"Apa?! Oh, maafkan saya, Tuan Grand Duke ...."
Sandra segera menguasai diri saat tidak sengaja memperlihatkan keterkejutannya terhadap ucapan Jeffrey barusan. Ketika Sandra sedang mencari keberadaan Selena, dia mampir ke tenda Grand Duke dan mendapati Selena sudah duduk nyaman di kursi terdekat dengan gaun yang lebih sederhana. "Kau tidak salah dengar, Nona. Aku akan membawa gadis yang satu ini sebagai gadis simpananku. Katakan! Berapa koin emas yang kalian butuhkan?" Mendengar kata 'koin emas', sepasang mata Sandra berbinar senang. Tentu saja. Uang adalah yang utama di saat seperti ini. Mau dengan cara menjual salah satu gadis di rumah bordil atau tidak, semuanya tidak menjadi masalah selama mendapatkan uang yang banyak. "Kata Madam Tussell tadi, gadis ini seharga seratus ratus koin emas, Tuan Grand Duke, sebab dia masih perawan." Selena nyaris tak memercayai pendengarannya. Jadi, keperawanan seseorang hanya dihargai sebanyak itu? Sebesar dua ekor kambing yang diperjualbelikan di pasaran? Ingin sekali Selena berteriak, memberikan ceramah panjang lebar kalau tidak boleh menganggap remeh hidup seseorang. Namun, dia bisa berbuat apa untuk saat ini? Biarpun Jeffrey setuju untuk membantunya, secara tidak langsung dia malah menjadi tawanan pria itu. "Seratus?" Jeffrey terlihat menahan diri untuk tidak berceletuk, alih-alih pria itu meraih sekantung koin emas dari salah satu peti kecil yang berada di meja terdekat. "Hitung sendiri berapa itu. Terserah kau mau memberikan seratus koin emas kepada Madam Tussell dan menggunakan sisanya untuk dirimu sendiri, aku tidak peduli. Yang jelas, setelah ini jangan sampai ada yang mencari Selena lagi. Paham?" Walaupun Sandra tidak memahami apa yang membuat Jeffrey membeli Selena, pada akhirnya Sandra mengangguk penuh antusias sembari membuka kantung uang yang disodorkan oleh Jeffrey. Gadis itu senang sekali saat berbalik keluar tenda dan menghitung jumlah koin emas yang lebih dari seratus koin itu. Begitu Sandra keluar, Jeffrey mendesah panjang. "Kau benar-benar dijual secara murah oleh tunanganmu itu, Lady Selena." Selena mau mendumal, tetapi ditahan. "Mantan tunangan, Tuan Grand Duke. Bahkan, saya tidak sudi kalau harus melihat wajahnya yang menyebalkan itu lagi." "Begitu juga dengan adik angkatmu yang selama ini menjadi kebanggaan keluarga Marquees Douglass?" tanya Jeffrey, sengaja menyindir. "Sepertinya Anda mendapatkan informasi yang salah, Tuan Grand Duke. Kebanggaan keluarga Marquees Douglass adalah saya—karena sayalah yang sudah melakukan apa pun demi nama keluarga kam." Jeffrey duduk di seberang Selena, memiringkan kepala penuh kesangsian. "Salah, Lady. Aku tidak tahu apa yang selama ini terjadi padamu, tapi aku berani menjamin kalau kedua orang tuamu pun selalu membangga-banggakan adik angkatmu itu saat kami tidak sengaja bertemu di Istana atau di mana saja." Selena terperangah. Tadinya dia mau bertanya, apakah pria itu sedang bergurau atau tidak. Namun, melihat jika Jeffrey tidak sedang melucu, Selena kembali merasakan sesak yang teramat sangat. Jadi, selama ini kedua orang tuanya sendiri selalu membangga-banggakan adik angkatnya yang bermuka dua itu? Padahal, dia yang senantiasa memutar otak, berusaha mencuri atensi orang-orang agar tetap memandang tinggi nama keluarganya yang telah berdiri sejak lama. "Ternyata ... selama ini aku sudah dibohongi ya ...?" Selena tidak tahu harus menertawai kebodohannya atau menangis. Satu yang pasti, dia tidak pernah sekecewa ini terhadap seseorang dan sesuatu. Kebencian baru seakan-akan berkumpul menjadi resolusi yang sangat ingin Selena balaskan. Jeffrey yang sedari tadi mengamati Selena dengan sepasang mata cokelat tajamnya lantas berkata, "sekarang kalau sudah begini, apa yang ingin kaulakukan, Lady? Membalas dendam?" "Bisakah? Saya ... saya sangat ingin melakukannya," cicitnya pelan. "Tentu. Semua orang berhak membalas dendam. Kau sudah dijual sampai sejauh ini, bahkan kabarnya masih tidak ada burung pembawa pesan yang mengabarkan tentang hilangnya seseorang dari Ibu Kota. Artinya; mereka memang tidak mau mencarimu." Selena membenci kenyataan bahwa apa yang dikatakan Jeffrey memang benar. