"Simpan saja pertanyaanmu itu setelah kita menikah nanti," jawab Samuel singkat.
Hal itu membuat Syahira menahan kesal. Pria itu memanfaatkan dengan baik keadaannya yang sedang sulit.
"Tapi, Pak. Itu namanya Anda curang. Saya tidak mengenal Anda sama sekali. Tapi, Anda sepertinya sangat mengenal saya. Bahkan, Anda tau masa kecil saya. Gak adil itu!" protes Syahira.
Samuel tampak memikirkan sesuatu. "Oh iya, kamu itu bekerja di bagian restoran, benar begitu? Dan Luna yang jadi atasanmu, iya?"
Syahira nampak menghela nafasnya panjang. Gadis itu merasa kesal pada laki-laki yang ia anggap misterius itu. Jelas sekali, ia mengalihkan pembicaraan.
Alih-alih memprotes lagi, kali ini Syahira menjawab dengan sopan. "Ya, saya bekerja di bawah naungan Bu Luna. Kenapa memangnya, Pak?"
"Saya pastikan kalau kamu bakal dipecat olehnya," jawab Samuel dengan entengnya.
Seketika Syahira membulatkan matanya. "Loh, Bapak kok gitu sih ngomongnya? Bapak mau saya di pecat oleh Bu Luna?" protesnya tak terima.
"Saya hanya memberitahu saja. Dari sekarang, kamu harus siapkan mental untuk besok,” ucap Samuel serius, “saya yakin Luna pasti akan memecatmu setelah kejadian tadi. Saya mengenal siapa Luna. Dia gak akan segan untuk memecat pegawainya jika dirasa pegawai itu telah menyakiti dirinya."
"Sepertinya, Bapak ini selain CEO tapi juga seorang peramal, ya?" tebak Syahira. Kedua matanya menyipit, menatap intens wajah laki-laki yang ada di hadapannya."Kenapa kamu bisa berbicara seperti itu?" tanya Samuel heran.
"Lagian dari tadi Bapak selalu bilang 'kalau saya ini sangat mengenal si A sangat mengenal si B'. Saya pikir Bapak ini seorang peramal yang mengetahui sifat dari orang-orang yang dekat dengan Bapak."
Samuel menggelengkan kepala mendengar penjelasan absurd Syahira.
"Sudahlah tidak penting bahas masalah itu. Saya hanya ingin memberitahu saja. Kalau kamu besok dipecat oleh Luna, datang ke sini saja. Saya akan memberikan pekerjaan yang cocok untuk kamu di kantor ini."
"Pekerjaan apa, Pak? Saya bekerja pada Bapak gitu, di kantor ini?"
Samuel menganggukkan kepalanya. "Iya. Kamu bekerja pada saya, di kantor ini," jawabnya dengan lugas.
Syahira menggelengkan kepalanya, menolak mentah-mentah. "Maaf, tapi nanti, saya dimarahi terus sama Bapak.”
"Terserah kamu. Itu juga kalau kamu mau. Kalau gak mau, saya sih tidak masalah. Tapi, tetap kamu harus menikah dengan saya. Katanya, tadi kamu mau mengenal saya lebih dekat. Dikasih kesempatan buat kenal saya lebih dekat, gak mau. Ya udah, terserah kamu."
Syahira terdiam.
Dia memikirkan baik-baik ucapan Samuel. Sebenarnya, dia tahu ucapan pria itu ada benarnya.
Ragu, ia pun bertanya pada Samuel, "Bapak yakin kalau Bu Luna bakal pecat saya?"
"Sangat yakin seratus persen. Kalau dia tidak memecatmu, saya yang akan memecatmu dari pekerjaanmu yang sekarang dan memindahkanmu ke kantor ini untuk bekerja pada saya!" jawab Samuel dengan lantangnya.
Deg!
Syahira tersadar jika laki-laki yang sedari tadi berada di hadapannya itu adalah CEO di tempat kerjanya.
