Share

Sosok Leon Bearpo

Author: NaLaTu
last update Last Updated: 2024-06-15 18:10:12

Saat kelas Sosiologi berakhir, Ziva mengemasi barang-barangnya dengan cepat. Bersiap untuk pulang dengan sepedanya yang sudah diperbaiki. Namun, hari ini, Leon kembali mendekatinya dengan senyum ramah di halaman kampus. Itu artinya rencananya berhasil memancing Leon.

"Ziva, mau pulang bareng? Aku bawa mobil hari ini," tawarnya sambil mengeluarkan kunci mobil dari sakunya.

Ziva melirik ke arah mobil Leon yang terparkir di dekat gerbang sekolah. Mobil mewah itu memancarkan kesan eksklusif dengan logo yang familiar di bagian depan. Logo yang sama dengan yang dilihatnya pada orang-orang yang melayani bos tua dengan tongkat mahal tempo hari.

"Terima kasih, Leon, tapi aku lebih suka pulang dengan sepeda. Rumahku tidak terlalu jauh," jawab Ziva, berusaha menyembunyikan rasa curiganya.

Leon tampak sedikit kecewa, namun dia menghormati keputusan Ziva. "Baiklah, hati-hati di jalan ya."

Ziva mengangguk dan mengayuh sepedanya menjauh, namun pikirannya terus bekerja. Dia memutuskan untuk mengikuti Leon dan mencari tahu lebih banyak. Dengan hati-hati, dia mengikuti mobil Leon yang melaju dengan kecepatan sedang.

Setelah beberapa waktu, mobil itu berhenti di sebuah hotel mewah. Ziva bersembunyi di balik pohon, memperhatikan dari kejauhan. Beberapa pengawal membuka pintu mobil dan Leon keluar. Dia berjalan menuju pintu hotel, dan di sana, seseorang yang Ziva kenal muncul.

Orang itu adalah pria yang dilihatnya kemarin, yang mengenakan pin berlogo beruang tak lupa tongkat mahalnya. Pria itu memeluk Leon dengan hangat, dan Ziva melihat dengan jelas ekspresi akrab di wajah mereka. Kecurigaannya terbukti benar. Leon memiliki hubungan dengan pemimpin kelompok berlogo beruang itu.

Dengan hati yang berdebar, Ziva memutuskan untuk kembali ke rumah. Dia tahu bahwa informasi ini sangat berharga dan berbahaya. Dia harus berhati-hati dan menyusun rencana lebih lanjut.

Namun sesampainya di rumah, Ziva mendapati Black D sedang berbincang dengan seorang temannya di ruang tamu.

Mereka tidak menyadari kehadiran Ziva, yang bersembunyi di balik pintu dan mendengarkan percakapan mereka dengan seksama.

"Kita harus segera memindahkan Ziva," kata Black D dengan suara serius. "Bajingan Bearpo semakin dekat, dan aku khawatir mereka akan menemukan keberadaannya."

Temannya mengangguk. "Kamu benar, semua informasi mengatakan mereka sedang merencanakan sesuatu yang gila, dan kita tidak bisa membiarkan mereka menangkap Ziva. Rahasia keluarga Determine ada pada dirinya. Jika rencana itu berhasil dan mereka menemukannya, segalanya akan berakhir buruk."

"Saat ini mungkin kelompok Bearpo belum mengetahui identitas Ziva, tapi suatu saat nanti mereka akan tahu dan akan..."

"Aku tahu, Black, tenangkan dirimu!"

"Tapi..." Black D menghela napas, mencoba menenangkan dirinya.

"Apapun yang terjadi rahasia keluarga Determine tidak boleh jatuh ke tangan Bearpo!" tegas teman Black D.

Ziva terkejut mendengar percakapan itu. Rahasia keluarga Determine? Apa yang sebenarnya terjadi? Dia merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. Ziva tahu dia harus berbicara dengan Black D, tetapi dia juga harus tetap waspada dan tidak membiarkan siapa pun tahu bahwa dia mendengar percakapan itu.

Setelah beberapa saat, temannya Black D pergi, dan Ziva memutuskan untuk muncul dari persembunyiannya. Dia berjalan ke ruang tamu dengan wajah penuh tekad.

"Om Bek, aku perlu bicara," katanya tegas.

Black D menoleh, tampak terkejut namun tenang. "Apa yang terjadi, Ziva?"

"Aku tahu tentang kelompok beruang dan aku mendengar kalian membahas rahasia keluarga Determine. Itu menyangkut aku, kan?"

