"Selena menghilang?"
Asha mengangguk dengan berurai air mata. "Lady Douglass tidak ada di kamarnya saat saya memeriksa pagi ini, Tuan Marquees." Erick Douglass memiringkan kepala, lantas menatap sang istri yang tampaknya tidak terganggu sama sekali. "Belakangan, Selena memang sedikit terganggu kejiwaannya, Asha. Saya paham kalau kau adalah pelayan pribadi Selena yang sudah membersamai selama tujuh tahun ini, tetapi sepertinya Selena hanya sekadar melarikan diri untuk sementara saja." Asha hendak menimpali perkataan dari tuan besarnya itu, tetapi didahului oleh Marlinda yang berkata, "semalam Selena sudah kelewatan. Mungkin saja, dia hanya mencari udara segar untuk sementara waktu, Asha. Kau tidak perlu khawatir. Memangnya dia mau pergi ke mana? Dia tidak punya tujuan lain selain menetap di manor ini, Asha." "Teruskan saja pekerjaanmu, Asha! Terima kasih karena sudah memberi tahu, tapi saya yakin kalau Selena tidak apa-apa," sambung Erick tanpa beban sedikit pun. Asha menganga, tidak percaya dengan respons yang diberikan oleh pasangan tersebut. Sementara itu, Mersya yang menyantap sarapan dalam diam, ingin sekali berteriak kesenangan. Pasangan Douglass yang telah mengangkatnya sebagai bagian dari keluarga Marquees tersebut, rupanya sampai tidak memercayai putri kandung mereka satu-satunya itu. Merasa tidak mampu mengatakan apa pun lagi, Asha pamit undur diri. Walaupun jawaban yang diberikan oleh pasangan Douglass diyakini seperti itu, tetapi Asha percaya jika Selena tidak mungkin pergi tanpa pemberitahuan sama sekali. Melewati halaman depan, sosok Arthur keluar dari kereta kuda milik keluarganya. Asha berhenti, berharap jika Arthur akan mendengar kegelisahannya kali ini. "Sir Arthur Oblenorth Maaf mengganggu waktunya, saya adalah pelayan pribadi Lady Selena Douglass, saya ingin memberi tahu bahwa Lady Douglass tidak ada di kamarnya saat saya mengecek pagi ini. Saya sudah berkata kepada Marquees dan Marchioness, tetapi tidak digubris dan menganggap jika Lady Selena hanya sekadar pergi—" "Lalu? Kau mau aku melakukan apa?" "Huh?" Asha mengerjap beberapa kali, bertambah bingung dengan ketidakpedulian yang tampak pada tampang Arthur saat ini. "Sir Oblenorth, bukankah Lady Douglass adalah tunangan Anda? Mengapa—" "Lady Douglass yang mana?" "Tentu saja Lady Selena, Sir." Arthur mengendikkan bahu. "Asal kau tahu, Asha. Aku berniat untuk membatalkan pertunanganku dengan Lady-mu yang kejiwaannya patut dipertanyakan itu. Dia sudah sembarangan menuduhku berselingkuh dengan Mersya, padahal selama ini aku selalu sabar mencari perhatiannya. Jadi, mungkin memang benar—barangkali saja Lady Douglass-mu itu hanya sekadar pergi di saat orang-orang di manor tidak ada yang sadar." "Ta-tapi, Sir ...." "Ah, sudahlah! Sarapannya sudah dimulai? Aku mau menyatakan niatku untuk membatalkan pertunangan dengan Selena sekarang juga, sebelum terlambat." "I-iya, sarapannya baru saja dimulai beberapa menit yang lalu, Sir Oblenorth," balas Asha pelan. "Bagus. Omong-omong, terima kasih atas informasinya!" Dengan penuh semangat, Arthur menggerakkan tungkainya menuju ruang makan. Asha mematung selama beberapa saat, memikirkan apa yang sedang terjadi di kediaman megah keluarga Douglass ini. "Lady Selena tidak ada, tapi semuanya ... tidak ada yang peduli ...." ••••• Madam Tussell. Dialah pemilik Rumah Bordil Beruna yang saat ini sepi senyap itu. Bukan karena tidak laku, tetapi para pengunjung dan setengah dari para gadis panggilan sedang terlelap setelah malam panas yang panjang. Selena telah berganti pakaian dengan gaun berenda yang tipis dan sengaja memperlihatkan lekuk tubuhnya. Gadis itu menggigit bibir bawah kuat-kuat, tidak mendengarkan penjelasan Madam Tussell sama sekali. Dia harus mencari cara untuk keluar dari rumah bordil ini. Tidak mungkin dia menyerah begitu saja, kemudian membiarkan Arthur dan Mersya tertawa di atas penderitaannya sekarang ini. 