Anna yang manja pada Ivander semakin membuat Samantha merasa cemburu dan iri hati. Namun, Samantha tahu bahwa dia tidak bisa berbuat apa pun untuk mengubah situasi ini.
Perasaan cemburu yang terus tumbuh membuat Samantha semakin tertekan. Anna tersenyum manis dalam pangkuan Ivander di kursi makan."Ivander, bisakah kamu melakukan sesuatu untukku?""Tentu sayang, apa yang bisa aku lakukan untukmu?" ucap Ivander dengan lembut."Aku ingin sekali perutku dielus. Rasanya begitu nyaman," dengan lembut Anna memegang perutnya.Ivander tersenyum hangat, sementara Anna diam-diam melirik sekilas pada Samantha. Anna sengaja mempertontonkan kemesraannya pada Samantha."Tentu saja, sayang," Ivander terlihat mulai mengelus perut Anna dengan lembut."Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Ivander."Ah, itu sangat menyenangkan. Terima kasih, Papah Ivander," Anna tersenyum lebih lebar dan sengaja mengencangkan kalimatnya."Cup... " Ivander mengecup pipi Anna.Samantha terus mengelap piring."Kamu dan bayi kita sangat berarti bagiku, Anna. Aku senang bisa merawatmu dengan cara ini," kecup Ivander lagi dengan penuh cinta."Andai aku yang mengandung. Bukankah dulu kamu juga begitu padaku, Ivander? Apa kau sudah benar-benar melupakan aku?" gumam Samantha dengan sedih dalam hati.Lalu Samantha terlihat terus fokus menyiapkan dan mengaduk susu Ibu hamil untuk madunya, Anna.Suatu hari, Samantha sakit karena tidak memiliki nafsu makan yang cukup. Ivander khawatir dan mencoba memberinya perhatian. Namun, Anna selalu mencoba membuat Ivander lebih perhatian padanya, membuat Samantha semakin merasa terpinggirkan.Anna bahkan memutuskan untuk tinggal di kamar utama mereka, membuat Samantha semakin terasing."Kamu harus makan Samantha... Kamu tidak bisa lapar sedikit, penyakitmu jadi kambuh," ucap Ivander dengan lembut.Samantha tersenyum pada Ivander dengan lemah."Sayang, ayo ke kamar. Aku mengidam berduaan denganmu, ayo... ," Anna terlihat menarik lengan Ivander sekuatnya dan terus merajuk."Tolong tetap di sini, aku butuh kamu," ujar Samantha memegang tangan Ivander."Ih, istri tua menyusahkan sekali. Manja!" Kesal Anna.Ivander lebih menuruti keinginan Anna dan janinnya. Samantha semakin terabaikan dan merasa tidak diperlakukan dengan baik. Kondisinya semakin memburuk, dan akhirnya dia memutuskan untuk berobat sendiri ke rumah sakit.Ivander, yang merasa khawatir dan bingung, tapi membiarkannya pergi sendiri, karena dia tidak bisa meninggalkan Anna yang membutuhkannya."Dalam keadaan sakitpun, dia masih lebih mementingkan keinginan Anna. Begitu besar cintanya pada Anna, benar-benar luar biasa perubahan perasaannya padaku," cakapnya dalam hati."Anna, benar-benar sangat istimewa untuk Ivander. Mungkin, ini memang sudah jalannya, cinta sejati Ivander itu Anna, dan cinta terakhirnya itu Anna. Sedangkan aku, hanya sebagai perantara antara keduanya," sambung Samantha lagi, yang ini terduduk di dalam taksi.Akhirnya Samantha sembuh dan kembali bekerja di rumah itu, Ivander merasa sedikit lega melihatnya. Namun, konflik antara Samantha dan Anna belum berakhir."Kamu sudah lebih baik, Samantha?" tanya Ivander senang."Iya," jawab Samantha dengan tersenyum.Tiba-tiba, Anna terpeleset di kamar mandinya yang licin. Anna menyalahkan Samantha karena tidak pernah membersihkan kamar mandi mereka. Kejadian ini membuat Anna mengalami keguguran dan menjadi lebih marah pada Samantha, bahkan lebih berani kurang ajar.Anna menghubungi Ivander yang sedang di kantor dan memberitahu tentang kegugurannya. Ivander terkejut dan panik, dan segera kembali ke rumah. Saat dia tiba di rumah, dia menemukan Samantha dan memukulinya habis-habisan. Samantha terbaring tidak sadarkan diri di lantai.Bugh!"Ivander, aku tidak bermaksud ..."Bugh!"Tolong," pekik Samantha