แชร์

8. Amarah

ผู้เขียน: Rosa Uchiyamana
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-15 20:12:23

Ciumannya kasar, menuntut dan tak tahu aturan. Sangat jauh dari kata lembut.

Sera yang tak siap menerima serangan itu kewalahan menghadapinya. Seisi mulutnya dikuasai pria itu, seakan-akan Raven ingin menegaskan kekuasaannya atas diri Sera.

Napas Sera tercekat. Kedua tangannya yang terbebas mendorong dada kokoh Raven dengan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia, tenaga yang dimilikinya kalah oleh tenaga pria bertubuh kekar itu.

Sera bisa merasakan amarah Raven melalui ciuman kasarnya. Hanya saja Sera tak mengerti, kenapa Raven tiba-tiba marah hanya karena mengira Sera sudah menggoda pria lain?

Karena nyaris kehabisan napas, Sera memukul-mukul dada Raven dengan tangan yang dikepalkan, tetapi Raven sama sekali tidak menghiraukannya. Pria itu terus mencium bibir Sera dengan kasar.

Sera lalu menggigit bibir bawah Raven hingga pria itu langsung menjauhkan wajah mereka.

“Apa yang kamu lakukan?!” desis Raven dengan tatapan marah.

Sera memanfaatkan kesempatan itu untuk menghirup oksigen sedalam-dalamnya lalu mendorong Raven hingga tubuhnya berguling ke samping.

Dengan cepat Sera bangkit dan turun dari ranjang. “Saya nggak mengerti kenapa Bapak tiba-tiba marah sama saya,” ucap Sera dengan bibir bergetar seraya menatap Raven getir. “Tapi kalaupun saya punya salah, bukan berarti Bapak bisa berbuat seenaknya seperti ini, bukan?”

Raven bangkit perlahan sembari mengusap bibir bawahnya yang barusan digigit Sera, matanya yang menjorok ke dalam itu semakin terasa menusuk.

Sera memutar tubuhnya dan bergegas menghampiri pintu. Dadanya berdenyut nyeri seolah ada yang meremasnya dari dalam.

Ketika memutar knop pintu, raut muka Sera seketika berubah menegang. Pintu itu terkunci. Sera tidak melihat kuncinya menempel di sana.

“Kamu belum mengerti juga rupanya?”

Suara dingin Raven yang menusuk gendang telinga membuat Sera menegakkan punggungnya. Sera juga mendengar derap langkah kaki yang mendekat.

“Kalau begitu buat saya mengerti,” timpal Sera sambil memutar tubuhnya, menghadap Raven yang tengah berjalan ke arahnya sembari melepas kancing kemeja satu persatu dari deretan teratas. “Tolong buat saya mengerti kenapa Bapak tiba-tiba marah ketika saya sampai di rumah.”

“Bukankah sudah saya bilang?” Urat di pelipis Raven terlihat menonjol. “Siapa yang mengizinkanmu menggoda laki-laki itu?!” Suara Raven sedikit meninggi, membuat Sera terhenyak. “Dan siapa yang memberimu izin disentuh olehnya?!”

Menggoda? Disentuh?

Sera merapatkan punggungnya ke dinding saat Raven semakin mendekat dan berharap dinding itu mampu menelan tubuh Sera agar bisa menghindari Raven.

Di tengah ketakutannya, pikiran Sera bertanya-tanya, memangnya Sera menggoda siapa? Dan disentuh siapa?

Saat teringat seseorang, tiba-tiba Sera membulatkan mata. Jangan-jangan… “Pak Dimas?”

Raven tersenyum miring, bukan karena senang, melainkan karena amarah yang tertahan.

Semua kancing kemejanya telah terlepas. Lalu Raven membebaskan tubuhnya dari kemeja itu dan melemparnya ke sembarang arah.

Napas Sera tercekat ketika melihat pria itu bertelanjang dada hingga otot-otot liat di tubuhnya terpampang di depan mata. Jika biasanya Sera mengagumi tubuh atletis itu, kini dia justru dipenuhi rasa takut.