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, dia telah menyimpan rencana balas dendam terhadap keluarganya sendiri sejak mengetahui perselingkuhan di antara Erick dan Mersya. "Apakah kau masih tertahan karena selama ini tidak pernah melawan dan menjadi burung dalam sangkar mereka?" terka Jeffrey, tepat sasaran. Selena terkesiap. Benar. Sepertinya memang benar begitu. Selama ini dia berharap menjadi yang terbaik, mendapatkan pujian dari kedua orang tuanya atas segala hal yang diperbuat. Namun, melihat akhirnya seperti ini, tidak adil kalau dia terus-terusan mengalah, 'kan? "Saya ... mau membalas dendam, Tuan Grand Duke ...." Sekilas, terlihat jika sudut bibir Jeffry sempat tertarik ke atas. Namun, menghilang tidak lama setelahnya. "Bagus. Sudah tahu siapa target balas dendammu? Mulai dari pertama dan yang terakhir? Yang akan paling menderita di akhir?" "Mersya. Tentu saja dia yang terakhir." "Itu dia. Kau sudah memantapkan pilihanmu, 'kan? Tidak apa-apa, utarakan saja apa yang ingin kaulakukan. Tapi, sebelum aku mendengar lebih jauh tentang rencana balas dendammu itu, apa yang akan kau berikan padaku sebagai imbalan atas bantuanku ini, Lady Douglass?" "Eh?" "Tentunya kau memahami bahwa aku bukanlah sembarang orang yang bisa diajak bekerjasama tanpa balasan menguntungkan apa pun, Lady. Kupikir kau sudah memperkirakan hal itu sebelum memasuki tenda ini." Selena mencengkeram pinggiran kursi erat-erat. Kalau begini jadinya, dia seperti keluar dari kandang buaya, tetapi masuk ke kandang singa! "Jadi, apa imbalan yang akan kudapatkan, Lady Selena?" tanya Jeffrey dengan seringaian yang membuat Selena merinding. Seketika, rumor tentang sosok Jeffrey yang kejam dan tiran mulai terbukti benar. "A-apa pun? Bukankah saya sudah mengatakannya tadi, Tuan Grand Duke? Saya akan melakukan apa pun agar Tuan Grand Duke mau mengeluarkan saya dari rumah bordil dan ... membawa saya kembali ke Ibu Kota ...." Meskipun Selena mulai mendapatkan firasat yang tidak mengenakkan, dia tetap memantapkan diri. Dia sudah melangkah sejauh ini. Tidak mungkin mundur begitu saja, 'kan? Lagi pula, bukankah menguntungkan kalau dia mendapatkan bantuan dari orang seberpengaruh Grand Duke Jeffrey itu sendiri? "Apa pun?" seringai Jeffrey kian melebar. "Jangan menyesali ucapanmu barusan, Lady. Paham?" "Ba-baik—" "Cium aku." "Ha?" "Kau mendengarku, Lady. Cium aku." •••••"Apakah kau belum pernah berciuman sebelumnya, Lady?""Te-tentu saja sudah pernah, Tuan Grand Duke. Ha-hanya saja. ... waktu itu dengan—"Selena segera membungkam mulutnya. Kebencian itu kembali menyeruak, begitu teringat bahwa dia pernah berciuman dengan Arthur. Pekan lalu, saat berada di taman mansion keluarganya.Mendadak, dia merasa mual. Siapa yang mengira kalau bibir Arthur juga sudah berciuman dengan milik adik angkatnya yang bermuka dua itu?"Jadi, kau sudah pernah berciuman, bukan?" tanya Jeffrey sekali lagi.Selena mengangguk kikuk."Bagus. Berdiri.""Bagaimana, Tuan Grand Duke?""Kau mendengarnya—berdiri."Tidak mempunyai pilihan lain, Selena menurut. Gadis itu berdiri, tetapi langsung merasa ciut saat tatapan Jeffrey jatuh padanya seakan-akan tengah menelanjanginya saat itu juga."Mendekat."Selena melakukannya. Gadis itu mendekat tiga langkah, lalu berhenti tepat di hadapan Jeffrey yang masih duduk nyaman pada kursinya."Tuan Grand Duke ingin—akh!"Tanpa aba-aba, Jeffrey
"Apa?! Oh, maafkan saya, Tuan Grand Duke ...."Sandra segera menguasai diri saat tidak sengaja memperlihatkan keterkejutannya terhadap ucapan Jeffrey barusan. Ketika Sandra sedang mencari keberadaan Selena, dia mampir ke tenda Grand Duke dan mendapati Selena sudah duduk nyaman di kursi terdekat dengan gaun yang lebih sederhana."Kau tidak salah dengar, Nona. Aku akan membawa gadis yang satu ini sebagai gadis simpananku. Katakan! Berapa koin emas yang kalian butuhkan?"Mendengar kata 'koin emas', sepasang mata Sandra berbinar senang. Tentu saja. Uang adalah yang utama di saat seperti ini. Mau dengan cara menjual salah satu gadis di rumah bordil atau tidak, semuanya tidak menjadi masalah selama mendapatkan uang yang banyak."Kata Madam Tussell tadi, gadis ini seharga seratus ratus koin emas, Tuan Grand Duke, sebab dia masih perawan."Selena nyaris tak memercayai pendengarannya. Jadi, keperawanan seseorang hanya dihargai sebanyak itu? Sebesar dua ekor kambing yang diperjualbelikan di pas