dengan sisa tenaganya.Ivander merasa bersalah atas perbuatannya, tetapi dia juga marah pada Samantha atas kesalahannya yang terjadi di rumah mereka. Dia segera memanggil bantuan medis, dan kedua istrinya dirawat di rumah sakit yang sama.Di rumah sakit, seorang dokter curiga dengan luka Samantha dan meminta waktu berbicara dengannya. Samantha akhirnya berkata jujur tentang penganiayaan yang dia alami, dan dokter yang bernama Kavindra Hendrawan tersebut sangat prihatin."Nyonya, apa tidak sebaiknya anda membawa kasus ini ke jalur hukum? Laki-laki jika sudah melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tandanya benar-benar sudah muak akan kehadiranmu. Untuk apa dipertahankan? Kamu, tidak pantas menjadi samsak tinju, Nyonya.""Suami saya, berlaku seperti itu karena memang kesalahan saya pribadi, Dokter. Saya memang pantas mendapatkannya," Samantha berusaha menangkas pikiran Dokter tersebut pada Ivander.Dokter Kavindra kemudian meminta Ivander untuk segera menemuinya, berbicara secara pribadi tentang kondisi fisik Samantha. Ivander merasa terkejut dengan perkataan dokter ini.Dokter menatap serius hasil laporan."Tuan Ivander, saya harus berbicara denganmu tentang keadaan tubuh Samantha. Ada banyak luka lebam dan memar yang saya lihat, dan saya sangat prihatin. Dan Nyonya Samantha sudah bercerita."Dokter Kavindra melepas kacamatanya dan menatap ke arah Ivander yang terdegun mendengar ucapannya. Tapi juga kesal dengan Samantha karena membocorkan perlakuannya."Dokter, saya tahu saya salah dan sangat menyesal. Apa yang bisa saya lakukan?" raut wajah Ivander begitu terlihat gusar."Pertama, kami perlu melakukan rontgen untuk memeriksa kerusakan pada tulangnya. Ada indikasi beberapa tulang bergeser, dan itu bisa menjadi masalah yang serius," Dokter menjelaskan seraya membaca mimik wajah Ivander, yang tega melakukan kdrt pada Samantha.Ivander membalas tatapan Dokter dengan penuh khawatir."Apakah Samantha akan baik-baik saja, Dok?"Dengan tenang, Dokter kembali fokus pada permasalahan."Saya tidak bisa memberi jawaban pasti sekarang, Tuan Ivander. Tapi kami harus segera membawanya ke ruang dokter ahli tulang untuk evaluasi lebih lanjut dan mungkin tindakan yang diperlukan. Ini sangat penting."Ivander terdiam mengingat hal yang telah ia lakukan pada Samantha. Seumur pernikahan mereka, baru kali ini dirinya begitu kasar pada istrinya tersebut.Terlebih Samantha, yang mendadak berubah drastis menjadi sosok yang mudah marah dan mudah terserang emosi."Yang terpenting sekarang adalah, kesehatan Nyonya Samantha. Segera hubungi bagian ruang rontgen, dan kami akan melakukan yang terbaik untuk membantu dia pulih," tukas Dokter Kavindra memberikan surat laporan untuk pada Ivander.Ketika dia berbicara dengan dokter, Ivander merasa sangat bersalah atas perlakuannya terhadap Samantha. Namun, dia juga merasa bahwa dia tidak bisa meninggalkan Anna dalam situasi ini.Setelah berbicara dengan dokter, Ivander kembali ke kamar inap Samantha dan memarahinya karena telah mengadu pada dokter. Ivander menatap tajam Samantha, yang tengah terbaring lemah."Kamu, memang hobi sekali ya, buka aib rumah tangga sendiri? Kamu mau tarik simpati banyak orang, agar berpihak padamu? Iya?!" Tanyanya dengan sangat marah pada Samantha."Kamu salah paham, Ivander," ujar Samantha segera."Pintar sekali kamu berkelit, menjual kesedihan pada semua orang!""Tolong jangan, begitu.""Benar-benar gambaran istri paling kurang ajar!"Samantha hanya terdiam dan tidak berkutik. Samantha merasa pasrah dan merasa bahwa rumah tangganya sudah tidak bisa diperbaiki lagi.Dia berpikir untuk kembali ke kampung dan membawa berita buruk ini pada keluarganya. Namun, dia merasa tidak kuasa untuk melakukannya.Setelah Samantha pulang ke rumah, Anna juga pulang ke