"Tap-tapi--"

"Om! Aku melihat ketua bajingan itu berkeliaran di luar sana. Kita harus bertindak cepat," kata Ziva, suaranya penuh ketegasan.

Black D terdiam sejenak. "Tidak, Ci! Tidak untuk hari ini," ucapnya dengan lembut meraih pundak Ziva.

Ziva berontak, "Kenapa setiap kali membahas kelompok beruang, Om selalu menghindar?" Nada Ziva marah. "Kenapa, Om?"

"Ziva, Om cuma mau kamu selamat. Itu saja!"

"Tapi tidak seperti ini, Om. Aku berhak ikut membalas mereka."

"Tidak!" bentak Black D dengan tegas namun sedikit ia kendalikan nadanya. "Itu berbahaya, Ci!"

"Setiap hari hidupku penuh dengan bahaya, Om. Cukup, aku tidak anak kecil lagi!"

"Ci, Om cuma mau menjalankan wasiat bos. Om tidak mau mengecewakan apa yang telah bos janjikan padaku."

"Cukup, Om. Ini dendamku, dan aku yang akan menuliskan siapa yang akan menjadi musuh dalam dendamku," ucap Ziva dengan tegas. Ia berlalu ke kamarnya.

Black D terdiam, kaku di ruang tamu. Ia bingung menghadapi situasi kali ini.

Di kamar, Ziva terlihat duduk di kursi belajarnya di dampingi lampu belajar. Di atas meja terdapat sebuah buku hitam dengan catatan kosong. Ia menatap buku kosong itu dengan pulpen yang ia genggam.

"Brok Bearpo," ucapnya. Ia menulis dengan tebal nama itu di salah satu halaman kosong pada buku itu. Lalu ia coret-coret dengan puas hingga memenuhi seisi kertas pada salah satu halaman buku itu.

Srrrrrreeet, ia merobek salah satu halaman itu lalu membakarnya. Ia tersenyum sinis menatap jendela kamar dengan pemandangan langit malam tampak dari dalam.

"Leon Bearpo, ayahmu, Brok Bearpo... harus musnah! Hahahahaha..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Cintanya Raka

    Pagi itu, Ziva berolahraga di taman dekat rumahnya, mencoba untuk menghilangkan stres yang membelenggu pikirannya. Dengan napas teratur dan tubuh bergerak mengikuti irama, ia mencoba menenangkan diri. Namun, tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan pesan masuk. Ziva berhenti sejenak dan membuka ponselnya, melihat pesan dari Raka. Isi pesannya singkat tapi jelas: "Ziva, aku minta tolong, bisa kita bertemu?" Ziva ragu, namun entah mengapa, dorongan untuk menyelesaikan masalah membuatnya setuju. Mereka sepakat untuk bertemu di taman kota, tempat yang cukup ramai sehingga Ziva merasa aman. Ketika tiba, Ziva melihat Raka sudah menunggunya di bangku taman, wajahnya kusut dan penuh penyesalan. "Maaf, Ziva," ucap Raka, suaranya serak. "Aku benar-benar minta maaf atas kejadian semalam. Aku… aku hanya tidak bisa mengendalikan perasaanku. Kamu tahu betapa aku mencintaimu. Itu menghancurkanku melihatmu bersama orang lain…" Ziva menatap Raka dengan sorot mata yang penuh ketegasan. “Raka, kita su

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Godaan

    Pagi hari, kota itu dipenuhi dengan suasana yang meriah dan glamor. Di sebuah gedung megah yang sering digunakan untuk acara-acara besar, sebuah pesta diadakan untuk merayakan kehamilan anak seorang pengusaha kaya. Pesta ini merupakan acara besar, yang menandai pengumuman jenis kelamin anak tersebut. Ruang pesta dihiasi dengan lampu kristal berkilauan dan bunga-bunga eksotis. Tenda putih yang elegan menutupi area luar, sementara di dalam, meja-meja panjang dipenuhi dengan berbagai hidangan mewah. Musik orkestra lembut mengalun, menambah suasana yang berkelas dan penuh kehangatan. Para tamu berpakaian formal, mengenakan gaun-gaun mewah dan jas-jas elegan, menikmati hidangan dan bersosialisasi.Brok, Leon, dan Ziva diundang ke acara tersebut. Namun, hanya Ziva dan Leon yang hadir. Raka dan Nanda juga hadir, meski suasana antara mereka terasa canggung. Raka, yang tidak bisa menahan emosinya, terus memandang Ziva dari kejauhan. Pesta semakin meriah saat pengumuman tentang jenis kelamin

