Share

#4 Ujungnya Bearpo

Penulis: NaLaTu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-15 17:51:42

Saat kelas Sosiologi berakhir, Ziva mengemasi barang-barangnya dengan cepat. Bersiap untuk pulang dengan sepedanya yang sudah diperbaiki dari bengkel.

Ia pun segera keluar dari gedung kampus menuju parkiran sepeda.

"Ziva!" panggil seseorang.

Ziva berbalik, ada Leon. "Ya?"

"Ziva, kamu mau pulang bareng aku nggak? Aku bawa mobil," tawarnya sambil mengeluarkan kunci mobil dari sakunya. "Itu tuh di sana!"

Ziva melirik ke arah mobil Leon yang terparkir di dekat gerbang sekolah. Mobil mewah itu mencolok dengan logo yang familiar di bagian depan. Logo yang sama dengan yang dilihatnya pada orang-orang yang melayani bos tua dengan tongkat mewah tempo hari. Mobil itu mirip dengan mobil roll-royce.

"Makasih, tapi gua bawa sepeda. Rumah gua juga nggak terlalu jauh kok dari sini, mungkin lain kali," jawab Ziva, berusaha menyembunyikan rasa curiganya.

Leon tampak sedikit kecewa, namun dia menghormati keputusan Ziva. "Oh begitu. Yaudah, be careful di jalan ya."

Ziva mengangguk dan berjalan ke sepedanya. Saat ia mulai mengayuh dan sampai tak jauh dari area kampus, mobil Leon melintas.

"Dah, Ziva!" sapa Leon sambil membuka kaca mobilnya, menyapanya.

Ziva hanya tersenyum tipis, terpaksa.

Deg! "Nggak ada salahnya kan gua buntuti tuh bocah?" gumamnya. Dia mengayuh pedalnya dan mengikuti mobil Leon.

Dengan hati-hati, dia mengikuti mobil Leon yang melaju dengan kecepatan sedang. Hal itu membuat Ziva dapat mengejar Leon dengan sepedanya.

Setelah beberapa waktu di jalan, mobil itu berhenti di sebuah hotel mewah. Ziva bersembunyi di balik pohon, tak jauh dari halaman hotel itu. Ia memperhatikan dari kejauhan. Di sana beberapa pengawal membuka pintu mobil dan Leon keluar. Dia berjalan menuju pintu hotel, dan di sana, seseorang yang Ziva kenal muncul.

Orang itu adalah pria tua yang dilihatnya tempo hari, yang mengenakan pin berlogo beruang tak lupa tongkat mahalnya. Pria itu memeluk Leon dengan hangat, dan Ziva melihat dengan jelas ekspresi akrab di wajah mereka. Kecurigaannya terbukti benar. Leon memanglah anak pemimpin kelompok berlogo beruang itu.

"Hei! Ngapain kamu di sini?" tegur seseorang. Seorang satpam dengan pakaian khasnya.

Ziva tersentak, kaget. "Ak-aku..."

"Kamu mata-mata ya?" Satpam itu mengeluarkan pentungannya. "Sini, ikut saya!"

Ziva mulai panik. Ia mundur ke belakang, hendak kabur. "Maaf, Pak, aku nggak bermaksud..."

"Hei, jangan coba-coba kabur!" Satpam itu segera menarik tangan Ziva.

PLAK!

Tiba-tiba seseorang menepis tangan satpam itu. Siapa?

"Raka?" panggil Ziva, kaget.

"Lu kasar sama cewek?" Raka menarik kerah baju satpam itu. "Mau cari ribut lu?"

"Raka, udah!" lerai Ziva. Ia menarik tangan Ziva. "Cukup!"

"Berani-beraninya lu sama cewek..."

"RAKA!" nada Ziva meninggi.

Raka tersentak, melepas cengkeramannya.

"Lu nggak kenapa-napa?" tanya Raka.

"Ma-maaf-"

"Maaf, Tuan!" ucap satpam itu tunduk ke Raka. Memotong ucapan Ziva.

Ziva bingung. "Tapi-"

"Saya izin pergi, Tuan!"

"Sekali lagi lu coba-coba sentuh dia, tamat riwayatnya lu!" ancam Raka, serius.

Ziva menggeleng melihatnya. Satpam itu pergi.

"Tunggu-tunggu! Ini kenapa? Dan lu ngapain di sini?" tanya Ziva penasaran.

Raka tersenyum. "Aku? Ah, aku cuma jalan-jalan. Menikmati kota Jayakarta yang indah."

