Share

06. Meminta Tolong

Author: Hannfirda
last update Last Updated: 2025-08-07 07:00:49

Tampan.

Luar biasa tampan.

Bahkan, Erick yang kurang ajar itu pun kalah tampan dengan sosok pria bertubuh kekar yang memesona di hadapan Selena saat ini.

"Siapa kau?" tanya pria itu lagi.

Selena tersadar, lantas berdiri sambil merapikan debu yang tertinggal pada gaun kurang bahannya. Melihat bagaimana penampilan Selena saat ini, pria itu membuang muka sembari mendecih pelan.

"Ah, jangan bilang kalau kau adalah salah satu gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna? Kau ingin menggodaku? Percuma saja kau melakukan semua ini. Keluar dari tendaku, Nona."

Selena mendongak, memberanikan diri menatap sepasang mata biru pria di hadapannya itu. "Permisi, tapi ... apakah kau tidak mengingat saya, Tuan Grand Duke?" tanya Selena pelan.

Alis kanan pria itu meninggi, lantas memberi tatapan meremehkan yang sudah membuat Selena kesal duluan. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan terjepit, mungkin dia akan melempari Jeffrey dengan sesuatu. Sayangnya, dia harus menahan keinginan tersebut untuk saat ini.

"Kita ... pernah bertemu sebelumnya, Tuan Grand Duke ...."

"Di rumah bordil? Maaf saja, tapi aku tidak tertarik untuk menyewa jasamu. Biarpun kau memang mempunyai tubuh yang seksi—ya aku mengakuinya, tapi aku tidak tertarik untuk melakukan hal semacam itu sekarang ini."

"O-oh?" Sempat-sempatnya Selena salah tingkah. "Aku terlihat seksi ya?"

Jeffrey mengernyit, lantas mendesah lelah. "Apa ini? Kalau kau datang ke tenda ini hanya untuk bermain-main, cepat pergi saja sana! Aku mau beristirahat."

"Eh!"

Selena tersadar. Gadis itu mendekat dua langkah. "Tuan Grand Duke, saya ... begini, saya ... saya adalah putri tunggal dari keluarga Marquees Douglass. Perkenalkan, nama saya Selena Douglass."

Mendengar nama keluarga tersebut, Jeffrey memindai penampilannya. Pria itu tampak menimbang-nimbang, sebelum akhirnya menggeleng lelah.

"Kau senang mengkhayal ya?"

Selena menganga. "Astaga, saya tidak berbohong, Tuan Grand Duke! Saya memang Selena! Selena Douglass."

"Lalu, semisal kau memang sosok Selena Douglass yang sesungguhnya, kenapa kau bisa berada di sini, hm? Bahkan, kau datang bersama rombongan Rumah Bordil Beruna dengan gaun kurang bahan seperti ini," tukas Jeffrey dibarengi tatapan menyelidik yang membuat Selena meremang.

"Ceritanya panjang, Tuan Grand Duke. Saya mohon ... bisakah Anda membantu saya agar bisa melarikan diri dari rumah bordil itu? Saya berjanji akan melakukan apa pun sebagai imbalannya. Apa pun yang Anda inginkan dari saya, saya akan melakukannya. Tapi sebelum itu, tolong selamatkanlah saya agar tidak kembali ke rumah bordil itu dan merelakan keperawanan saya, Tuan Grand Duke. Saya mohon ...."

Jeffrey melipat tangan di depan dada, memindai penampilan Selena sekali lagi lantaran memang mengenali ada yang familier dari wajah gadis di hadapannya itu.

"Selena Douglass, katamu?" tanya Jeffrey memastikan.

Selena cepat-cepat mengangguk. "Itu benar saya, Tuan Grand Duke."

"Apa buktinya?"

"Huh?"

"Kaupikir, kau bisa membohongiku semudah itu? Tidak. Aku harus melihat buktinya terlebih dahulu, apakah kau benar-benar seorang Selena Douglass atau tidak."

