Share

Kedatangan Tuan Rinto

"Kenapa terkejut? Kamu kok bodoh sekali, sih? Ibu sudah bilang kalau nanti Tuan Rinto pasti akan datang ke rumah ini untuk bertemu dengan kamu sekaligus menentukan tanggal pernikahan kalian, kan?"

Ucapan Rena benar-benar membuat Syahira semakin terkejut.

Memang benar, pria itu katanya akan datang ke rumah untuk melamarnya. Tapi, Syahira pikir jika pria tua itu tidak akan datang secepat ini. 

"Iya, Bu. Tapi aku pikir pria itu tidak akan datang secepat ini. Kenapa Ibu tidak kasih tau aku dulu kalau dia datang hari ini?" ucap Syahira berusaha membela diri. 

Gadis itu benar-benar bingung, bagaimana caranya untuk menolak lamaran ini?

Jika Syahira menolak, maka ia harus mengembalikan uang mahar yang jumlahnya tidak sedikit.

Dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu? 

"Halah! Ibu, kan, sudah pernah bilang sama kamu,” sinis Rena, “udah! Jangan kebanyakan protes! Cepat masuk. Kasihan Tuan Rinto dari tadi menunggu!"

Kedua matanya melotot pada Syahira. 

"Tapi, aku gak–"

"Syahira, kebanyakan ngomong kamu, ya?!"

Belum juga Syahira menyelesaikan ucapannya, Rena segera menarik tangan anak tirinya untuk masuk ke dalam rumah.

Di sana, Tuan Rinto sudah menunggunya di ruang tamu. 

"Maaf, sudah membuat Tuan Rinto menunggu," ucap Rena begitu masuk ke dalam rumah. 

"Apa kabar Syahira?" Pria paruh baya bertubuh tambun dengan kepalanya yang plontos itu menyapa Syahira.

Alih-alih menjawab pertanyaan Tuan Rinto, Syahira justru menatap wajah pria paruh baya yang akan dijodohkan dengan dirinya.

Perempuan itu memperhatikan Tuan Rinto dari ujung kepala hingga ujung kakinya. 

'Astaga, apa-apaan ini? Kenapa ibu tega sekali menjodohkan aku dengan pria tua ini? Dia lebih pantas menjadi ayahku daripada menjadi suamiku,' batin Syahira. 

Melihat anak tirinya yang diam saja saat disapa oleh Tuan Rinto, Rena langsung menyenggol lengan Syahira. 

Seketika, gadis cantik yang baru pulang kerja itu langsung tersentak. 

"Eh, i–iya. Ka–kabar saya baik," jawab Syahira dengan terbata-bata. 

"Kamu kenapa seperti yang grogi begitu, Syahira? Santai saja."

Pria paruh baya berperut buncit itu tersenyum menggoda sembari mengerlingkan sebelah matanya. 

'Ya, Tuhan. Lindungi aku.' Syahira berdoa di dalam hatinya.

Tak lama, Syahira pun kembali berkata, "Maaf, saya mau masuk ke dalam dulu." 

Tanpa menunggu jawaban, ia  langsung membalikkan tubuhnya hendak berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Sayangnya, tangan Syahira tiba-tiba ditarik paksa oleh Rena.

Langkah kaki perempuan itu sontak terhenti.

Dia memerhatikan Rena yang kini tampak tersenyum pada Tuan Rinto. Wanita itu sepertinya merasa tak enak hati karena Syahira yang terkesan cuek pada tamunya itu. 

"Mau ke mana kamu, Syahira? Kamu harus tetap di sini menemani calon suamimu!" bisik Rena tepat di telinga anak tirinya. 

"Bu, aku capek. Mau istirahat dulu sebentar. Badanku lengket semua. Mau mandi," ungkap Syahira. 

"Ibu gak mau tau! Pokoknya, kamu harus menemani Tuan Rinto. Dia udah jauh-jauh datang kesini buat nemuin kamu. Ngerti kamu! Kalau kamu gak mau menuruti perintah ibu, malam ini kamu tidur di luar!" ancam Rena.

"Tapi, Bu ...."

"Gak ada tapi-tapian. Duduk!" perintah Rena. 