"Terus, kok lu tau gua ada di sini?"

"Hm... aku juga nggak tahu. Mungkin jodoh?"

Ziva kesal. Dia berbalik.

"Oke oke oke, maaf!" Raka menarik tangan Ziva.

Ziva menepis tangan Raka.

"So-sory!" Raka mengangkat tangannya. "Jadi, gini... hotel ini punya ayahku. Dan aku ada jadwal mingguan ke sini."

"Oh, pantes. Tapi bukannya elu lagi main basket?"

"Iya, tapi setelahnya, aku ada panggilan, terus ke sini deh. Dan ketemu kamu."

Tanpa aba-aba, setelah merasa cukup, Ziva berbalik dan pergi.

"Eh, mau kemana, Va?" Raka hendak mengejar. Namun ponselnya berdering. "Duh!"

Ziva sudah terlalu jauh.

Dengan hati yang berdebar, Ziva pulang naik sepedanya ke rumah. Dia telah mendapat informasi yang cukup berharga.

Sesampainya di rumah, Ziva mendapati Black D sedang berbincang dengan seorang temannya di ruang tamu. Dia nggak kenal siapa orang itu. Jarang sekali Black D menerima tamu.

Mereka juga nggak menyadari kehadiran Ziva, yang ternyata bersembunyi di balik pintu untuk mendengarkan percakapan mereka dengan seksama. Ziva curiga ada sesuatu yang disembunyikan oleh Black D selama ini. Karena dia tahu, jarang sekali ada orang yang dibiarkan masuk ke rumah oleh Black D.

"Kita harus segera memindahkan Ziva," kata Black D dengan suara serius. "Bajingan Bearpo udah kembali, dan aku khawatir mereka bakal menemukan keberadaannya."

Temannya mengangguk. "Kamu benar, semua informasi yang didapat mata-mata kita hasilnya mereka tengah merencanakan sesuatu yang gila, benar-benar gila dan kita nggak bisa membiarkan mereka menangkap Ziva. Kau tau sendiri, 12 tahun yang kalu mereka gagal. Dan kalau kali ini mereka berhasil dan mendapat Ziva, segalanya akan berakhir buruk."

"Saat ini mungkin Bearpo belum tau identitas Ziva, tapi kalau suatu saat nanti mereka tahu dan mereka  bakal..."

"Aku tahu, Black, tenangkan dirimu!"

"Tapi..." Black D menghela napas, mencoba menenangkan dirinya. "Aku... aku nggak sanggup ngebayangin Zi-"

"Apapun yang terjadi rahasia keluarga Determine nggak boleh jatuh ke tangan Bearpo!" tegas teman Black D. "Tuan sudah mengisyaratkan ke kita. Dan kita nggak boleh main-main lagi!"

"Gimana rencana itu? Kapan kita proses?"

Ziva terkejut mendengar percakapan itu. Rahasia keluarga Determine? Rencana? Apa yang sebenarnya terjadi? Dia merasa Black D menyembunyikan sesuatu darinya. Sesuatu yang selama ini dia ingin coba ungkapkan. Tapi nggak pernah berhasil, karena Black D selalu mencoba mencegahnya. Tapi kenapa?

"Kita bahas nanti. Omong-omong... dimana nona Ziva?"

"Dia masih ada kelas. Tapi mungkin sudah pulang."

"Oke, kalau begitu aku pulang." Dia berdiri memungut rokok lalu memakai jaketnya. "Tetap waspada Black!"

Black D menggeleng.

Setelah beberapa saat, temannya Black D pergi, dan Ziva memutuskan untuk muncul dari persembunyiannya. Dia berjalan ke ruang tamu dengan wajah penuh tekad.

"Om Bek, aku mau ngomong," katanya tegas. Ia segera menghampiri Black D di ruang tamu.

Black D menoleh, tampak terkejut namun tenang. "Apa? Ada apa, Ci?"

"Aku tahu kelompok beruang itu dan aku dengar kalian bahas rahasia keluarga Determine. Itu tentang aku, kan?"

Black D terkejut. Dia berdiri menghampiri Ziva. "Tenangkan dirimu, Ci!" Ia memegang bahu Ziva, menenangkannya.

Ziva berusaha melepaskan tangan Black D. "Om, aku mau kejelasan dari Om, sekarang!"

"Tap-tapi-"

"Om! Aku melihat ketua bajingan itu berkeliaran di luar sana. Kita harus bertindak cepat," kata Ziva, suaranya penuh ketegasan.

