Share

3 || Kejutan Tak Terduga

"Riana!" Alina yang baru saja datang berlari masuk ke kamar Riana dengan tergesa-gesa. 

"Ada apa?" Riana yang baru habis mandi bertanya bingung. 

Alina masih mengatur napas, memegang kedua tangan Riana dengan mimik serius. 

"Reyhan, dia ada di sini!"

Riana terkejut. Alina pasti berbohong. Mana mungkin Reyhan diizinkan masuk ke rumah. 

"Tidak mungkin Reyhan kemari, Alina!" Riana menghadap cermin, menyisir rambutnya. 

"Aku tidak berbohong. Aku benar-benar melihat Reyhan. Dia memakai pakaian sangat rapi. Apa mungkin dia  memberanikan diri datang untuk melamarmu?"

Riana menggeleng tidak percaya.  Tanpa berpikir lagi, Riana berlari keluar dari kamar, jantungnya berdetak kencang. Riana terus berlari melewati koridor panjang. Beberapa pelayan yang melihatnya membungkuk memberi hormat. 

Riana harus berlari memutar untuk mencapai tangga karena letak kamarnya berada di ujung koridor.

Satu persatu Riana menuruni anak tangga. Sosok itu ada di depan sana, berdiri tegap dengan tatapan lurus bergeming menatapnya. Napas Riana tersengal, senyum Riana terukir hangat melihat Reyhan benar-benar ada di hadapannya. Riana ingin mendekat dan memeluk lelaki yang begitu dia rindukan. Langkah Riana tertahan, bukan hanya Reyhan seorang, ada pengawal lainnya yang berjaga di depan pintu utama. 

Riana hendak menyapa, lebih dulu  Reyhan membungkukkan badannya seakan memberi hormat. Alis Riana bertaut, mengikuti arah pandang Reyhan pada seseorang yang muncul dari arah belakang. 

"Kau sudah datang, Abimanyu!" Rudi berseru, menyambut Reyhan dengan senyuman. 

Riana tercengang melihat Rudi menyebut Reyhan dengan nama Abimanyu. Pasti ada yang salah dengan ayahnya, Riana tidak mungkin salah dengar! pikirnya. 

"Kenapa wajahmu kaget begitu? Dia Abimanyu, pengawal pribadi yang ayah pekerjakan untukmu!"

"Salam kenal, Nona Riana!" Reyhan menyapa sopan dengan membungkuk. 

Riana mendadak lemas, dia hampir terjatuh. Untung saja ada Alina yang dengan sigap menahan tubuh Riana dari belakang. 

"Malam nanti ada perjamuan keluarga, sebaiknya kau bersiap!" titah Rudi sebelum akhirnya beranjak pergi. 

Riana menatap sedih ke arah Reyhan yang berdiri sigap dengan pandangan lurus ke depan. Bersikap sebagai seorang pengawal yang selalu siap menerima perintah. 

Riana membalikkan badan, menyeka air mata yang sudah mengambang. Alina menatap iba, menepuk punggung Riana seraya menguatkan. 

"Aku harus pergi, ibuku tadi menelepon. Apa kau baik-baik saja?" Alina sedikit berbisik. 

Riana mengangguk, berlari naik  menuju kamarnya. 

***

Riana sejak tadi mondar-mandir di kamarnya. Tampak sedang berpikir soal Reyhan. Rudi tidak pernah melihat Reyhan, dia bahkan enggan untuk mengenalnya. Lalu, bagaimana bisa Reyhan datang sebagai pengawal pribadinya?! 

Semua pemikiran itu mengusik ketenangan Riana. Dia harus mencari cara agar bisa menanyakan Reyhan secara langsung. Suara ketukan pintu membuat Riana sedikit terlonjak. 

"Non Riana, tuan besar meminta Non untuk segera turun!"

"Pergilah! Sebentar lagi aku akan turun."

Amina membungkuk dan berangsur beranjak. 