"Apalagi yang kamu pikirkan, Syahira! Sudah cepat pulang sana. Kamu pasti ditungguin sama ibu tirimu yang cerewet itu, kan?"
Ucapan Samuel mengagetkan Syahira. "Eh, Bapak kok tau sih, kalau ibu tiriku itu cerewet?"
"Sudah saya bilang, kalau saya itu tau kehidupanmu. Sudah, sekarang kamu pulang. Besok jam sepuluh, saya tunggu kamu di sini!"
"Jam sepuluh apa, Pak? Pagi atau malam?" Syahira bertanya lagi.
"Jam sepuluh malam!" sarkas Samuel.
"Loh, mau ngapain, Pak? Katanya besok saya suruh bekerja pada Bapak. Emangnya kerjanya malam ya, Pak? Kerja apaan, Pak. Kok malam-malam?" cerocos Syahira.
Samuel menepuk jidatnya pelan. "Astaga, Syahira! Besok pagi jam sepuluh saya tunggu kamu di sini. Di kantor saya!"
"Terus, nanti--"
"Stop! Tidak ada pertanyaan lagi! Sekarang silahkan kamu keluar dari ruangan saya, sebelum saya jadi gila gara-gara kamu!" Samuel mulai kehilangan kesabarannya menghadapi gadis polos seperti Syahira.
Syahira menghela nafasnya panjang. "Baiklah. Saya akan pulang."
Gadis cantik itu kemudian beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menuju pintu.
"Syahira!"
Langkah Syahira terhenti mendengar suara Samuel. Gadis itu pun menoleh kembali ke arah pria itu. "Ada apa lagi, Pak? Ini saya sudah mau pulang."
"Jangan lupa besok pagi jam sepuluh datang ke kantor ini. Ingat ya, jam sepuluh pagi bukan sepuluh malam!" Samuel mengingatkan.
"Iya, Pak. Saya ingat," jawab Syahira.
"Satu lagi!"
"Astaga, apa lagi, Pak?" dengus Syahira kesal.
"Jangan sampai telat! Saya paling tidak suka dengan orang yang tidak disiplin. Kalau telat, saya akan memberikan hukuman untukmu!"
"Hem, kerja aja belum, udah mau kasih hukuman aja," gerutu Syahira. Namun masih terdengar dengan jelas oleh telinga Samuel.
Samuel hanya tersenyum mendengar Syahira menggerutu.
"Gadis kecil itu tak banyak berubah. Masih saja polos dan cerewet," gumamnya kemudian.
Setelah itu, ia kembali menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda tadi dan bersiap untuk pulang.
******
Syahira masih saja terus menggerutu sambil berjalan keluar dari kantor itu.
'Astaga, kenapa hari ini penuh dengan kejutan? Tiba-tiba diajak nikah sama laki-laki yang gak aku kenal sama sekali. Huh, hari yang sangat melelahkan!'
Gadis cantik itu segera meraih ponselnya dan begitu terkejut melihat jam. Segera, ia memesan ojek online.
"Ya ampun jam berapa ini, ibu pasti akan sangat marah kepadaku. Jika aku pulang telat seperti ini," gumamnya.
Tak lama kemudian, ojek online pesanannya datang. Segera, Syahira naik ke atas motor itu setelah memakai helm yang diberikan oleh si ojek online tersebut.
"Bang, jalannya yang ngebut ya, soalnya saya buru-buru," ucap Syahira pada pria berjaket hijau itu. Dan, pria yang memakai helm berwarna senada dengan jaketnya itu hanya menganggukkan kepalanya.
********
Setengah jam kemudian, Syahira sudah sampai di depan rumahnya. Dan, ia melihat ibu tirinya sudah berdiri di depan rumah sambil berkacak pinggang.
"Syahiraaaaa! Hebat ya kamu, jam segini baru pulang!"
Rena sudah berada di teras rumahnya, ah tepatnya, rumah milik orang tua Syahira.
