapa mainan anak cewek juga bando tadi yang tersisa satu.

Lalu menghampiri Bela yang masih menangis tersedu-sedu duduk di hamparan rumput.

Kuusap air mata di wajah cantik menuruni ibunya itu. Dia tersenyum. Lalu kuberikan semua mainan yang kubawa. Tak luput bando yang diinginkannya tadi.

Senyuman gadis ayu itu semakin mengembang. Begitu terlihat kebahagiaan di wajahnya.

"Kalau ditanyain mama, bilang aja dapat dari bibi yang Bela bantu bawain mainannya, ya." Aku mencolek dagu Bella. 

Dia mengangguk girang. Beberapa kali bilang terimakasih. Sebelum akhirnya pamit untuk pergi sambil berlari.

Tadinya ingin memberikan uang juga, tapi takut Anes curiga.

***

Setibanya di rumah, aku mencari mainanan Wulan baik yang baru atau sudah tak digunakan lagi untuk kuberikan pada Bela.

Untuk baju … biar aku belikan yang baru saja. Harga standar biar Anes gak curiga. Sebab kulihat baju Bela sudah kumuh, tak kalah dengan Anes.

Saat sudah mengumpulkan barang dan buku serta  alat tulis milik Wulan yang tak ia pakai sebab lebih, aku lanjut berjalan ke arah kamar lantai bawah dekat gudang.

Aku mencari boneka besar yang masih baru. Terakhir kulihat di lemari kamar sana.

Saat membuka lemari, sebuah kotak terjatuh. Dan tampaklah sebuah liontin berinisial A menyundul dari dalam kotak berukuran sedang itu.

Aku tahu, itu liontin dari Anes untuk Mas Nata. Sebagai hadiah karena Mas Nata mendapat predikat terbaik di kampusnya.

"Jadi kau masih menyimpannya, Mas?" Air mata mengalir begitu saja. 

Kesakitan hatiku tak berhenti di situ. Luka semakin menganga tatkala melihat foto setengah wajah Aneska yang hanya menampakkan lesung pipinya saja.

Aku terduduk lesu di lantai sambil meremas foto. Aku sakit … aku rapuh mengetahui kenangan mantan terindah masih tersimpan olehnya.

_____

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pelakor Sukses    Nyamuk Setelah Akad

    "Kamu suka hadiahku?" Usai sholat Maghrib, aku mendapat telepon dari Mas Nata. Tak segera kujawab pertanyaanya. Mendadak canggung, seperti malu gitu aku mau mengakuinya. Ya tentu aku suka dengan hadiahnya. Yang merupakan untuk pertama kali darinya."Itu hadiah pertama kalinya dariku." Meski pertanyaanya belum kujawab, ia kembali berucap."Namun bukan berarti untuk terakhir kalinya," lanjutnya lagi. Aku masih setia membungkam.Entahlah, lebih suka mendengarkan suaranya saja. Suara yang begitu aku rindukan di setiap waktu."Nanti aku akan sering memberimu hadiah lagi. Maaf ….""Untuk apa?" Kali ini aku bersuara. Sebab penasaran tiba-tiba Mas Nata bilang maaf padaku."Maaf aku baru tahu kalau kamu suka hadiah. Kupikir kamu lebih suka uangnya.""Tidak. Maksudnya … ya awalnya aku memang butuh uang. Namun bukan berarti—""Iya aku tahu kau mencintaiku." Mas Nata menyela, tentu membuatku malu mendengar kebenaran itu.Sesaat hening. Aku dan Mas Nata sama-sama terdiam."Sepertinya kita meman

  • Pelakor Sukses    Hadiah Terindah

    "Minta tisu, Nye!" Aku yang termangu segera sadar ketika Mas Nata mengulurkan tangannya ke depanku."Ada, gak?" tanya Mas Nata dengan sebelah mata terpejam.Karena tak membawa tisu, aku memberikan saputangan. Yang langsung disambut oleh Mas Nata mengelap wajahnya."Eh, ini saputangan milikku, bukan?" Mas Nata menatap sapu tangan berwarna dongker yang memang miliknya. "Iya," jawabku pelan."Kok gak kamu kembalikan?" Mas Nata menatapku dengan mata memicing."Ya udah, itu sekalian aku kembalikan.""Gak usah, itu emang buat kamu, kok." Mas Nata langsung duduk begitu saja di kursi tepat depanku."Mas udah dari tadi di sini?" tanyaku langsung begitu Mas Nata sudah duduk."Iya, bahkan sebelum kalian datang.""Hah!" Aku melongo dengan mata beberapa kali berkedip."Kenapa?""Jadi—""Iya, aku melihat tingkah saltingmu saat baca chat aku."Aku segera memalingkan pandangan ke arah lain. Gak kuat menanggung rasa malu.Sesaat hening. Aku sok sibuk membenarkan jilbab yang diterpa angin sore."Kamu