Tentu saja. Pria bergelar Grand Duke seperti Jeffrey tidak mungkin percaya begitu saja dengan sembarang orang. Justru, akan sangat aneh kalau pria dingin yang jarang bersosialisasi itu percaya padanya langsung pada pandangan pertama.

Untuk itulah, Selena meraih kalung dengan liontin emerald pada lehernya, lalu ditarik secepat mungkin. Disodorkannya kalung tersebut kepada Jeffrey dengan penuh kepastian.

"Emerald dari keluarga Marquees Douglass, Tuan Grand Duke."

Jeffrey menerima kalung tersebut, mengamati liontin yang gemerlap meski hanya disinari oleh sinar mentari yang menyeruak masuk melalui bukaan tenda.

"Kau tidak mencuri kalung ini?"

Selena menjatuhkan rahang. Ingin sekali dia berteriak sekeras mungkin tepat pada telinga Jeffrey, bahwa kalung emerald itu merupakan miliknya.

"Itu milik saya, Tuan Grand Duke. Ah, setetes darah!" Selena mengambil belati dari sabuk yang melingkari pinggang Jeffrey tanpa aba-aba, membuat sang empunya mendengkus kesal. Kemudian, Selena mengiris sedikit telapak tangannya, menjatuhkan tetesan darahnya pada liontin emerald tersebut, sembari mengembalikan belati milik Jeffrey.

Tidak perlu menunggu lama, terlihat bahwa emerald tersebut bersinar secara perlahan. Selena berbinar senang saat mendapati tatapan mata Jeffrey melunak. Walau tidak diperlihatkan secara gamblang, jelas sekali bila Jeffrey percaya akan dirinya.

Pembuktian semacam itu hanya berlaku bagi anggota keluarga yang memiliki darah asli dengan yang berada dalam pembuatan liontin emerald.

"Bagaimana? Apakah sekarang Anda percaya pada saya, Tuan Grand Duke? Saya memang benar Selena Douglass."

Jeffrey mendesah pasrah. "Duduklah terlebih dahulu sembari menceritakan apa yang sebenarnya terjadi padamu, Lady Douglass."

Selena tersenyum senang begitu Jeffrey mengakui dirinya dengan panggilan tersebut. Segera saja, gadis itu duduk di salah kursi yang berada dalam tenda itu, berhadapan dengan Jeffrey yang mulai meminum segelas wine-nya.

"Jadi, kenapa bisa Lady dari salah satu keluarga bangsawan lama bisa berada dalam situasi semacam ini?"

Selena terdiam selama beberapa saat. Dia memang harus menjelaskan segalanya kepada Jeffrey. Namun, mengingat bahwa yang melakukan ini adalah tunangannya serta adik angkatnya sendiri, Selena merasa sesak tak terkira.

Belum lagi, kenyataan bahwa kedua orang tuanya juga tidak membelanya, malah membela Mersya dengan segenap keyakinan. Perasaan penuh ketidakadilan itu menyesaki dada Selena hingga yang gadis itu lakukan hanya mengepalkan kedua tangan di atas pangkuannya erat-erat.

"Sebelum itu, bolehkah saya bertanya, Tuan Grand Duke?"

"Tentu. Silakan,"

"Apakah ... tidak ada pemberitahuan dari Ibu Kota tentang pencarian saya? Kalau saya sudah menghilang dari mansion selama ini, tentunya orang tua saya sudah khawatir terhadap keberadaan saya, 'kan?"

Selena menggigit bibir bawah, gugup menanti jawaban Jeffrey yang mungkin saja membawa sedikit kelegaan dalam hatinya.

Akan tetapi, Jeffrey menggeleng tanpa disisipi oleh kebohongan apa pun.

"Tidak. Tidak ada kabar apa pun dari Ibu Kota, Lady. Bahkan, burung pembawa pesan yang baru saja datang setengah jam lalu hanya berisi tentang pesan dari Kaisar."