“Bukannya Bapak lihat sendiri tadi saya nggak menggoda Pak Dimas?” Sela membela diri dengan suara bergetar. “Pak Dimas sendiri yang meminta saya duduk dan menyentuh tangan saya.”

Sera semakin terpojok ketika Raven sudah berdiri di hadapannya, kedua tangan pria itu bertumpu di dinding tepat di sisi kiri dan kanan kepala Sera. Mengungkungnya. Membuat Sera merasa terintimidasi.

Tinggi tubuhnya yang hanya sebatas dada, membuat wajah Sera berhadapan langsung dengan dada telanjang Raven. Sera mencengkeram roknya dengan jari yang bergetar karena takut.

“Seharusnya kamu tidak membiarkan tubuhmu disentuh pria lain,” desis Raven seraya menjepit rahang Sera. “Kamu milik saya. Dan saya akan membuatmu mengingat hal itu.”

Detik itu juga Raven menyambar bibir Sera, membuat wanita itu tak memiliki kesempatan untuk menanggapi ucapannya.

Sera terkesiap. Kedua tangannya yang terbebas langsung memberontak, memukul-mukul dada Raven agar pria itu berhenti menyerangnya.

Namun seharusnya Sera menyadari ini, bahwa sejak awal hubungan mereka, Raven tidak pernah mau menerima penolakan.

Pria itu selalu melakukan keinginannya sesuka hati. Hanya saja, Raven tak pernah semarah dan sekasar ini sebelumnya.

Malam ini Sera seolah melihat sisi Raven yang baru, sisi yang membuat Raven terlihat seperti binatang buas.

Sera memang menjual dirinya pada Raven, tapi ketika dirinya diperlakukan seperti sekarang, Sera merasa ini tidak adil.

“Pak, saya mohon jangan begini,” lirih Sera dengan mata berkaca-kaca ketika Raven menurunkan bibirnya ke leher.

Raven mencium leher Sera dengan kasar, menyesapnya dan menggigitnya. Dia mengunci kedua pergelangan tangan Sera di atas kepala.

Sera tak bisa memberontak. Bahkan Sera merasakan sakit pada pergelangan tangannya karena Raven mencengkeramnya cukup kuat.

Raven kembali mencium bibir Sera dengan penuh tuntutan. Dia melepaskan tangan Sera dari cengkeramannya, lalu telapak tangannya yang lebar mencengkeram pinggang wanita itu.

Tanpa melepaskan ciumannya, Raven mendorong tubuh Sera dan menjatuhkannya ke atas ranjang.

Sera terkesiap. Dia hendak menjauh, tapi Raven tidak memberinya kesempatan untuk menghindar dengan menindih Sera.

Sera ketakutan kala melihat sorot mata pria itu berkilat-kilat, penuh amarah dan hasrat yang bercampur menjadi satu. Raven merobek kemeja Sera, hingga Sera merasakan udara dingin menerpa dadanya yang terbuka.

Dengan bibir bergetar, Sera berkata, “Pak, tolong jangan seperti ini. Saya–”

Sia-sia. Ucapan Sera seperti angin lalu karena Raven kembali melumat bibirnya dengan kasar.

Biasanya, Raven selalu memperlakukan Sera dengan lembut ketika di atas ranjang. Namun kini, pria itu seperti kehilangan kendali dirinya. Kasar dan tanpa perasaan.

Semuanya terjadi begitu cepat dan terburu-buru, hingga Sera tidak menyadari entah sejak kapan seluruh pakaian mereka terlepas.

Sera meneteskan air matanya ketika Raven tiba-tiba menyatukan diri mereka berdua di saat Sera belum benar-benar siap menerimanya.

Pria itu menggerakkan dirinya dengan kasar. Jari-jari Sera mencengkeram bahu Raven hingga buku-bukunya memutih.

Namun Raven tampak tidak peduli dengan rasa sakit dan ketidaknyamanan yang Sera rasakan. Pria itu tak berhenti memaksakan kehendaknya, seolah Sera hanya objek pelampiasan amarahnya.