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Leona

    Pagi itu, Ziva bangun lebih awal dari Leon, merasakan udara segar yang masuk melalui jendela kamar mereka yang besar. Perasaan gelisah yang selalu ada sejak pernikahannya dengan Leon kembali menghantuinya. Dengan hati-hati, dia keluar dari tempat tidur, berusaha untuk tidak membangunkan Leon, lalu berjalan menuju kamar mandi.Sesampainya di sana, Ziva membuka seluruh pakaiannya, membiarkan air hangat dari shower mengalir di atas tubuhnya. Dia mencoba menenangkan pikirannya, merenungkan langkah-langkah yang harus dia ambil selanjutnya. Namun, ketika dia mendengar pintu kamar mandi terbuka, jantungnya langsung berdegup kencang.Leon masuk, matanya masih sedikit mengantuk, namun senyum kecil terlihat di wajahnya. "Pagi, sayang," katanya dengan suara lembut. Dia mendekati Ziva, niatnya jelas untuk bergabung dengannya di kamar mandi. Namun, ekspresi Ziva berubah seketika, tubuhnya menegang dan refleks menutupi dirinya dengan tangan.Leon berhenti di tempat, terkejut dengan reaksi Ziva. "Ad

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Dua Sisi

    Malam itu, setelah makan malam yang hangat namun sarat dengan keheningan penuh makna, Brok memanggil Ziva dan Leon untuk ikut dengannya ke sebuah tempat yang tak pernah mereka duga. Ziva, yang sudah mulai terbiasa dengan kejutan-kejutan dari Brok, mengikuti Leon dengan tenang namun penuh antisipasi. Mereka berjalan menuju perpustakaan pribadi Brok, sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan buku-buku kuno dan artefak antik. Di sini, suasana terasa tenang, hampir mistis, dengan cahaya lampu gantung yang memancarkan sinar lembut di ruangan. Brok berhenti di depan salah satu rak buku yang tampak biasa saja. Namun, saat dia menyentuh sebuah buku tua dengan sampul kulit, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Rak buku itu bergeser perlahan, memperlihatkan sebuah pintu rahasia di baliknya. Ziva menatap dengan takjub, sementara Leon tersenyum tipis, seolah sudah terbiasa dengan rahasia-rahasia ayahnya."Masuklah," kata Brok dengan nada tegas, mengisyaratkan mereka untuk mengikuti.Mereka melangk

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Menantu

    Seiring berjalannya waktu, Ziva semakin mengukuhkan posisinya sebagai istri Leon yang perhatian dan penuh dedikasi. Setiap pagi, Ziva bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan, mengurus keperluan rumah, dan memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan lancar. Brok semakin menyukai menantunya, merasa yakin bahwa Ziva adalah pilihan yang tepat untuk putranya.Leon dan Ziva sering menghabiskan waktu bersama, baik di rumah maupun di luar. Leon mengajak Ziva untuk berkenalan dengan para pengusaha dan rekan-rekannya, memperluas jaringan sosial mereka. Ziva selalu tampil anggun dan cerdas, memenangkan hati banyak orang dengan kepribadiannya yang menawan.Suatu hari, Leon mengajak Ziva untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis penting di sebuah hotel mewah. Di sana, mereka bertemu dengan banyak orang berpengaruh, termasuk beberapa mitra bisnis Brok. Leon merasa bangga memiliki Ziva di sisinya, melihat betapa mudahnya Ziva bergaul dengan semua orang."Ziva, kau benar-benar luar biasa. Kau membu

  • Pembalasan Dendam Nona Dingin   Awal Rencana

    Acara pernikahan yang meriah telah usai, dan para tamu sudah mulai pulang. Leon dan Ziva akhirnya berada di kamar pengantin mereka. Ruangan itu dihias dengan indah, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan kelopak bunga mawar tersebar di seluruh tempat tidur.Leon masuk ke dalam kamar, sedikit gugup namun penuh harapan. Ia menutup pintu perlahan, membiarkan Ziva masuk terlebih dahulu. Ziva tampak cantik dalam gaun tidurnya yang sederhana namun elegan. Mereka berdua berdiri canggung di tengah ruangan, merasakan ketegangan yang manis namun aneh."Ziva, ini... adalah malam yang sangat spesial bagi kita," kata Leon dengan suara lembut.Ziva tersenyum, namun ada kelelahan yang jelas terlihat di matanya. "Leon, aku benar-benar lelah. Hari ini sangat melelahkan, dan aku butuh istirahat."Leon mengangguk, mencoba menyembunyikan kekecewaannya. "Tentu, aku mengerti. Kita bisa beristirahat malam ini."Mereka berdua naik ke tempat tidur, berbaring berdampingan namun dengan jarak yang terasa. Le

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status