Riana menghela napas panjang. Dia mematut diri di cermin memastikan penampilannya tidak ada yang kurang. Jika bukan karena Ivana, Riana enggan  mengenakan gaun malam, apalagi hanya untuk membuat calon jodohnya terkesan. Memikirkannya saja membuat Riana kesal. 

Riana perlahan menuruni tangga, gaun malam berwarna olive yang menjuntai hingga menyapu lantai membuat Riana sedikit tidak nyaman. Pandangannya mencari-cari sosok Reyhan. Dia tidak terlihat di mana pun.

Dari kejauhan Faldo mendekat dengan senyum semringah, bermaksud menjemput Riana di dasar tangga. Raut kesal tercetak jelas di wajah Riana. Dia hendak mengambil langkah cepat,  seketika tubuh Riana hilang keseimbangan dan hampir saja terjatuh. Beruntung, satu tangan hangat menggapai pinggangnya, menyelamatkan Riana berakhir di lantai. 

Riana menoleh kaget saat melihat Reyhan yang menyelamatkannya. Faldo berlari mendekat, menyambar tangan Riana dengan cepat. 

"Apa kau tidak bisa hati-hati? Kau bisa saja berakhir di lantai tadi!" 

Riana mengerling kesal. Sikap Faldo yang jelas sekali pandai berakting membuatnya merasa muak. 

"Terima kasih karena kau sudah menyelamatkan calon istriku." Faldo melempar senyum manis, sangat kentara itu hanya dibuat-buat. Riana berdecih melihat sikap Faldo yang sok perhatian. 

Reyhan hanya membalas dengan membungkukkan kepala.

Riana menoleh diam ke arah Reyhan yang kembali berdiri sigap. Raut wajahnya terlihat tenang, Reyhan bakhan tidak menunjukan reaksi apa pun. 

"Jangan besar kepala, aku hanya menunjukkan sisi baikku untuk menjaga citra diriku!" ucap Faldo setengah berbisik. 

Riana menahan diri untuk tidak mengumpat, buang-buang tenaga jika meladeni pria menyebalkan itu. Faldo orang yang selalu mengutamakan ambisi dan tidak mau mengalah, sikap keras kepala dan suka mengganggu itu yang membuat Riana dengannya tidak pernah akur. 

Faldo menahan langkah, dia menoleh ke belakang melihat Reyhan berjalan mengikuti mereka. 

"Oh, ya, kau siapa? Aku belum pernah melihatmu!"

"Dia pengawal pribadiku yang baru!" Riana menyahuti, dia melirik sekilas sebelum melangkah pergi lebih dulu. 

***

Rudi tertawa lepas saat mendengar cerita Faldo, mereka tengah menikmati makan malam. Riana hanya diam mendengarkan, dia bahkan tidak berselera untuk makan. Makanan miliknya hanya disentuh sedikit. Riana mengangkat muka mencari sosok Reyhan di antara para anak buah Rudi yang berdiri sigap di sisi lain ruangan. Pandangan Riana berhenti ketika melihat Reyhan berada pada barisan paling ujung di balik kaca besar sebagai pembatas ruangan. Posisi Reyhan membelakangi dan menghadap ke arah lain.

Riana menghela napas pelan, dia ingin segera beranjak dari tempat itu dan bisa berbicara dengan Reyhan. Riana memutar otaknya untuk mencari alasan agar tidak mengundang kecurigaan dan bisa meminta Reyhan menemuinya diam-diam. 

Faldo sejak tadi memerhatikan Riana yang tampak gelisah. Dia menyentuh punggung tangan Riana dengan lembut. 

"Apa yang sedang kaupikirkan?" 

Riana tersentak hingga tanpa sadar melepas sendok di tangannya dan mengundang perhatian. Semua mata tertuju padanya. 

"Riana!" tegur Rudi. 

"Maaf.... " 

Riana melirik ke arah Faldo dengan kesal. 