  • Pelakor Sukses    Kayak Ada Manis-Manisnya

    Pagi ini aku sudah diperbolehkan pulang. Amir yang menjemputku.Wulan tak bisa datang, katanya pagi ini ia akan mendaftar sekolah di salah satu sekolah SMP top dan bermutu.Sedih sebenarnya, tapi tak apa. Toh habis ini aku akan sering bertemu dengan putriku itu. Mas Nata sendiri yang bilang.Selama dalam perjalanan pulang, dalam mobil aku terus kepikiran dengan kata-kata Mas Nata semalam yang mengatakan akan membuatku jadi lebih dekat dengan Wulan juga papanya. Itu artinya dirinya 'kan? Iya, aku yakin maksud kata-kata Mas Nata semalam itu adalah dirinya. Memang siapa lagi papanya Wulan. Atau … apa mungkin pria itu hanya bercanda. Secara Mas Nata sekarang agak berubah, dia bukan pria pendiam lagi yang dingin dan cuek. Semalam saat bersamaku meskipun hanya sebentar, dia banyak bicara bahkan bercanda juga.Sempat kaget dengan perubahan Mas Nata. Penasaran, kira-kira siapa yang membuatnya berubah? Adakah wanita lain yang membuatnya berubah. Sering kudengar, cinta akan membuat seseorang

  • Pelakor Sukses    Membuat Jadi Lebih Dekat

    Aku masih termangu di tempat, rintik hujan semakin deras turun. Begitu juga dengan air mata yang mengalir deras hanya saja tersamarkan air yang turun dari atas.Mas Nata membalikkan badan, mulai melangkahkan kakinya.Aku terpaku di tempat, seolah tak punya tenaga untuk bersuara atau mengejar langkah Mas Nata yang semakin menjauh.Saat kupaksakan kaki ini untuk bergerak untuk mengejar, tiba-tiba …."Awas … ada mobil!"Entah siapa yang berteriak, namun bersamaan dengan itu sesuatu yang keras menerjang tubuh hingga diri ini terpelanting ke aspal jalanan. Disusul dengan suara teriakan histeris dari orang banyak.Aku merasakan sakit di sekujur tubuh, dan dari kepala seperti ada cairan kental yang mengalir."Mama …!" Saat mata ini ingin terpejam, tiba-tiba mendengar suara yang begitu aku kenal. Sekuat tenaga kupaksakan mata ini terbuka.Samar-samar kulihat gadis kecil berjilbab mendekatiku. Setelahnya semuanya jadi gelap dan aku tak ingat apa-apalagi.***"Mama, ini Damar!" Sayup-sayup k

  • Pelakor Sukses    Pertemuan di Rintik Hujan

    Lima tahun berlalu, dan luka juga rasa kehilangan itu masih ada di lubuk kalbu. Entah kapan bisa move on dari rasa kehilangan.Kegiatan sehari-hariku disibukkan dengan mengajar di beberapa universitas di samping menjaga toko kosmetik yang alhamdulillah semakin maju dengan pesat, bahkan aku harus menaruh beberapa karyawan di sana untuk membantu di kala sibuk.Setelah lulus S2 sebenarnya banyak perusahaan yang menawarkan pekerjaan, namun entah kenapa aku tak tertarik, lebih tertarik menjadi seorang dosen.Namun sesibuk apa diri ini, kadang masih meneteskan air mata saat teringat dengan orang-orang tercinta."Mbak semakin sibuk aja." Amir yang baru saja turun dari mobil menghampiriku di toko."Iya, Mir, biar sukses. Mbak udah kenyang dengan hinaan di masa lalu," candaku yang disambut gelak tawa oleh pria yang kini sudah bekerja di sebuah perusahaan besar dengan jabatan lumayan tinggi."Kamu juga gitu, Mir, kerja yang benar, biar nanti gak dipandang rendah sama wanita. Apalagi pas nikah d

  • Pelakor Sukses    Bak Luka Ditaburi Garam

    "Pergilah, Nes. Aku tak lagi ingin melihatmu," kataku menatap Anes yang masih menangis.Perlahan aku berdiri tanpa mengusap air mata yang terus mengalir."Anye, aku—"Kata-kata Anes terhenti saat sebelah tangan kuangkat sebagai isyarat agar dia diam saja."Aku tak perlu permintaan maafmu saat ini. Jangan tanya bagaimana rasa benciku padamu sekarang. Tapi tetap aku memaafkanmu.""Anye—"Aku kembali mengangkat tangan menghentikan Anes yang hendak mendekatiku."Percuma, aku meluapkan amarah padamu. Toh aku sudah kehilangan segalanya." Kutarik nafas dalam-dalam. "Pergilah!" kataku tanpa melirik Aneska.Perlahan dan dengan kepala menunduk, wanita yang sudah menghancurkan hidupku itu melangkahkan kakinya."Ingat! Jangan pernah lagi muncul di hadapanku. Aku tak mau lagi hilang kontrol dan kembali memukulmu seperti tadi," kataku saat Anes sudah berada di belakangku.Sesaat hening, lalu … "Maafkan aku, Nye." Terdengar suara Anes bergetar sebelum kudengar langkanya pergi menjauh. Air mata kemb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status