Akhirnya, mau tak mau, Syahira pun duduk di kursi–tepat berhadapan dengan pria paruh baya yang sedari tadi terus menatapnya hingga tak berkedip.

"Em, sekali lagi saya minta maaf, Tuan Rinto. Syahira susah banget kalau udah dibilangin. Tapi sebenarnya dia itu penurut, kok. Mungkin, karena capek saja, baru pulang kerja. Bukan begitu, Syahira?" 

Lagi-lagi, mata Rena melotot ke arah Syahira yang sedari tadi hanya menundukkan kepalanya. 

Namun, Syahira hanya terdiam. Ia tak menanggapi perkataan ibu tirinya yang telah tega menjual dirinya pada pria paruh baya yang sudah tua itu. 

"Tidak apa-apa. Saya justru sangat suka pada gadis seperti Syahira ini. Membuat saya menjadi semakin penasaran," ucap Tuan Rinto tertawa.

Rena pun tersenyum menanggapinya. "Beruntung sekali kamu, Syahira. Lihat, Tuan Rinto sangat pengertian terhadapmu."

Wanita itu jelas sekali menjilat pria tua  yang dia pikir akan memberinya banyak harta setelah menikahi Syahira.

Tangan Syahira mengepal, kesal. "Kalau begitu, kenapa tidak Ibu saja yang menikah dengan Tuan Rinto? Ibu juga kan seorang single parents. Lagian juga Tuan Rinto ini cocoknya untuk menjadi ayahku, bukan suamiku." 

Rena dan Tuan Rinto seketika mendelik ke arah Syahira. 

Bahkan, Rena sampai terdiam. Wanita bertubuh sintal itu tak menyangka jika anak tirinya yang dulu penurut kini telah berani berkata begitu kepada dirinya, apalagi di depan Tuan Rinto. 

"Bukan begitu, Syahira. Ibu belum bisa melupakan ayahmu," kilah Rena beralasan. 

"Ehm … saya ke sini, bukan untuk melihat drama di antara kalian. Saya hanya akan memberitahu tanggal pernikahan saya dengan Syahira. Dan, saya akan menikahi Syahira bulan depan. Bagaimana, Syahira?" Kini, Tuan Rinto mengambil-alih pembicaraan sembari tersenyum mesum pada Syahira.

Mata gadis itu sontak membola. "Ti–tidak!" ucapnya meski tergagap.

Seketika, pria tua itu langsung membulatkan matanya. Ia tak percaya dengan penolakan yang diberikan oleh gadis yang sudah sejak lama ia incar itu.

Sebelumnya, ia sudah menanyakan tentang kesiapan Syahira untuk menikah dengan dirinya. Dan saat itu, Rena mengatakan jika anak tirinya itu sudah pasti mau menuruti segala perintahnya. Maka, Tuan Rinto dengan percaya dirinya datang ke rumah Syahira untuk menentukan tanggal pernikahannya. Namun, kenapa Syahira sekarang menolaknya seperti ini? 

"Maaf, Tuan Rinto. Bukan begitu maksud dari Syahira. Sebentar, ada yang harus saya bicarakan dulu dengan Syahira." 

Rena mencoba untuk memberi penjelasan kepada Tuan Rinto atas sikap Syahira yang tidak sopan menurut dirinya. 

"Ibu perlu bicara dengan kamu, Syahira! Cepat!"

Tanpa menunggu persetujuan dari Syahira, wanita itu kemudian menarik tangan anak tirinya dengan cukup kencang menuju ruang tengah. 

"Aw … lepaskan, Bu. Tanganku sakit," pekik Syahira sembari mencoba untuk melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan ibu tirinya. 

"Ini belum seberapa, Syahira! Ibu akan menyakiti kamu lebih dari ini jika kamu berani menolak untuk menikah dengan Tuan Rinto!" ancam Rena. Kedua matanya bahkan melotot tajam.

"Tapi, Bu. Aku gak mau menikah dengan Tuan Rinto. Dia lebih pantas untuk menjadi ayahku atau menjadi suami Ibu. Bukan aku!" pinta Syahira–menentang keinginan ibu tirinya. 