Tampan.Luar biasa tampan.Bahkan, Erick yang kurang ajar itu pun kalah tampan dengan sosok pria bertubuh kekar yang memesona di hadapan Selena saat ini."Siapa kau?" tanya pria itu lagi.Selena tersadar, lantas berdiri sambil merapikan debu yang tertinggal pada gaun kurang bahannya. Melihat bagaimana penampilan Selena saat ini, pria itu membuang muka sembari mendecih pelan."Ah, jangan bilang kalau kau adalah salah satu gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna? Kau ingin menggodaku? Percuma saja kau melakukan semua ini. Keluar dari tendaku, Nona."Selena mendongak, memberanikan diri menatap sepasang mata biru pria di hadapannya itu. "Permisi, tapi ... apakah kau tidak mengingat saya, Tuan Grand Duke?" tanya Selena pelan.Alis kanan pria itu meninggi, lantas memberi tatapan meremehkan yang sudah membuat Selena kesal duluan. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan terjepit, mungkin dia akan melempari Jeffrey dengan sesuatu. Sayangnya, dia harus menahan keinginan tersebut untuk saat i
"Selena menghilang?"Asha mengangguk dengan berurai air mata. "Lady Douglass tidak ada di kamarnya saat saya memeriksa pagi ini, Tuan Marquees."Erick Douglass memiringkan kepala, lantas menatap sang istri yang tampaknya tidak terganggu sama sekali. "Belakangan, Selena memang sedikit terganggu kejiwaannya, Asha. Saya paham kalau kau adalah pelayan pribadi Selena yang sudah membersamai selama tujuh tahun ini, tetapi sepertinya Selena hanya sekadar melarikan diri untuk sementara saja."Asha hendak menimpali perkataan dari tuan besarnya itu, tetapi didahului oleh Marlinda yang berkata, "semalam Selena sudah kelewatan. Mungkin saja, dia hanya mencari udara segar untuk sementara waktu, Asha. Kau tidak perlu khawatir. Memangnya dia mau pergi ke mana? Dia tidak punya tujuan lain selain menetap di manor ini, Asha.""Teruskan saja pekerjaanmu, Asha! Terima kasih karena sudah memberi tahu, tapi saya yakin kalau Selena tidak apa-apa," sambung Erick tanpa beban sedikit pun.Asha menganga, tidak p
Selena tidak bisa memejamkan mata barang sedetik. Hari ini merupakan hari kehancuran yang tidak pernah akan dia terima. Tidak dipercaya oleh kedua orang tuanya sendiri, bahkan mendapatkan tamparan dari sang ibu yang selama ini sangat disayanginya. Di tengah lamunan yang membuat lupa waktu itu, Selena mendengar sesuatu yang berasal dari beranda kamarnya. Waspada, gadis itu berdiri sembari membawa salah satu cawan lilin terdekat. "Si-siapa di sana ...?" tanyanya yang hanya dibalas oleh embusan angin. Selena hendak memanggil pengawal yang berjaga di bagian lain manor, tetapi sadar bahwa mungkin pada saat ini tidak ada yang ditempatkan di dekat kamarnya. Kenyataannya, Selena tidak pernah benar-benar mendapatkan pengawalan ketat. Berbeda halnya dengan Mersya yang selalu mendapatkan apa pun yang terbaik dari kedua orang tuanya. Gadis itu tersenyum getir, menyadari jika hidupnya tidak lebih dari pajangan yang disetujui oleh keluarganya saja. Padahal, dia adalah anak kandung yang tersis
Malam itu, Selena merebahkan diri di ranjang lama mendiang saudara laki-lakinya. Sekarang, dia memutuskan untuk menempati kamar tersebut mulai dari sekarang. Dia tidak tahu, kenapa kedua orang tuanya bisa sangat membela Mersya melebihi dirinya sendiri yang merupakan putri kandung mereka.Selama ini, dia telah berusaha menjadikan nama keluarganya senantiasa eksis. Mendatangi beberapa pertemuan penting di istana sebagai perwakilan keluarga Marquees Douglass, bahkan menghadiri pesta-pesta perjamuan yang sebenarnya sangat menguras tenaga.Selena mendudukkan diri, memikirkan apa yang harus dilakukan supaya pertunangannya dengan Arthur batal. "Aku tidak mungkin menikah dengan seseorang yang bahkan sudah memiliki niat untuk menduakanku sebelum resmi menikah," gumamnya, mulai memutar otak.Setelah berpikir selama beberapa saat, gadis itu mengembuskan napas lelah. "Tidak ada yang percaya padaku ...."Selena ingin kembali menjatuhkan tangis, tetapi dia sudah terlalu lelah akan apa saja yang t