'Pasti Ayah dan Ibu sedang mencariku sekarang ini, 'kan?' terkanya dalam hati. Bagaimanapun juga, dia adalah penerus utama keluarga Marquees Douglass. Dia telah berjuang, sampai nama Douglass tetap berjaya walaupun jarang memberikan kontribusi besar terhadap kekaisaran. Seharusnya, kedua orang tuanya sudah mencarinya. Dia hanya perlu mengulur waktu, sebab jarak antara Marlavees dan Beruna membutuhkan beberapa jam dengan menaiki kuda. Bila pencairan atas dirinya dimulai, mungkin akan memakan waktu satu atau dua hari lamanya. Masalahnya, dia takkan bisa bertahan selama itu di tempat ini tanpa terjamah oleh siapa pun. "Bagi para gadis baru, kalian harus menggoda pelanggan kita dengan cara yang sudah saya contohkan tadi. Paham?" "Paham, Madam!" Selena tidak paham sama sekali. Kenapa dia harus menggoda orang asing yang datang ke tempat ini hanya untuk memuaskan nafsu belaka? "Sekarang, bersiaplah! Sebentar lagi, beberapa dari kalian harus pergi ke perkemahan Grand Duke untuk menghibur para pasukannya. Siapa tahu, mungkin saja salah satu dari kalian berhasil memasuki tendanya Grand Duke." Perkataan Madam Tussell mengundang gumaman dari para gadis yang berisikan antusiasme tinggi. Selena menggeleng pelan. Tidak mungkin dia merelakan keperawanannya di tempat seperti ini. Dia bukan gadis semacam itu. "Semoga saja, malam ini Grand Duke Jeffrey memilih salah satu dari kita. Hampir dua pekan dia berada di perbatasan, tetapi tidak pernah meluangkan waktu untuk melepaskan stres dengan bersama kita." "Iya, aku penasaran sekali, seberapa tampan Grand Duke Jeffrey ya?" "Oh, dia itu tampan sekali dan gagah! Sayangnya, tiap kali para gadis bertandang ke perkemahan untuk menghibur para pasukan, Grand Duke Jeffrey malah berdiam diri di tendanya dan tidak mau keluar sama sekali. Padahal, seluruh pasukannya bersenang-senang. Hanya dia sendiri yang berada di tenda, seperti pertapa saja." Selena yang tadinya hendak menyelinap keluar secara diam-diam, segera menghentikan langkah. Grand Duke Jeffrey yang menguasai Marlavees, merupakan orang kedua yang mempunyai kekuasaan mutlak setelah Kaisar sendiri. "Kalau tidak salah, aku pernah bertemu dengan Grand Duke Jeffrey saat pesta perjamuan ulang tahun Pangeran Ketiga waktu itu. Apakah dia masih mengingatku kalau aku datang ke tendanya dan meminta bantuan?" Selena menarik napas perlahan, memantapkan diri. "Ya, tidak ada salahnya mencoba. Hanya itu jalan satu-satunya agar aku tidak berakhir di tempat seperti ini." Tidak lama kemudian, Madam Tussell menunjuk beberapa gadis untuk mendatangi perkemahan Grand Duke. "Siapa namamu anak baru? Aku lupa," tanya Madam Tussell, berhenti tepat di depan Selena yang tertunduk—sibuk memikirkan cara untuk menyelinap keluar. "Se-selena, Madam ...." "Perawan?" Selena mengangguk pelan. "Kalau begitu—Sandra?" Sandra, gadis tangan kanan Madam Tussell mendekat. "Iya, Madam?" "Bawa perawan ini denganmu! Coba tawarkan kepada Grand Duke. Kalau beliau tidak mau, tawarkan kepada jajaran jenderal. Kalau masih ada yang tidak mau, bawa kembali ke sini dengan catatan jangan disentuh oleh siapa pun. Mengerti? Perawan sepertinya tentunya bisa menghasilkan uang yang lebih banyak." "Baik, Madam." Selena mengepalkan tangan. Harga dirinya terluka mendengar ucapan Madam Tussell. Namun, demi kelancaran misi melarikan diri, Selena memutuskan untuk diam dan berpura-pura tertunduk malu. Selepas memilih gadis yang mana saja, sekelompok gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna itu menaiki