Wanita bertubuh sintal itu memang sengaja menunggu kedatangan anak tirinya sedari tadi.
Syahira sudah telat dua jam lamanya dari biasanya ia pulang, hingga membuat dirinya kesal.
"Maaf, Bu. Tadi, Syahira banyak kerjaan jadi pulangnya telat," jawab Syahira berbohong.
Ia tidak mungkin memberitahu Rena jika tadi ia baru saja diajak nikah oleh laki-laki kaya raya yang tidak ia kenal sama sekali.
"Alasan! Dari tadi, Tuan Rinto menunggumu di dalam. Dia ke sini mau memberi tahu tanggal pernikahanmu dengannya. Syahira membulatkan matanya. Terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Rena barusan. "Apa?"
"Ayo cepat mandinya, jangan lama-lama!" seru Romi. Kemudian ia pun kembali ke ruang tengah dan duduk si sofa semula. Sambil menunggu anak dan menantunya bersiap-siap, Romi memainkan ponselnya.Samuel segera mengetuk pintu kamar mandi yang memang hanya ada satu di dalam villa itu. Tok ...tok ... tok ..."Syahira, apa kamu bisa lebih cepat di kamar mandinya?" Samuel sedikit berteriak tepat di depan pintu kamar mandi. "I--iya, ini sebentar lagi juga udah selesai, kok," sahut Syahira dari dalam kamar mandi. Kemudian ia pun segera menyelesaikan ritual mandinya dengan tergesa-gesa. 'Huh, ga enak banget mandi aja di tungguin.' Syahira menggerutu di hatinya. Menit berikutnya, pintu kamar mandi pun terbuka, dan Samuel masih berdiri di depan pintu, membuat Syahira merasa malu, karena saat ini Syahira hanya mengenakan handuk. Tubuh polosnya kini hanya berbalut handuk. Syahira dan Samuel sama-sama mematung dan saling pandang. Samuel sampai meneguk air liurnya b
"Pagi, pengantin baru," sapa Romi yang sepagi ini sudah berada di depan pintu villa yang ditempati oleh Syahira dan Samuel. Syahira yang baru bangun, sangat terkejut melihat kedatangan ayah mertuanya yang tiba-tiba, dan sepagi ini pria paruh baya yang masih terlihat tampan diusianya itu sudah datang ke villa. Entah untuk apa Romi datang sepagi ini. "Pa ... Pak Romi?" pekik Syahira terkejut. "Ayolah, Syahira. Jangan panggil 'pak'. Panggil Ayah saja. Kamu ini sekarang adalah istri dari Samuel, putra Ayah satu-satunya. Jadi, Ayah juga sudah menganggap kamu sebagai putri Ayah."Romi mengacak rambut Syahira. Pria itu memperlakukan Syahira sudah seperti anak kandungnya sendiri. Karena memang sedari Syahira kecil, Romi sudah menganggap gadis itu sebagai anaknya sendiri. Dan betapa bahagianya Romi saat ini, setelah keinginannya terwujud untuk menikahkan putranya dengan Syahira. 'Ish, kenapa ayah sama anak itu tingkahnya sama saja. Sama-sama suka mengacak rambutku,' g
"Kamu kenapa, Syahira? Kok ngeliatin aku kayak gitu?" Samuel memicingkan matanya. Menatap wajah perempuan yang baru saja dinikahinya itu. "Eh ... siapa yang ngeliatin Bapak. Kepedean, deh," sanggah Syahira sembari memalingkan wajahnya, menatap hamparan lautan di depannya. Terlihat sekali jika Syahira berusaha untuk menutupinya. Perempuan yang kini sudah sah menjadi istri dari Samuel itu, saat ini pasti sedang merasakan malu.Samuel tersenyum. Laki-laki yang kini berkulit putih itu masih terus memandangi wajah Syahira. Ekspresi wajah istrinya sungguh sangat menggemaskan bagi Samuel. Baginya, Syahira masih sama seperti dulu. Syahira kecil yang manja dan menggemaskan. Rasanya, Samuel masih tak percaya jika saat ini ia telah menikahi gadis kecilnya. "Kenapa jadi sekarang Bapak yang ngeliatin aku kayak gitu?" protes Syahira yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Samuel. Kali ini giliran Samuel yang terlihat salah tingkah. Ia merasa termakan oleh omongannya s