"Pelankan suaramu, Syahira!" 

Rena kembali mencengkeram lengan Syahira. Kali ini, lebih kuat dari sebelumnya, sehingga membuat Syahira meringis menahan nyeri. 

"Bu…!" 

"Ibu tidak akan melepaskannya, jika kamu masih mau menentang perintah dari Ibu. Kalau kamu masih tetap mau melawan, Ibu tidak segan-segan untuk mengusirmu dan menjual rumah ini!" Lagi-lagi Rena mengancam Syahira.

"Jangan, Bu. Aku mohon. Akan tinggal di mana kita kalau rumah ini dijual? Lagipula, hanya rumah ini satu-satunya peninggalan dari ayah dan bunda," pinta Syahira memelas.

"Maka dari itu, kamu harus menuruti semua perintah dari Ibu. Atau, kamu harus mengganti semua uang mahar yang sudah diberikan oleh Tuan Rinto. Paham kamu!" 

Rena lebih kencang lagi mencengkram lengan Syahira—membuat gadis yatim piatu itu semakin meringis menahan nyeri di bagian lengannya.

Tak terasa, air mata Syahira pun menetes. 

Sebenarnya, Syahira menangis bukan karena sakit dari cengkraman tangan ibu tirinya. 

Tapi, ia merasa sangat sedih. Saat seperti ini, tak ada yang akan membelanya. Dia harus menuruti kemauan ibu tirinya untuk bersikap sopan pada Tuan Rinto. 

"Ibu tidak mau tau, kamu harus bersikap sopan pada Tuan Rinto. Jika tidak, kamu akan tau akibatnya! Sekarang cepat temui Tuan Rinto. Hapus air matamu! Gitu aja pakai nangis segala. Dasar cengeng!" cerocos Rena tiada henti. 

Syahira langsung menghapus air matanya secara kasar.

Namun, perasaan sedihnya tak dapat dibohongi.

Air mata itu terus saja berdesakan untuk keluar dari kelopak matanya. Melihat itu, Rena semakin naik pitam dan langsung memarahi anak tirinya. 

"Hentikan tangisanmu itu, Syahira! Kamu pikir Ibu akan kasian melihatmu seperti ini, hah? Jangan mimpi kalau Ibu akan kasihan padamu. Sekarang juga hapus air matamu, lalu tersenyum. Berikan senyum terbaikmu untuk Tuan Rinto. Jangan buat calon suamimu itu kecewa terhadapmu. Paham kamu!"

Syahira hanya bisa menganggukkan kepalanya. Berusaha untuk menahan air matanya agar tidak kembali keluar. 

Kemudian, ia berjalan dengan langkah gontai mengikuti langkah Rena yang sudah berjalan lebih dulu di depannya menuju ruang tamu untuk menemui Tuan Rinto. 

"Maaf, Tuan Rinto. Sudah membuat Anda menunggu lagi," ucap Rena yang tak enak hati, karena lagi-lagi telah membuat tamunya menunggu untuk kedua kalinya. 

Tuan Rinto tersenyum puas. "Tidak apa-apa. Kebetulan hari ini saya sedang free. Tidak ada kesibukan apapun. Saya sengaja mengosongkan jadwal hari ini khusus untuk bertemu dengan calon istriku dan untuk mengajaknya makan malam." 

Bahkan, pria tua itu kini menatap wajah Syahira dengan tatapan penuh nafsu. 

"Kalau begitu, tunggu apa lagi, Syahira. Cepat kamu bersiap-siap, dandan secantik mungkin," titah Rena pada anak tirinya. 

"Untuk apa, Bu?"

"Astaga … apa kamu tidak dengar tadi? Tuan Rinto akan mengajakmu makan malam. Tidak mungkin kan dengan pakaianmu, seperti ini?"

Syahira kemudian berjalan menuju kamarnya. Menuruti perintah dari ibu tirinya. 'Aku tidak boleh menyerah begitu saja,’  Syahira berbicara di dalam hatinya. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Alnayra
harusnya tuh Rena tuh yang nikah sama tuan Rinto. kan yang habisin maharnya itu si rena
goodnovel comment avatar
Inthary
tua² kok nikah melulu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status