"Selamat datang di Bandar Udara Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan ..." Suara pengeras di pesawat menginformasikan bahwa pesawat telah tiba di Kota Balikpapan.
Azmira merasa jantungnya benar-benar berdebar. Rasa penasaran dan rindu benar-benar memuncak di hatinya karena membayangkan akan bertemu dengan Yitno, sang kekasih hati. Azmira segera keluar dari pintu pesawat yang ternyata langsung tersambung ke dalam Bandara. Ia mengikuti rombongan penumpang lain yang juga satu pesawat dengannya. Tiba di dekat pintu keluar, ia lekas mengaktifkan handphonenya lalu menghubungi Encun.
"Halo, Ra. Kamu dimana ini?" tanya Encun yang mengangkat teleponnya segera setelah bunyi tuut baru terdengar sekali.
"Iya, Encun. Ini aku masih mau ambil bagasi dulu. Kamu tunggu di luar pintu kedatangan itu, kah?" tanya Azmira.
"Iya, nanti kalau kamu keluar pintu, aku sudah ada disitu," balas Encun.
"Ya, sudah. Aku ambil bagasi dulu, ya." Azmira mematikan teleponnya
Azmira telah selesai menyelesaikan seluruh pekerjaannya di PT. ZZZ. Tak disangka ternyata pekerjaannya memakan waktu sedikit lebih lama daripada prediksinya. Namun masih ada waktu sebelum Encun menjemputnya. Ia teringat masih ada urusan terakhir yaitu bertemu dengan Maliki dan orang tuanya. Azmira mengirimi pesan kepada Maliki bahwa urusan dia telah selesai dan meminta alamat rumah Maliki. Baru saja pesan tersebut terkirim, handphone Azmira sudah berdering tanda panggilan masuk dari kontak bernama Ayah Nugraha."Halo," sapa Azmira."Halo, Dek. Urusannya benar sudah selesai?" tanya Maliki."Iya, Kak. Alamat rumah Kakak dimana? Share location saja, biar saya kesana naik transportasi online," kata Azmira."Hmm, Kakak jemput saja, ya. Disini belum terlalu banyak driver online nya, belum sebanyak di Yogya. Nanti daripada kamu nyasar lagi. Boleh, ya." Maliki memaksa menjemput Azmira karena tidak ingin nantinya malah semakin dimarahi oleh Mamaknya.
Azmira melangkahkan kaki keluar rumah Maliki setelah berpamitan dengan Mamak Maliki. Tanpa sadar, ia hanya berjalan kaki saja menuju jalan utama sembari menelepon Encun untuk menjemputnya."Haduh, betapa bodohnya diriku. Jauh-jauh kemari hanya untuk berdebat dan mendapat kenyataan kalau memang kami harus segera bercerai. Lagipula, apa sih yang aku harapkan dari pertemuan ini. Bodoh kamu Azmira." Azmira mengepalkan tangannya dan menggerutu.Sepanjang jalan menuju jalan utama, ia tak henti-hentinya memandang foto dirinya bersama Yitno. Terbesit sebuah rasa rindu yang sangat mendalam. Ya, Azmira memang sedang membutuhkan Yitno untuk sekedar bersandar di pundaknya."Walau aku sudah sah bercerai dari Maliki pun, apakah aku tetap masih layak di sisimu, Om?" tanya Azmira dalam hati."Sedangkan kamu saja masih belum bisa meyakini apakah aku benar-benar ada di hatimu. Lagipula siapalah aku, aku cuma orang asing yang mengganggumu. Ya, Tuhan. Mengapa rasa cint
Pesawat yang Yitno naiki tujuan Balikpapan, akhirnya mendarat dengan selamat dan berhenti dengan sempurna. Yitno pun mengikuti rombongan penumpang lainnya lalu menuju ke pintu keluar. Setiap kali berpergian dinas keluar kota, Yitno tidak pernah membawa bagasi besar. Hanya tas ranselnya saja dan beberapa peralatan yang dibutuhkan. Kali ini pun ia juga tidak membawa barang apapun sehingga ia tidak perlu menunggu bagasi lagi. Setelah masuk ke gedung Bandara, Yitno lekas mematikan mode pesawat pada handphonenya, khawatir bila Azmira ada menghubunginya. Ketika handphonenya telah mendapatkan sinyal dengan sempurna, muncul notifikasi pesan dari Azmira yang menginfokan bahwa Yitno malam ini menginap saja di kamar tempat Azmira menginap. "Wow, kesempatan bisa kasih kejutan nih buat Azmira," celetuk Yitno sembari tersenyum membayangkan wajah cemberutnya Azmira. Yitno pun keluar gedung Bandara Balikpapan lalu memesan transportasi online, Yitno mengetahui lokasi Ho