"Cellin!" pekik Rena begitu terkejutnya, saat ia melihat putri kesayangannya itu tiba-tiba jatuh pingsan di dekatnya.Kedua matanya langsung membelalak lebar. Wajah Rena pun sudah terlihat begitu panik dan kebingungan, tak mengerti kenapa putrinya jadi seperti ini lagi.Rena berjalan cepat menghampiri Cellin yang sudah terpejam tak berdaya. Lekas ia duduk bertekuk lutut di samping sang putri dan menepuk-nepuk pipi Cellin dengan pelan."Astaga, Cellin! Apa yang terjadi sama kamu? Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?" Rena masih panik dan mengguncang-guncangkan tubuh Cellin supaya mau terbangun."Ayo bangun, Cellin. Jangan buat ibu jadi cemas begini," panik Rena, karena putrinya itu tak kunjung membuka matanya.Rena benar-benar kebingungan dan kalang kabut. Dia tak tahu apa yang telah terjadi kepada putrinya, kenapa akhir-akhir ini Cellin seringkali mendadak pingsan seperti saat ini.Melihat Cellin yang tiba-tiba jatuh pingsan, membuat hati bersih Syahira pun ter
"Ya ampun, Cellin. Apa yang terjadi sama kamu?"Rena tengah duduk di atas tempat tidur dengan wajahnya yang terlihat begitu cemas. Di sampingnya tampak sang putri kesayangan yang sedang berbaring miring membelakanginya.Selimut tebal nampak menutupi tubuh gadis remaja itu hingga sebatas telinganya. Di balik selimut tebal itu, terlihat bahunya naik turun dan suara isakan pelan terdengar."Hiks, hiks," isak tangis Cellin tergugu, membuat dadanya terasa kian sesak.Menyaksikan putrinya yang sedang menangis tertahan, tentu saja membuat Rena semakin merasa cemas. Perlahan ia menyentuh punggung Cellin dan mengusap-usapnya."Cellin, ada apa, Nak? Katakan sama ibu, apa yang terjadi sama kamu?" bujuk Rena.Akan tetapi, Cellin sama sekali tak mau menjawab pertanyaan ibunya dan memilih untuk tetap diam meringkuk sambil terus menangis. Rena menjadi kebingungan dengan sikap sang putri. Tangannya kemudian terulur meraih kepala Cellin, tetapi tiba-tiba Rena merasa sangat te
Dengan langkah berjingkat, Syahira berjalan keluar dari kamar. Sengaja ia berjalan pelan seperti itu agar tak menimbulkan suara yang bisa mengganggu istirahat Samuel saat ini."Aku harus segera masak, mumpung dia masih tidur," gumam Syahira, sembari membuka pintu kamar dengan pelan dan menutupnya kembali dengan berhati-hati.Kritt!Begitu pintu kamar tertutup, Syahira kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ruangan luas yang tampak rapi itu menyambut kedatangan Syahira di sana. Pasti Mbak Siti yang sudah merapikan tempat itu sebelumnya. Syahira pun kemudian mulai berjalan mendekati lemari es yang berada di sudut dapur."Mungkin ada sesuatu yang bisa aku masak pagi ini," gumam Syahira, berucap pada dirinya sendiri.Perlahan tangannya mulai meraih gagang pintu lemari es tersebut dan lekas menariknya. Kulkas pun terbuka lebar, tetapi ketika suhu dingin dari lemari es itu menguar menerpa wajah Syahira, seketika kedua mata gadis itu membelalak lebar. Kedua bibirn