"Ziva, jaga bicara kamu! Om nggak pernah ngajarin kamu ngomong kasar seperti itu!"

"Cukup, Om! Aku bukan anak kecil lagi! Dan aku mau Om jujur sekarang ke aku!"

Black D terdiam sejenak. "Ci... nggak, Ci! Nggak untuk hari ini," ucapnya dengan lembut meraih pundak Ziva.

Ziva berontak, "Kenapa sih Om setiap kali ngebahas kelompok beruang, Om selalu ngehindar?" Nada Ziva marah. "Kenapa, Om? Kenapa Om rahasiain dari aku?"

"Ziva, Om cuma mau kamu selamat. Itu aja!"

"Tapi nggak kayak gini, Om. Aku berhak ikut membalas mereka. Aku berhak tau semuanya, Om!'

"Enggak!" bentak Black D dengan tegas namun sedikit ia kendalikan nadanya. "Itu berbahaya, Ci!"

"Setiap hari hidupku penuh dengan bahaya, Om. Cukup, aku nggak anak kecil lagi!"

"Ci, Om cuma mau menjalankan wasiat bos. Om nggak mau ngecewain apa yang sudah bos janjikan sama Om."

Ziva melepas tangan Black D lagi. "Dengar, Om. Ini dendamku, dan aku yang akan menuliskan siapa yang akan menjadi musuh dalam dendamku," ucap Ziva dengan tegas. "Dan aku berhak membalasnya!" Ia berlalu ke kamarnya.

Black D terdiam, kaku di ruang tamu. Ia bingung menghadapi situasi kali ini.

Di kamar, Ziva terlihat duduk di kursi belajarnya di dampingi lampu belajar. Di atas meja terdapat sebuah buku hitam dengan catatan kosong. Ia menatap buku kosong itu dengan pulpen yang ia genggam.

"Brok Bearpo," ucapnya. Ia menulis dengan tebal nama itu di salah satu halaman kosong pada buku itu. Lalu ia coret-coret dengan puas hingga memenuhi seisi kertas pada salah satu halaman buku itu.

Srrrrrreeet, ia merobek salah satu halaman itu lalu membakarnya.

Ia lalu tersenyum sinis menatap jendela kamar dengan pemandangan langit malam yang tampak dari dalam.

"Leon Bearpo... Brok Bearpo... dan lu semua yang ujung namanya Bearpo... lu semua akan mati di tangan gua!"

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Cintanya Raka

    Pagi itu, Ziva berolahraga di taman dekat rumahnya, mencoba untuk menghilangkan stres yang membelenggu pikirannya. Dengan napas teratur dan tubuh bergerak mengikuti irama, ia mencoba menenangkan diri. Namun, tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan pesan masuk. Ziva berhenti sejenak dan membuka ponselnya, melihat pesan dari Raka. Isi pesannya singkat tapi jelas: "Ziva, aku minta tolong, bisa kita bertemu?" Ziva ragu, namun entah mengapa, dorongan untuk menyelesaikan masalah membuatnya setuju. Mereka sepakat untuk bertemu di taman kota, tempat yang cukup ramai sehingga Ziva merasa aman. Ketika tiba, Ziva melihat Raka sudah menunggunya di bangku taman, wajahnya kusut dan penuh penyesalan. "Maaf, Ziva," ucap Raka, suaranya serak. "Aku benar-benar minta maaf atas kejadian semalam. Aku… aku hanya tidak bisa mengendalikan perasaanku. Kamu tahu betapa aku mencintaimu. Itu menghancurkanku melihatmu bersama orang lain…" Ziva menatap Raka dengan sorot mata yang penuh ketegasan. “Raka, kita su

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Godaan

    Pagi hari, kota itu dipenuhi dengan suasana yang meriah dan glamor. Di sebuah gedung megah yang sering digunakan untuk acara-acara besar, sebuah pesta diadakan untuk merayakan kehamilan anak seorang pengusaha kaya. Pesta ini merupakan acara besar, yang menandai pengumuman jenis kelamin anak tersebut. Ruang pesta dihiasi dengan lampu kristal berkilauan dan bunga-bunga eksotis. Tenda putih yang elegan menutupi area luar, sementara di dalam, meja-meja panjang dipenuhi dengan berbagai hidangan mewah. Musik orkestra lembut mengalun, menambah suasana yang berkelas dan penuh kehangatan. Para tamu berpakaian formal, mengenakan gaun-gaun mewah dan jas-jas elegan, menikmati hidangan dan bersosialisasi.Brok, Leon, dan Ziva diundang ke acara tersebut. Namun, hanya Ziva dan Leon yang hadir. Raka dan Nanda juga hadir, meski suasana antara mereka terasa canggung. Raka, yang tidak bisa menahan emosinya, terus memandang Ziva dari kejauhan. Pesta semakin meriah saat pengumuman tentang jenis kelamin