Detik demi detik berlalu hingga berganti menit. Entah berapa lama mereka telah memadu kasih hingga pada akhirnya mereka sama-sama telah menyelesaikan hasrat birahi masing-masing. Lekas Azmira dan Yitno masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu kembali ke kasur hingga tanpa sadar mereka sama-sama terlelap.Waktu masih menunjukkan pukul 19:00 WITA waktu Balikpapan. Jika masih di Yogyakarta, tentu saja masih pukul 18:00 WIB karena perbedaan waktu yang lebih cepat satu jam di Kota Balikpapan. Azmira teringat belum ada sama sekali menghubungi Nugraha. Masih dengan kondisi tertidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya, ia mengambil handphonenya lalu mencari nomor Ibu Astuti."Ada apa, Bun?" tanya Yitno yang terbangun karena gerakan tubuh Azmira yang tadi di pelukannya."Enggak, ini mau telepon Ibu. Tadi janji mau mengabari Nugraha kalau sudah tidak sibuk." Azmira kembali mendekatkan handphonenya ke telinga kanannya.Terdengar suara dari seberang telepo
Yitno melirik handphonenya yang sedari tadi layarnya menyala. Ia melihat ada banyak sekali panggilan masuk dan pesan teks dari WItha. Bahkan ada beberapa pesan bernada ancaman dari Witha yang mengatakan akan memukul Nurlinda atau kandungannya jika Yitno mengabaikan WItha. Yitno kembali melihat waktu sudah menunjukkan pukul 19:30 WITA. Perutnya pun juga sudah berbunyi tanda memohon untuk diisi oleh makanan. Ia tersadar Azmira tidak ada di sebelahnya. Namun ketika melihat kembali ke layar handphonenya, ternyata ada pesan masuk dari Azmira yang menginformasikan bahwa ia keluar sebentar untuk membeli makan malam bersama Encun.Yitno lekas membalas dengan berpura-pura sedang ngambek kepada Azmira, padahal ia tahu bahwa tadi Azmira sempat membangunkannya namun Yitno merasa sangat letih sekali. Ya, jelas sekali terasa letih. Belum pemanasan sudah olahraga berat saja, begitu batin Yitno.[Bunda, tega. Kok enggak dibangunin, sih.] Pesan yang dikirimkan Yitno.[Maaf. Tadi
Azmira akhirnya telah tiba kembali ke kamar hotel bersama Encun. Mereka berdua disambut oleh Yitno yang telah membereskan kamar karena tahu Encun akan tiba. Azmira lantas mengenalkan Yitno kepada Encun dan sebaliknya. Tanpa pembicaraan panjang, mereka lantas menyantap makan malam yang telah dibeli sebelumnya oleh Encun dan Azmira.Setelah selesai menghabiskan makan malam mereka, Encun mencoba mencairkan suasana dengan membuka pembicaraan."Berapa lama nanti disini, Mas?" tanya Encun."Sudah mengajukan izinnya untuk tiga hari, sih. Tetapi tergantung Zira juga nanti pulangnya kapan." Yitno mencubit pipi Azmira."Ih, Ayah. Enggak enak sama Encun, tahu." Azmira merasa gemas karena Yitno tidak mau lepas sama dirinya. Sudah seperti perangko dengan amplop, nempel."He he he, enggak apa, Ra. Paham saja aku, namanya juga pasangan rasa pengantin baru." Encun mengedipkan mata tanda paham apa yang telah terjadi dengan mereka berdua.Yitno hanya tertawa
"Bun, enggak salah dengar, kan?" tanya Yitno kembali meyakinkan atas apa yang telah ia dengar."Please...." Azmira memilih menangis karena tidak sanggup untuk meneruskan kalimatnya."Bun, tatap mata Ayah." Yitno mengangkat kedua pipi Azmira dan mengarahkan wajahnya menghadap wajah Azmira."Kalau semua ini karena Bunda kepikiran Witha, tolong mengertilah. Ayah juga sedang mengusahakan agar kita bisa bersama. Namun, maafkanlah Ayah. Ayah belum bisa jika harus melepaskan Witha. Bunda tahu sendiri kalau dia sedang hamil besar, bukan?" Yitno berusaha menjelaskan."Tetapi, aku tidak mau dicap sebagai pelakor atau pelacur karena mengambilmu dari Witha, walau memang kenyataannya aku mencintai suami orang." Azmira makin sedih.Yitno tak kuasa menahan perih di hatinya. Ia hanya memeluk Azmira erat tanpa mengucapkan sepatah kata. Awalnya Yitno memang tidak ingin serius dengan Azmira, namun lama kelamaan ia pun juga semakin tidak bisa melupakan Azmira.
Azmira pagi ini pergi bersama Encun ke acara kantornya yang berlokasi lumayan jauh dari Hotel tempat mereka menginap. Yitno sedari tadi merasa kesal karena Witha terus saja melakukan panggilan telepon video. Yah, sebenarnya bukan sebuah masalah jika Yitno menerima telepon dari Witha saat itu juga, namun kondisi di kamar sangat tampak seperti kamar Hotel, haal itu kurang baik karena akan sangat menimbulkan pertanyaan lainnya di benak Witha. Yitno berpikir sejenak selama beberapa menit hingga akhirnya memutuskan pergi ke Restaurant Hotel untuk menyantap sarapan yang sudah sepaket dengan fasilitas kamar."Lebih baik aku ke restaurant saja sekarang, setidaknya kondisi disana tidak terlihat seperti Hotel," kata Yitno.Lekas Yitno bangkit dari tempat duduknya lalu menuju ke restaurant. Tiba di restaurant, lantas ia segera mengambil semangkuk sup hangat dan bubur ayam yang telah tersedia kemudian duduk di bangku dekat jendela yang terlihat seperti sedang di luar ruangan.