Hingga akhirnya… Sera terisak-isak.

Raven yang tengah dikuasai amarah, mendengar isak tangis itu. Dia seketika menghentikan gerakannya dan menunduk menatap Sera.

Air mata yang mengalir dari sudut mata wanita itu membuat Raven tiba-tiba membeku.

***

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (5)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
cemburu itu Revan sampe segitunya
goodnovel comment avatar
Martalinda Linda
lanjut dunk
goodnovel comment avatar
april_hi
Lanjut kak
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   48. Raven vs Bastian

    Celine melihat kepergian Raven. Kemudian dia pamit pada tiga wanita di hadapannya. Senyuman anggun terlukis di bibir Celine saat dia menghampiri sepupu suaminya itu.“Sepertinya obrolan kalian sangat menyenangkan barusan,” ucap Celine.Gerald membalas senyuman Celine seraya menatap wanita itu dengan lekat. “Ya… cukup menyenangkan,” katanya, “walaupun sikapnya selalu dingin, tapi aku sudah memakluminya.”Gerald mengambil dua gelas wine dari waitress yang melintas di hadapan mereka, lalu menyerahkan salah satunya pada Celine.“Terima kasih.” Celine menerimanya, lalu menyesap wine itu dengan perlahan-lahan. Setelah menelan minumannya, dia berkata, “Kalau wanita lain yang jadi istrinya, aku yakin sekali dia nggak akan bertahan di sisi pria dingin seperti itu.”“Kamu memang wanita yang luar biasa.” Gerald tersenyum kecil, tetapi senyumannya tak mampu menyembunyikan rasa perih yang tergambar dalam sorot matanya. “Lihatlah, di ruangan ini nggak ada yang bisa mengalahkan kecantikanmu. Kamu sa

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   47. Dada Yang Bergejolak

    Bastian menatap Sera tanpa berkedip selama beberapa detik, lalu tersenyum lebar.“Sebenarnya aku datang ke sini untuk mewakili ayahku yang nggak bisa hadir,” ucap Bastian, “ngomong-ngomong kamu jadi tamu Tuan Prabu juga? Waah… ini kebetulan sekali. Pantas saja aku merasa bersemangat datang ke sini.” Bastian terkekeh-kekeh.Sera berdiri di hadapan Bastian. “Majikan aku adalah cucunya Tuan Prabu. Dan malam ini Tuan Prabu mengundang seluruh pekerja di keluarga besarnya untuk datang ke acara ini.”Bastian mengangguk-anggukkan kepalanya.“Oh, kenalkan ini teman-temanku.” Sera lalu mengenalkan Ratna dan Ayu pada Bastian.Bastian tersenyum dan mengenalkan dirinya pada mereka sebagai teman dekat Sera.Ayu terpana melihat ketampanan Bastian, pipinya tersipu malu saat Bastian menjabat tangannya. Dan dengan malu-malu Ayu menyebutkan namanya.“Sera, kok kamu nggak bilang-bilang punya teman seganteng ini?” bisik Ayu.Ratna langsung menyenggol lengannya. “Jangan genit.”Ayu memanyunkan bibirnya, da

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   46. Menatapnya Dari Jauh

    Sera menatap pantulan dirinya di cermin. Lalu terbit senyuman kecil di bibirnya.Gaun hitam yang melekat di tubuhnya itu tampak cantik. Itu gaun sederhana berlapis chiffon yang jatuh lembut dengan tinggi di bawah lutut.Bagian bahunya terbuka, dan di bagian pinggang pita panjang yang diikat rapi, mempertegas siluet rampingnya.Gaun yang tidak terlalu mencolok. Sehingga Sera cukup percaya diri mengenakannya. Sera sengaja memilih pakaian tersebut dari beberapa pakaian pemberian Raven, untuk dikenakan di acara ulang tahun Tuan Prabu hari ini.Kaki jenjangnya dibalut high heels berstrap tipis. Sementara tas kecil dengan rantai emas menggantung manis di tangannya.Itu heels dan tas pemberian Raven. Kemarin Sera tiba-tiba mendapat kiriman paket dari pengirim tak dikenal.Paket itu berisi heels yang sesuai ukuran kaki Sera dan tas kecil model sederhana. Ada secarik kertas dalam paket tersebut, yang menunjukkan bahwa pengirimnya adalah Raven.‘Gunakan ini besok. Jangan mempermalukan Kakek.’P

