Home / Urban / Pelatih Renang Idaman Para Sosialita / Bab 132. Tekanan Ortu Bunga

Share

Bab 132. Tekanan Ortu Bunga

Author: WAZA PENA
last update Last Updated: 2025-10-20 11:00:45

Perjalanan menuju rumah orang tua Bunga terasa lebih lama dari biasanya. Padahal hanya butuh sekitar satu jam dari apartemennya. Tapi di dalam mobil, setiap detik terasa lambat. Aku yang biasanya cerewet, kini lebih banyak diam.

Bunga beberapa kali melirik ke arahku. "Kamu kenapa, Kak? Dari tadi diem aja."

Aku tersenyum hambar. "Lagi nyiapin mental, hehe."

Dia tertawa kecil, menepuk pahaku pelan. "Santai aja, Kak. Kamu kan udah biasa menghadapi hal yang sulit."

"Sulit sih iya, tapi beda," ucapku jujur. "Kalau ini salah langkah sedikit aja, bisa berabe."

Bunga hanya menggeleng, masih tersenyum. "Ayah memang keras, tapi Ibu lebih lembut. Kamu cukup sopan aja, jangan terlalu banyak basa-basi."

Aku mengangguk. "Oke, noted. Jangan basa-basi."

Kami saling berpandangan, dan entah kenapa, tiba-tiba suasana berubah hening. Mungkin karena kami sama-sama tahu, ini bukan pertemuan biasa. Ini langkah awal menuju hubungan yang lebih serius.

Mobil mulai berbelok ke arah perumahan mewah di kawasan ut
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 137. Rahasia Dan Kejujuran

    Aku menatap jalan di depanku, mencoba fokus, meski pikiranku terus berputar tidak karuan. Lampu-lampu jalanan memantul di kaca depan mobil, membuat mataku sedikit perih. Aku baru saja keluar dari kelab, dan di sana… ya, Bu Dewi kembali membuatku kehilangan kendali atas emosiku.Aku masih bisa mendengar suaranya yang lembut tapi sarat tekanan. Cara dia memandangku seolah aku miliknya. Aku benci itu. Aku benci tatapan seperti itu. Dan yang paling aku benci, dia tahu aku tidak bisa berbuat banyak. Aku hanya menelan semua, lalu pergi.Tapi entah kenapa, pesan dari Bunga yang memintaku datang ke apartemennya seakan jadi penyelamat. Tanpa pikir panjang, aku langsung melajukan mobil ke arah tempatnya. Aku butuh menemuinya, aku butuh ketenangan. Dan hanya Bunga yang bisa membuat semua kekacauan di kepalaku terasa reda.Selama perjalanan, aku terus berpikir tentang Bu Dewi. Tentang pesan-pesannya yang seolah mengancam. "Kamu harus ke sini sekarang. Jika tidak, kamu akan tahu akibatnya."Aku me

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 136. Ancaman Sang CEO

    Sudah lewat tengah malam, aku akhirnya kembali ke kamar kos. Lampu kamar redup, hanya temaram kuning dari bohlam di langit-langit yang menyoroti meja kecil di sudut ruangan. Aku duduk di tepi ranjang, kedua siku menumpu di lutut, kepala tertunduk dalam diam.Jam digital di dinding menunjukkan pukul 12 lewat sepuluh menit. Tapi mataku tidak terasa mengantuk sama sekali. Pikiranku masih penuh dengan bayangan wajah Bunga, senyumnya, suaranya, dan terutama… kata-kata terakhirnya malam tadi."Aku mau dikenalin ke orang tuamu."Kalimat itu berputar seperti gema di kepalaku. Aku menatap kosong lantai kamar, lalu menghela napas berat.Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya padanya? Bagaimana aku bisa menceritakan kalau kedua orang tuaku sudah tidak ada?Dan lebih dari itu… bagaimana aku bisa menjelaskan siapa sebenarnya aku, bahwa aku bukan hanya pelatih renang biasa, tapi pewaris keluarga yang selama ini kubenci?Tanganku terkepal. Aku menunduk dalam.Aku sudah terlalu lama menutupi semua

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 135. Disetujui Atau Pura-pura