Semua rasa sakit yang mendera Selena, seketika berubah menjadi keinginan untuk membalas dendam yang teramat sangat.

Bagaimana bisa?

Bagaimana bisa kedua orang tuanya yang seharusnya menjadi harapan satu-satunya malah tidak mencarinya sama sekali?

•••••

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   08. Perjanjian Awal

    "Apakah kau belum pernah berciuman sebelumnya, Lady?""Te-tentu saja sudah pernah, Tuan Grand Duke. Ha-hanya saja. ... waktu itu dengan—"Selena segera membungkam mulutnya. Kebencian itu kembali menyeruak, begitu teringat bahwa dia pernah berciuman dengan Arthur. Pekan lalu, saat berada di taman mansion keluarganya.Mendadak, dia merasa mual. Siapa yang mengira kalau bibir Arthur juga sudah berciuman dengan milik adik angkatnya yang bermuka dua itu?"Jadi, kau sudah pernah berciuman, bukan?" tanya Jeffrey sekali lagi.Selena mengangguk kikuk."Bagus. Berdiri.""Bagaimana, Tuan Grand Duke?""Kau mendengarnya—berdiri."Tidak mempunyai pilihan lain, Selena menurut. Gadis itu berdiri, tetapi langsung merasa ciut saat tatapan Jeffrey jatuh padanya seakan-akan tengah menelanjanginya saat itu juga."Mendekat."Selena melakukannya. Gadis itu mendekat tiga langkah, lalu berhenti tepat di hadapan Jeffrey yang masih duduk nyaman pada kursinya."Tuan Grand Duke ingin—akh!"Tanpa aba-aba, Jeffrey

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   07. Memulai Perjanjian

    "Apa?! Oh, maafkan saya, Tuan Grand Duke ...."Sandra segera menguasai diri saat tidak sengaja memperlihatkan keterkejutannya terhadap ucapan Jeffrey barusan. Ketika Sandra sedang mencari keberadaan Selena, dia mampir ke tenda Grand Duke dan mendapati Selena sudah duduk nyaman di kursi terdekat dengan gaun yang lebih sederhana."Kau tidak salah dengar, Nona. Aku akan membawa gadis yang satu ini sebagai gadis simpananku. Katakan! Berapa koin emas yang kalian butuhkan?"Mendengar kata 'koin emas', sepasang mata Sandra berbinar senang. Tentu saja. Uang adalah yang utama di saat seperti ini. Mau dengan cara menjual salah satu gadis di rumah bordil atau tidak, semuanya tidak menjadi masalah selama mendapatkan uang yang banyak."Kata Madam Tussell tadi, gadis ini seharga seratus ratus koin emas, Tuan Grand Duke, sebab dia masih perawan."Selena nyaris tak memercayai pendengarannya. Jadi, keperawanan seseorang hanya dihargai sebanyak itu? Sebesar dua ekor kambing yang diperjualbelikan di pas

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   06. Meminta Tolong

    Tampan.Luar biasa tampan.Bahkan, Erick yang kurang ajar itu pun kalah tampan dengan sosok pria bertubuh kekar yang memesona di hadapan Selena saat ini."Siapa kau?" tanya pria itu lagi.Selena tersadar, lantas berdiri sambil merapikan debu yang tertinggal pada gaun kurang bahannya. Melihat bagaimana penampilan Selena saat ini, pria itu membuang muka sembari mendecih pelan."Ah, jangan bilang kalau kau adalah salah satu gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna? Kau ingin menggodaku? Percuma saja kau melakukan semua ini. Keluar dari tendaku, Nona."Selena mendongak, memberanikan diri menatap sepasang mata biru pria di hadapannya itu. "Permisi, tapi ... apakah kau tidak mengingat saya, Tuan Grand Duke?" tanya Selena pelan.Alis kanan pria itu meninggi, lantas memberi tatapan meremehkan yang sudah membuat Selena kesal duluan. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan terjepit, mungkin dia akan melempari Jeffrey dengan sesuatu. Sayangnya, dia harus menahan keinginan tersebut untuk saat i