"Kau terlihat gelisah sejak tadi," kata Faldo lagi. 

Riana mendengus pelan. Faldo bahkan menunjukkan raut tak berdosa membuat Riana makin kesal. 

"Apa kau sakit, Riana? Makananmu bahkan tidak kau habiskan." Tiara ikut menimpali, ibunda Faldo. 

"Riana baik-baik saja. Riana sudah kenyang, Tante." Riana melirik ke arah Rudi yang melempar tatapan mengintimidasi. 

"Kita sejak tadi hanya sibuk bercengkerama sampai lupa kalau harus menentukan tanggal pertunangannya dan...." 

"Riana punya syarat!" Riana menyela, memotong kalimat Ivana. 

"Apa syaratnya?" tanya Faldo ingin tahu. 

Suasana sedikit menegang. Rudi bahkan menautkan jemarinya, menumpu di bawah dagu. 

"Aku ingin lebih mengenal Faldo sebelum kita menikah!" 

"Setuju!" Faldo menyahut dengan cepat. 

"Hanya itu?" Rudi kembali bertanya. Dalam suaranya terdengar keraguan. 

Riana mengangguk, melirik ke arah Faldo yang menatapnya dengan tersenyum. 

"Ayah pikir kalian sudah saling mengenal karena satu sekolah sejak SMA, jadi tidak perlu lagi menunda lebih lama. Syaratmu itu tidak masuk akal!" sanggah Rudi. 

"Kami tidak sedekat itu, Ayah! Faldo dulu sangat menyebalkan, suka membuat onar dan selalu membuat Riana kesal.... " Riana menggantung kalimatnya. Dia kelepasan mengeluhkan sikap Faldo. 

Faldo tertawa lepas melihat wajah tegang Riana. Baginya, Riana bahkan tidak berubah, selalu cerewet dan menggemaskan. 

Orang tua Faldo ikut tertawa, mereka tidak menyangka Riana sampai sekesal itu dengan sikap Faldo. 

"Baiklah, tidak masalah Rudi." Haris menengahi, lalu melanjutkan, "biarkan mereka saling mengenal lagi. Kau harus memaklumi, kita juga pernah muda. Lagi pula, pernikahan itu sekali seumur hidup, tidak perlu tergesa-gesa. Itu hidup mereka, kita hanya harus mendukungnya saja!" 

Rudi hanya manggut-manggut menyetujui ucapan Haris. Mereka kembali melanjutkan makan dengan hidangan penutup. 

Riana meminta izin beranjak lebih dulu. Dia beralasan untuk pergi ke kamar mandi. 

Riana tidak lagi melihat Reyhan. Dia hendak bertanya, mengurungkan niat, memilih mencari sendiri. Matanya terus menyusuri tiap sudut ruangan. Riana kembali memutar, memeriksa di luar rumah. 

"Apa dia sudah pulang?" Riana melihat ke sekeliling, berharap bisa menemukan Reyhan. 

"Apa kamar mandi pindah di luar rumah?"

Riana menoleh kaget. Faldo sudah berdiri di belakangnya dengan senyuman merekah. 

"Aku hanya mencari udara segar!"

"Oh, jadi pamit ke kamar mandi hanya alasan!" Faldo bersedekap dada, mengangkat satu alisnya. 

Riana malas menanggapi. Dia berjalan acuh melewati Faldo begitu saja. 

"Kau sengaja mengajukan syarat itu karena ada hati yang harus kau jaga 'kan?!"

Riana menahan langkah. Dia terkejut dengan ucapan Faldo seakan Faldo bisa membaca isi hatinya. 

"Aku melihatnya!" Faldo kembali berseru. 

Riana membalikkan badan. "Siapa?"

Seketika Riana menegang di tempat melihat Reyhan berdiri tak jauh di belakang Faldo. 

"Kekasihmu!" jawab Faldo. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status