    Begitu aku tiba di depan pintu apartemen Bunga, detak jantungku masih belum sepenuhnya tenang. Aku sempat menatap pintu kayu berwarna putih itu selama beberapa detik, mencoba mengatur napas sebelum akhirnya mengetuk pelan.Tak lama, suara langkah kaki terdengar dari dalam, diikuti bunyi kunci diputar. Pintu terbuka, dan di sana, Bunga berdiri sambil tersenyum manis. Senyum yang membuat rasa lelah dan kegelisahan di dadaku seolah sirna begitu saja."Kak Dion…" ucapnya lembut, matanya berkilau karena cahaya lampu apartemen.Aku hanya tersenyum. "Malam, Sayang...""Masuk, Kak. Aku udah siapin minum juga."Aku melangkah masuk, disambut aroma harum teh melati yang lembut. Ruangan apartemen itu terlihat rapi, hangat, dan terasa begitu… tenang. Bunga mempersilakan aku duduk di sofa, lalu duduk di hadapanku sambil membawa dua cangkir teh.Aku memperhatikannya sesaat. Ada sesuatu yang berbeda malam ini, sorot matanya tak lagi murung seperti waktu kami pulang dari rumah orang tuanya tadi siang.

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 134. Ancaman Bu Dewi

    Aku membeku di tempat. Suara lembutnya terdengar menggoda, namun di balik itu ada kekuatan yang menekan."Bu Dewi, maaf. Tapi saya benar-benar nggak bisa.""Kenapa? Karena perempuan yang kamu ceritakan itu?” suaranya berubah dingin. "Bunga, ? Kamu pikir dia lebih berharga dari kesuksesanmu sendiri?"Aku terdiam."Bu Dewi... saya mohon, jangan bawa-bawa dia," ucapku tegas. "Saya hormat sama Ibu, tapi saya nggak bisa melakukan hal seperti itu."Beberapa detik hening. Lalu suara dari seberang terdengar lagi, kali ini lebih pelan tapi mengandung tekanan halus."Aku cuma ingin kamu datang, Dion. Cuma malam ini. Setelah itu aku nggak akan ganggu lagi. Aku janji."Nada bicaranya lembut, nyaris seperti rayuan. Tapi aku tahu betul, sekali aku datang, semuanya akan berakhir buruk.Aku memejamkan mata, mencoba berpikir jernih. Di kepalaku, terbayang wajah Bunga, senyum tulusnya, caranya memelukku dengan tenang, dan tatapannya yang penuh percaya.Aku tidak bisa menghancurkan itu hanya karena goda

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 133. Diterima Atau Tidak

    Dalam hati aku berjanji, apa pun yang terjadi, aku akan tetap di sampingnya. Aku akan jadi tempat dia bersandar, bahkan kalau seluruh dunia menentangnya.Dan saat suasana kembali hening, aku bisa mendengar napas Bunga yang berat di sampingku. Ia menggenggam tanganku lebih erat, seolah takut kehilangan pegangan. Aku menatapnya dan tersenyum lembut.Aku tahu, pertemuan ini baru awal dari perjuangan yang panjang.Dan, Ayah Bunga tiba-tiba memecah suasana hening dengan suara tenangnya. "Ya sudah, jangan bahas itu dulu," ucapnya sambil menarik napas panjang. "Kalian belum pada makan, kan? Sebaiknya kita makan bareng saja dulu, yuk?"Nada suaranya tidak lagi setegas sebelumnya. Bahkan ada sedikit kehangatan yang membuat suasana yang sempat menegangkan perlahan mencair. Aku sempat tertegun, menatap wajahnya yang kini lebih lembut, lalu menoleh pada Bunga.Bunga tersenyum, menatapku dengan tatapan lembut yang seolah berkata "semuanya akan baik-baik saja. Ayo, Kak. Kita makan dulu," ucapnya sa

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 132. Tekanan Ortu Bunga

    Perjalanan menuju rumah orang tua Bunga terasa lebih lama dari biasanya. Padahal hanya butuh sekitar satu jam dari apartemennya. Tapi di dalam mobil, setiap detik terasa lambat. Aku yang biasanya cerewet, kini lebih banyak diam.Bunga beberapa kali melirik ke arahku. "Kamu kenapa, Kak? Dari tadi diem aja."Aku tersenyum hambar. "Lagi nyiapin mental, hehe."Dia tertawa kecil, menepuk pahaku pelan. "Santai aja, Kak. Kamu kan udah biasa menghadapi hal yang sulit.""Sulit sih iya, tapi beda," ucapku jujur. "Kalau ini salah langkah sedikit aja, bisa berabe."Bunga hanya menggeleng, masih tersenyum. "Ayah memang keras, tapi Ibu lebih lembut. Kamu cukup sopan aja, jangan terlalu banyak basa-basi."Aku mengangguk. "Oke, noted. Jangan basa-basi."Kami saling berpandangan, dan entah kenapa, tiba-tiba suasana berubah hening. Mungkin karena kami sama-sama tahu, ini bukan pertemuan biasa. Ini langkah awal menuju hubungan yang lebih serius.Mobil mulai berbelok ke arah perumahan mewah di kawasan ut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status