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   05. Melarikan Diri

    "Selena menghilang?"Asha mengangguk dengan berurai air mata. "Lady Douglass tidak ada di kamarnya saat saya memeriksa pagi ini, Tuan Marquees."Erick Douglass memiringkan kepala, lantas menatap sang istri yang tampaknya tidak terganggu sama sekali. "Belakangan, Selena memang sedikit terganggu kejiwaannya, Asha. Saya paham kalau kau adalah pelayan pribadi Selena yang sudah membersamai selama tujuh tahun ini, tetapi sepertinya Selena hanya sekadar melarikan diri untuk sementara saja."Asha hendak menimpali perkataan dari tuan besarnya itu, tetapi didahului oleh Marlinda yang berkata, "semalam Selena sudah kelewatan. Mungkin saja, dia hanya mencari udara segar untuk sementara waktu, Asha. Kau tidak perlu khawatir. Memangnya dia mau pergi ke mana? Dia tidak punya tujuan lain selain menetap di manor ini, Asha.""Teruskan saja pekerjaanmu, Asha! Terima kasih karena sudah memberi tahu, tapi saya yakin kalau Selena tidak apa-apa," sambung Erick tanpa beban sedikit pun.Asha menganga, tidak p

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   04. Dijual

    Selena tidak bisa memejamkan mata barang sedetik. Hari ini merupakan hari kehancuran yang tidak pernah akan dia terima. Tidak dipercaya oleh kedua orang tuanya sendiri, bahkan mendapatkan tamparan dari sang ibu yang selama ini sangat disayanginya. Di tengah lamunan yang membuat lupa waktu itu, Selena mendengar sesuatu yang berasal dari beranda kamarnya. Waspada, gadis itu berdiri sembari membawa salah satu cawan lilin terdekat. "Si-siapa di sana ...?" tanyanya yang hanya dibalas oleh embusan angin. Selena hendak memanggil pengawal yang berjaga di bagian lain manor, tetapi sadar bahwa mungkin pada saat ini tidak ada yang ditempatkan di dekat kamarnya. Kenyataannya, Selena tidak pernah benar-benar mendapatkan pengawalan ketat. Berbeda halnya dengan Mersya yang selalu mendapatkan apa pun yang terbaik dari kedua orang tuanya. Gadis itu tersenyum getir, menyadari jika hidupnya tidak lebih dari pajangan yang disetujui oleh keluarganya saja. Padahal, dia adalah anak kandung yang tersis

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   03. Drama Licik

    Malam itu, Selena merebahkan diri di ranjang lama mendiang saudara laki-lakinya. Sekarang, dia memutuskan untuk menempati kamar tersebut mulai dari sekarang. Dia tidak tahu, kenapa kedua orang tuanya bisa sangat membela Mersya melebihi dirinya sendiri yang merupakan putri kandung mereka.Selama ini, dia telah berusaha menjadikan nama keluarganya senantiasa eksis. Mendatangi beberapa pertemuan penting di istana sebagai perwakilan keluarga Marquees Douglass, bahkan menghadiri pesta-pesta perjamuan yang sebenarnya sangat menguras tenaga.Selena mendudukkan diri, memikirkan apa yang harus dilakukan supaya pertunangannya dengan Arthur batal. "Aku tidak mungkin menikah dengan seseorang yang bahkan sudah memiliki niat untuk menduakanku sebelum resmi menikah," gumamnya, mulai memutar otak.Setelah berpikir selama beberapa saat, gadis itu mengembuskan napas lelah. "Tidak ada yang percaya padaku ...."Selena ingin kembali menjatuhkan tangis, tetapi dia sudah terlalu lelah akan apa saja yang t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status