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   45. Jangan Marah

    Tubuh Sera seketika menegang ketika bibir Raven menempel pada bibirnya. Napasnya tertahan dan Sera merasakan dunia di sekitar mereka terhenti sesaat. Matanya terbelalak. Bisa dia rasakan Raven memagut bibir atasnya dengan lembut. Namun, kesadaran seketika menghampiri Sera. Detik itu juga Sera menjauhkan wajahnya dari Raven hingga tautan bibir mereka terlepas. Mata Sera mengerjap-ngerjap cepat. “A-Apa yang Bapak lakukan?” tanyanya terbata-bata dengan pipi memanas, dia melirik ke sekeliling untuk memastikan tak ada yang menyaksikan tindakan Raven barusan. “Bapak lupa kita ada di mana?” Tak ada riak di wajah Raven. Pria itu menatap manik mata Sera dengan lekat. “Jangan coba-coba menggoda saya lagi,” bisiknya dengan suara berat tanpa menghiraukan ucapan Sera. “Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan kalau kamu mengulanginya.” “Sudah saya bilang saya tidak menggoda Bapak,” protes Sera sebelum meneguk air minumnya untuk meredakan gemuruh di dalam dadanya. Raven kembali duduk da

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   44. Makan Malam

    Sera keluar dari ruang ganti setelah selesai mencoba lebih dari lima pakaian yang berbeda. Dia menghampiri Raven yang masih duduk di sofa, lalu menyerahkan semua pakaian itu kepada pegawai butik. “Saya pilih yang ini saja, Pak,” kata Sera sambil menunjuk pakaian yang paling sederhana. “Saya rasa ini yang paling cocok untuk saya.” Mendengar ucapan Sera, pegawai butik itu menatap Raven. Raven balas menatapnya sekilas sambil mengangguk singkat. Sera yang memperhatikan interaksi mereka sama sekali tidak mencurigai apapun. Namun ketika Raven telah membayar di kasir dan membawa paper bag besar ke hadapannya, Sera baru menyadari bahwa pria itu memborong semua pakaian yang tadi Sera coba. Sera tertegun. “Pak, ini terlalu berlebihan,” protes Sera, “saya tidak membutuhkan pakaian mewah sebanyak ini. Satu saja cukup.” Raven menatap manik mata Sera lama. Lalu menjawab datar, “Kamu tidak perlu butuh. Saya yang memutuskan apa yang harus kamu pakai.” Sera terdiam, pelan-pelan meremas uju

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   43. Debaran Asing

    Tiba di sebuah ruangan yang dipenuhi pakaian-pakaian cantik dan mewah, Raven langsung mengambil beberapa pakaian secara asal dengan ekspresi kelam di wajahnya. Lalu menumpuknya di lengannya. Dalam hitungan detik lengan itu tertutupi kain berwarna-warni. Sementara itu Sera hanya diam membeku, memperhatikan Raven dengan tatapan sendu. Ekspresi pria itu terlihat mengeras, seolah-olah penolakan Sera barusan membuatnya murka. Entah sudah berapa pakaian yang menumpuk di lengannya, Raven lalu menarik tangan Sera dengan tangan yang terbebas, dan membawanya menuju fitting room. Langkahnya yang cepat membuat Sera kesulitan menyeimbangkan langkah hingga Sera harus sedikit berlari. “Pak, tolong lepaskan tangan saya.” Raven tidak menjawab. Dia terus menarik Sera memasuki fitting room. Ruangan itu tampak luas dan tentu saja mewah. Ada satu sofa di sana yang mengarah ke sebuah ruangan kecil yang tertutupi gorden. Itu tempat untuk mengganti pakaian. Raven membawa Sera ke dalam ruangan kecil terse

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status