rumah. Luka pada Samantha, yang terlihat di beberapa bagian tubuhnya, masih cukup terlihat. Namun Samantha berusaha menutupinya dan bersikap tegar."Ivander, mengapa kau selalu berlari ke arahnya? Apa dia lebih penting dari aku?" Tanya Anna dengan marah dan cemberut."Anna, bukan begitu, aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja," Ivander berkata dengan lembut."Tapi kau selalu ada untuknya, Ivander. Aku takut kau akan kembali memihak padanya," kukuh Anna tidak terima."Sayang, aku peduli padamu juga, tapi saat ini Samantha sedang dalam kondisi sulit.""Aku takut, Ivander. Aku takut kau akan melupakan aku dan kembali mencintainya."Ivander menggenggam tangan Anna."Jangan khawatir, Anna. Aku mencintaimu, tapi aku juga harus bertanggung jawab pada Samantha. Aku tidak akan meninggalkanmu. "Ivander menghampiri Samantha di kamarnya, dan Samantha memberikan perlakuan dengan sopan layaknya seorang pelayan.Ivander merasa heran dengan sikap Samantha dan baru menyadari bahwa selama ini dia telah menjadikan Samantha sebagai pelayan di rumah mereka.Ivander terlihat mendekati Samantha dengan hati-hati."Samantha, aku ingin berbicara denganmu."Samantha menoleh dengan tersenyum, kemudian memberikan hormat seperti pelayan."Ada apa, Tuan Ivander?"Ivander merasa bersalah dan teringat akan ucapannya dulu."Samantha, mengapa kamu...?" dirinya sedih sendiri.Samantha tetap tersenyum dengan sopan."Maafkan saya, Tuan Ivander. Saya hanya ingin menjalani perintah yang seharusnya.""Samantha, kita tidak perlu seperti ini. Kita bisa bicara sebagai manusia biasa, tanpa perlu formalitas seperti ini," Ivander berjalan semakin dekat pada Samantha."Maaf, Tuan Ivander. Saya hanya mencoba menjaga jarak," Samantha berjalan mundur dengan pelan."Tidak perlu seperti ini, Samantha. Tapi kita perlu bicara sebagai dua orang yang sama. Mari kita berbicara dengan lebih santai, Samantha."Mereka kemudian berbicara di halaman belakang, Samantha merasa canggung karena sudah lama tidak berbicang hangat dengan suaminya. Ivander merasakan kecanggungan Samantha dan merasa kasihan padanya."Apakah tubuhmu masih sakit, Samantha?" tanya Ivander memandang Samantha."Mm ... Eng, tidak Tuan. Sudah sembuh, kok," balas Samantha dengan canggung.Namun, sebelum mereka bisa lebih lanjut, Anna datang menghampiri keduanya. Samantha segera bangkit dan mencoba untuk undur diri, tetapi Ivander mengejarnya dan berhasil meraih tangannya.Samantha merasa haru dengan sentuhan Ivander, tetapi dia dengan cepat menarik tangannya dan menepis perasaannya. Dia sedang berusaha untuk membangun tembok yang tinggi agar tidak terlalu berharap pada Ivander."Samantha, aku ... ""Saya permisi dulu, Tuan."Ivander memandangnya dengan sedih, dan Samantha merasa pantas seperti itu. Kemudian Samantha pergi ke kamarnya dan menangis lagi.Ivander mencoba untuk mendekati Samantha di kamarnya setelah Anna tidur. Namun, Samantha enggan membukanya. Ivander terdiam cukup lama di depan pintu kamarnya."Apakah aku harus pergi? Semua sudah sudah sangat sulit untuk aku kembalikan seperti sedia kala. Aku tidak punya tempat lagi di hatinya, aku telah digantikan oleh Anna. Lagi pula, untuk apa aku bertahan? Bukankah, saat ini aku yang telah menjadi benalunya?" batinnya dengan sedih.Samantha mengambil secarik kertas dan menuliskan isi hatinya. Keesokan harinya, Samantha memutuskan untuk pergi dari rumah itu.Dia meninggalkan surat berisi permintaan maaf dan pengakuannya bahwa dia merelakan Ivander untuk bersama Anna, pilihan hatinya. Samantha pergi ke kota lain tanpa memberi tahu siapa pun di rumah. Bahkan keluarganya tidak mengetahui ke mana dia pergi.