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Leona

    Pagi itu, Ziva bangun lebih awal dari Leon, merasakan udara segar yang masuk melalui jendela kamar mereka yang besar. Perasaan gelisah yang selalu ada sejak pernikahannya dengan Leon kembali menghantuinya. Dengan hati-hati, dia keluar dari tempat tidur, berusaha untuk tidak membangunkan Leon, lalu berjalan menuju kamar mandi.Sesampainya di sana, Ziva membuka seluruh pakaiannya, membiarkan air hangat dari shower mengalir di atas tubuhnya. Dia mencoba menenangkan pikirannya, merenungkan langkah-langkah yang harus dia ambil selanjutnya. Namun, ketika dia mendengar pintu kamar mandi terbuka, jantungnya langsung berdegup kencang.Leon masuk, matanya masih sedikit mengantuk, namun senyum kecil terlihat di wajahnya. "Pagi, sayang," katanya dengan suara lembut. Dia mendekati Ziva, niatnya jelas untuk bergabung dengannya di kamar mandi. Namun, ekspresi Ziva berubah seketika, tubuhnya menegang dan refleks menutupi dirinya dengan tangan.Leon berhenti di tempat, terkejut dengan reaksi Ziva. "Ad

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Dua Sisi

    Malam itu, setelah makan malam yang hangat namun sarat dengan keheningan penuh makna, Brok memanggil Ziva dan Leon untuk ikut dengannya ke sebuah tempat yang tak pernah mereka duga. Ziva, yang sudah mulai terbiasa dengan kejutan-kejutan dari Brok, mengikuti Leon dengan tenang namun penuh antisipasi. Mereka berjalan menuju perpustakaan pribadi Brok, sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan buku-buku kuno dan artefak antik. Di sini, suasana terasa tenang, hampir mistis, dengan cahaya lampu gantung yang memancarkan sinar lembut di ruangan. Brok berhenti di depan salah satu rak buku yang tampak biasa saja. Namun, saat dia menyentuh sebuah buku tua dengan sampul kulit, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Rak buku itu bergeser perlahan, memperlihatkan sebuah pintu rahasia di baliknya. Ziva menatap dengan takjub, sementara Leon tersenyum tipis, seolah sudah terbiasa dengan rahasia-rahasia ayahnya."Masuklah," kata Brok dengan nada tegas, mengisyaratkan mereka untuk mengikuti.Mereka melangk

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Menantu

    Seiring berjalannya waktu, Ziva semakin mengukuhkan posisinya sebagai istri Leon yang perhatian dan penuh dedikasi. Setiap pagi, Ziva bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan, mengurus keperluan rumah, dan memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan lancar. Brok semakin menyukai menantunya, merasa yakin bahwa Ziva adalah pilihan yang tepat untuk putranya.Leon dan Ziva sering menghabiskan waktu bersama, baik di rumah maupun di luar. Leon mengajak Ziva untuk berkenalan dengan para pengusaha dan rekan-rekannya, memperluas jaringan sosial mereka. Ziva selalu tampil anggun dan cerdas, memenangkan hati banyak orang dengan kepribadiannya yang menawan.Suatu hari, Leon mengajak Ziva untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis penting di sebuah hotel mewah. Di sana, mereka bertemu dengan banyak orang berpengaruh, termasuk beberapa mitra bisnis Brok. Leon merasa bangga memiliki Ziva di sisinya, melihat betapa mudahnya Ziva bergaul dengan semua orang."Ziva, kau benar-benar luar biasa. Kau membu