["Dear Tuan Ivander... Aku mencintaimu. Aku menyayangimu. Aku minta maaf atas semua kesalahan yang selama ini telah ku perbuat, hingga membuat hatimu terluka.Aku yang begitu egois, jahat dan bodoh, meninggalkanmu saat masa-masa sulitmu. Tidak melayanimu selayaknya seorang suami, meninggalkan kewajibanku. Bahkan aku juga tidak bisa memberikanmu keturunan. Kau memang sewajarnya saja, jika bersikap selama ini padaku. Aku tidak menyalahi segalanya atas perlakuanmu."]Invander begitu sesak saat membaca isi surat itu.["Mungkin, cinta sejatimu untuk Nyonya Anna. Dan aku hanya sekedar perantara, aku sadar akan semua itu. Nyonya Anna, memang berhak mendapatkan hatimu, mendapatkan cintamu.Karena dialah obatmu. Maafkan aku Tuan Ivander. Aku pasrah dan aku ikhlaskan dirimu untuk Nyonya Anna. Semoga kamu tetap bahagia selamanya, aku undur diri. Maafkan aku. Pelayanmu... Samantha."]Hati Ivander hancur saat dia menemukan surat tersebut dan mengingat semua perlakuannya pada Samantha selama ini. Anna yang tahu, juga merasa bersalah karena telah menjadi penyebab kepergian Samantha. Keduanya mencari Samantha, tetapi tidak berhasil menemukannya."Samantha, aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Aku sangat menyesal."Air mata mengalir dari matanya."Aku tidak seharusnya berlaku tidak adil padamu, telah menyakitimu dengan cara itu," Ivander berbisik pada dirinya sendiri.Ivander menggenggam foto pernikahanya bersama Samantha. Kemudian mengusap air matanya."Aku merindukanmu begitu banyak. Aku berharap bisa kembali ke waktu lalu dan merubah segalanya. Aku menyesal mengikuti egoku dan dendamku, Samantha," ujarnya terisak dan merasa frustasi.Ia membiarkan air matanya mengalir sambil merenungkan kesalahannya. Ivander hanya bisa pasrah dan berharap Samantha baik-baik saja.Sementara Anna, meskipun seharusnya merasa senang karena mendapatkan Ivander sepenuhnya, merasa bingung dan hening dalam hatinya.Samantha kembali dari petualangan di Finlandia, membawa kabar bahagia untuk keluarga besar bahwa setelah beberapa bulan di Lapland, ia kini mengandung. Berita tersebut disambut dengan suka cita dan rasa syukur oleh keluarga besar, mengukuhkan perasaan bahagia Ivander dan Samantha yang akhirnya meraih kebahagiaan menjadi orang tua.Kehamilan Samantha telah mencapai usia lima bulan, menandai perjalanan mereka menuju kehidupan keluarga yang penuh keceriaan dan harapan."Semuanya, ada sesuatu yang ingin kami bagikan. Aku sangat bersyukur karena pada akhirnya, Tuhan telah mempercayakan seorang janin yang tengah hidup dalam rahimku," ungkap Samantha dengan sangat bahagia.Keluarga besar dari kedua belah pihak bersorak dan bahagia."Akhirnya, terima kasih, Tuhan. Selamat, Ivander dan Samantha!" Ucap Neneknya Samantha dengan penuh haru."Kami benar-benar sangat bersyukur atas berkah ini," ucap Ivander tersenyum bahagia, seraya mengelus perut Samantha yang sudah buncit."Kami tidak sabar menan
Dengan hati yang galau, Kevin melangkah mendekati Rose di bawah sinar senja, di tengah suasana hening kolam renang. Kehilangan komunikasi selama ini membuatnya ragu bagaimana menyapa, namun didorong oleh desiran untuk memulihkan kehangatan yang terputus. Orang tua Rose menyambutnya dengan senyuman, memberikan izin untuk memperbaiki keputusan itu."Rose... " Panggil Kevin dengan lembut.Rose menoleh dan wajahnya mendadak murung ketika mendapati Kevin."Rose, tolong beri aku kesempatan. Aku minta maaf Rose, aku merindukan kamu. Tolong jangan jauhi aku dan jangan terus bersikap dingin seperti ini," oceh Kevin panjang lebar tanpa jeda agar bisa segera memberikan penjelasan."Bukankah, sudah pernah ku bilang, bahwa jangan pernah hubungi aku lagi. Dan jangan pernah temui aku lagi," balas Rose seraya bangkit berdiri."Rose, ku mohon, tolonglah. Aku benar-benar merasa sangat kehilangan dirimu, aku menyesal Rose.""Aku tidak akan pernah percaya lagi atas semua ucapan yang keluar dari mulutmu!"