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Awal Rencana

    Acara pernikahan yang meriah telah usai, dan para tamu sudah mulai pulang. Leon dan Ziva akhirnya berada di kamar pengantin mereka. Ruangan itu dihias dengan indah, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan kelopak bunga mawar tersebar di seluruh tempat tidur.Leon masuk ke dalam kamar, sedikit gugup namun penuh harapan. Ia menutup pintu perlahan, membiarkan Ziva masuk terlebih dahulu. Ziva tampak cantik dalam gaun tidurnya yang sederhana namun elegan. Mereka berdua berdiri canggung di tengah ruangan, merasakan ketegangan yang manis namun aneh."Ziva, ini... adalah malam yang sangat spesial bagi kita," kata Leon dengan suara lembut.Ziva tersenyum, namun ada kelelahan yang jelas terlihat di matanya. "Leon, aku benar-benar lelah. Hari ini sangat melelahkan, dan aku butuh istirahat."Leon mengangguk, mencoba menyembunyikan kekecewaannya. "Tentu, aku mengerti. Kita bisa beristirahat malam ini."Mereka berdua naik ke tempat tidur, berbaring berdampingan namun dengan jarak yang terasa. Le

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Pernikahan Sah

    Pagi yang cerah di hari pernikahan Ziva dan Leon. Di rumah Ziva, suasana sibuk dan penuh kegembiraan. Ziva duduk di depan cermin besar di kamarnya. Seorang makeup artist profesional sedang merias wajahnya dengan teliti. Di sekitar Ziva, beberapa asisten membantu mengenakan gaun pengantin putih yang indah, lengkap dengan detail renda dan kristal. Bu Kiki dan beberapa teman dekat Ziva memberikan dukungan moral, membuat Ziva merasa lebih tenang."Ini adalah hari yang luar biasa, Ziva. Kau terlihat sangat cantik," kata Bu Kiki dengan senyum penuh kasih.Ziva tersenyum, meski ada sedikit kegugupan di matanya. "Terima kasih, Bu Kiki. Aku tidak bisa melakukan ini tanpa dukunganmu."Setelah selesai berdandan, Ziva berdiri dan melihat dirinya di cermin. Ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri. Gaun pengantin itu memeluk tubuhnya dengan sempurna, dan riasan wajahnya menonjolkan kecantikannya yang alami.Di sisi lain, Leon sedang bersiap di rumahnya. Ayahnya, Brok Bearpo, yang biasanya tampak

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Ancaman Serius

    Di sebuah ruangan yang penuh dengan kemewahan dan aura kekuasaan, Brok Bearpo, dengan tongkat emasnya, berdiri di depan Eleanor. Eleanor, seorang mafia kakap dengan aura yang tak kalah menakutkan, berdiri dengan anggun di hadapannya. Mereka saling menatap dengan mata penuh kewaspadaan.Brok membuka pembicaraan dengan nada sedikit meninggi, “Eleanor, meskipun kita memiliki perbedaan, aku ingin tetap profesional. Ini undangan pernikahan Leon dan Ziva.” Ia menyerahkan kartu undangan mewah itu dengan tangan kokohnya.Eleanor, yang sudah mengetahui rencana pernikahan ini melalui mata-matanya, menerima undangan itu dengan elegan. Ia membaca sekilas undangan tersebut sebelum mengalihkan pandangannya kembali ke Brok. “Terima kasih, Brok. Aku sudah mendengar tentang rencana ini. Kau tahu, dunia kita memang kecil, ya?” ucap Eleanor dengan senyum tipis yang penuh arti.Brok mengangguk, walau matanya tetap tajam. “Memang, Eleanor. Aku harap kau bisa hadir dan melihat bahwa kita bisa menjalin hub

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Persiapan Pernikahan

    Hari itu dimulai dengan sinar matahari yang cerah menerangi kota. Leon dan Ziva memulai persiapan pernikahan mereka dengan penuh semangat. Mereka berdua pergi ke berbagai tempat untuk memastikan semua kebutuhan pernikahan terpenuhi. Leon, yang tampak sangat antusias, memastikan bahwa Ziva mendapatkan semua yang diinginkannya.Leon membawa Ziva ke sebuah butik gaun pengantin terkenal di kota. Di sana, Ziva mencoba beberapa gaun, dengan Leon yang memberikan pendapatnya dengan tulus.“Aku suka yang ini,” kata Leon, sambil menunjuk pada gaun putih sederhana dengan hiasan renda yang elegan. “Kau terlihat sangat cantik.”Ziva tersenyum malu-malu. “Terima kasih, Leon. Aku juga suka gaun ini.”Setelah memilih gaun, mereka juga memilih pakaian untuk Leon, memastikan semuanya serasi. Leon memilih setelan hitam klasik dengan dasi perak, yang membuatnya tampak gagah dan elegan.Selanjutnya, mereka pergi ke sebuah kafe untuk mendiskusikan tema pernikahan. Ziva menginginkan pernikahan yang sederhan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status