Malvin dan Ling-Ling dengan cepat mendekati Leona dan Kevin begitu mereka sampai di pintu kelas."Maaf ya, Leona, Kevin. Kami tahu kami salah kemarin," ucap Malvin sambil tersenyum penuh penyesalan."Kami ingin memulai ulang hubungan kita semua, aku juga turut meminta maaf," Ling-Ling menambahkan, meskipun dalam hati sangat muak.Mereka harus bisa memainkan peran yang sudah diatur."Apa yang membuat kalian berubah pikiran?" Leona memandang mereka dengan rasa heran."Dan kenapa tiba-tiba kalian baik pada kami?" Kevin menyela."Kami menyadari, kita seharusnya tidak bersikap seperti itu. Kami ingin menjadi teman kalian lagi," Malvin menjelaskan, meskipun dalam hati malas."Kami merasa bersalah dan ingin memperbaiki semuanya," Ling-Ling menimpali."Aku senang akhirnya kalian berdua sadar. Aku maafkan kalian, tapi... aku juga ingin sekali berbaikan dengan Rose dan Debora," Leona tersenyum dan mengangguk. Kemudian merenung."Ya, kita harus memperbaiki semuanya bersama-sama," Kevin setuju.K
"Jadi, untuk apa kalian ke sini?" Tanya Samantha menatap secara bergantian pada para sosok remaja yang terduduk di hadapannya."Ehm, kami... Kami, mau.. " ucap Malvino dengan bingung dan terbata-bata.Ketakutan sebenarnya menyelimuti mereka, telapak tangan mereka mendadak terasa dingin karenanya."Mau apa?" Tanya Ivander dengan tajam dan dengan nada galak."Ayo, cepat katakan!" Ujar Ling-Ling berbisik dan mendesak Malvino."Kau saja!" Balas Malvino juga sama berbisik dan merasa terdesak."Kami bingung hendak menjelaskan bagaimana Nyonya Samantha, Tuan Ivander," ucap Debora segera."Ehm, kami... Kamu datang ke sini hendak berbicara sesuatu," sahut Rose dengan ragu.Ling-Ling segera menyenggol kaki Rose untuk segera mengatakannya, Rose malah kembali mendesak Malvino."Ayo, bicaralah. Waktuku tidak banyak," ucap Ivander mendesak bocah-bocah kecil di hadapannya."Mm, Tuan dan Nyonya. Kami hendak minta maaf," ujar Malvino tapi tidak sanggup berkata lebih lanjut."Minta maaf untuk apa?" Tan
Leona duduk di bangku taman, wajahnya dipenuhi raut kesedihan. Kevin, yang selalu setia berada di sisinya, mencoba menghiburnya."Leona, aku tahu semua orang menjauh, tapi aku di sini untukmu," ucap Kevin terduduk di sebelahnya sambil menatap Leona dari samping."Terima kasih, Kevin. Kau selalu ada untukku," balas Leona menoleh pada Kevin dan berusaha tersenyum.Suasana taman sangat sepi dan keadaan seolah kelabu menyelimuti hati Leona."Kevin, apakah benar yang mereka semua katakan padaku? Apakah aku benar-benar seegois itu? Bukankah hal yang wajar, jika aku sebagai seorang sahabat meminta bantuan kalian?" Ucap Leona membela dirinya secara halus."Aku paham, dan aku tidak masalah soal semua itu. Hanya saja, tidak juga berlebihan Leona," jawab Kevin mengangguk, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan rasa tidak enak."Berarti aku salah?""Oh, tidak juga, hehe.""Kevin, kenapa Rose, orang yang paling aku percayai selama ini, tega berbuat seperti itu padaku?" Ucap Leona mer
"Dona! Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Dona!" Teriak Baba Hong mengejar Dona ke gerbang pintu.Dona terus saja berlari sampai berhasil keluar rumah tersebut, dengan beberapa pelayan dan penjaga heran menatap keduanya. Baba Hong berhasil meraih Dona, dan memeluknya dari belakang."Lepaskan! Aku tidak akan menuntut apapun dirimu! Lepaskan aku!" Pekik Dona seraya berusaha melepaskan diri."Tidak! Jangan pergi, kau akan tetap menjadi istriku, Dona.""Buat apa? Kau sudah ada Livia. Aku cukup sadar diri, kau akan menua bersama Livia.""Aku tahu, Livia hanya mengincar uangku saja. Aku hanya ingin membeli harga dirinya, aku tidak benar-benar mencintainya."Dona berhasil melepaskan pelukannya dari Baba Hong.Plak!Dona menampar Baba Hong dengan sangat kencang, Baba Hong kemudian merasakan pipinya sangat perih dan memerah. Meskipun sudah tua, wajahnya masih terlihat tua dan segar. Sedangkan, Dona sebenarnya cantik. Namun, dia sadar bahwa hati Baba Hong selama ini bukan untuknya. Baba Hong ti