kereta kuda yang telah dipersiapkan menuju perkemahan Grand Duke. Perjalanan menuju perkemahan memakan waktu lima belas menit. Tiba di sana, Selena tidak sanggup mengangkat kepalanya lantaran mendengar sorakan dari para pasukan. Beberapa ingin langsung menarik para gadis panggilan menuju tenda masing-masing, tetapi ada pula yang secara terang-terangan bercumbu di tempat terbuka. Di tengah kesibukan tersebut, Selena menyelinap pergi untuk mencari tenda Grand Duke. "Tenda yang paling besar tentulah milik Grand Duke Jeffrey," gumamnya seraya mencari tenda yang paling besar di sana. Dekat dengan sungai, terdapat tenda berwarna biru tua yang memiliki emblem dari keluarga Doretrich. Tidak salah lagi, tenda tersebut merupakan tenda yang ditempati oleh Grand Duke Jeffrey. Maka, secepat kilat, Selena berlari menuju tenda tersebut. Baru saja menyibakkan penutup tenda, tiba-tiba saja Selena bertabrakan dengan seseorang. "Siapa kau?" •••••Grand Duke Jeffrey memasuki aula dengan penuh percaya diri, disertai tampang dingin tak bersahabat yang kerap pria itu pasang setiap harinya. Sebetulnya, dia sangat membenci agenda semacam ini. Jeffrey dikenal dingin dan tegas. Kalau tidak menyukai sesuatu, tentu pria itu akan berkata secara terus terang. Tadinya, dia ingin berkata kepada Sang Kaisar bahwa pesta perjamuan seperti ini hanya akan membuang waktu berharganya saja. Namun, setelah dia bertemu dengan Selena dan memutuskan untuk membantu rencana balas dendam gadis itu, mendadak Jeffrey jadi bersemangat—seperti halnya saat ini.Pria itu melirik sosok Mersya yang berdiri di tepi karpet merah, mematung lantaran mendapati eksistensi Selena yang melangkah penuh keanggunan tepat di belakangnya. Mungkin jika siapa pun berpikir Mersya baru saja melihat hantu, mereka pastinya akan percaya. Sebab, Jeffrey ingin sekali melayangkan tawa meremehkannya saat melihat betapa pucat wajah putri angkat dari keluarga Marquees Douglass yang satu
"Karena kau akan datang sebagai calon istriku, kau harus memakai gaun yang paling mahal dan berkelas dari sini, Lady Selena."Selena menggigit bibir bawahnya. Perintah Jeffrey yang satu itu sangat sulit untuk ditolak. Selama ini, dia memang mendapatkan gaun dengan kualitas terbaik saat berada di kediaman Douglass. Namun, tentu saja tidak sebagus seperti yang kerap diberikan kepada Mersya.Gadis itu menghela napas secara perlahan, menyadari bahwa selama ini dirinya sudah mengalah sebanyak itu. Sampai-sampai kenyamanannya sendiri dikesampingkan hanya untuk membuat senang adik angkatnya itu."Ada apa? Apa kau tidak menyukai pilihan gaun yang ada saat ini?" tanya Jeffrey dengan mata memicing."Ah, tidak, Tuan Grand Duke. Justru, saya tidak pernah memiliki gaun dengan kualitas sebaik ini," ungkap Selena, kembali memindai beberapa gaun yang sudah dipilihkan."Tidak pernah? Kau adalah Lady Douglass, Lady Selena. Kenapa tidak pernah memiliki gaun dengan kualitas seperti ini? Bagiku, ini sudah
Bruk!Kegiatan yang dilakukan oleh Arthur dan Mersya pun terhenti. Sepasang manusia yang hendak mencapai puncak kenikmatan itu melongok keluar paviliun untuk mencari asal suara tersebut."Suara apa tadi itu?" Mersya merapikan kembali gaunnya. "Apa kubilang, Tuan Arthur? Tidak seharusnya kita melakukannya di luar ruangan seperti ini. Sekarang, bagaimana kalau ada yang memergoki, huh?"Arthur mengacak rambutnya kasar. Kesal sekali karena kegiatan panas mereka terhenti begitu saja. Pria muda itu melangkah keluar paviliun, mengedar pandang. "Tidak ada siapa-siapa? Apakah kucing? Di sini ada kucing yang suka berkeliaran tidak?" tanya Arthur seraya kembali untuk memeluk Mersya penuh nafsu.Mersya yang sama-sama masih belum mengendalikan diri dari penyatuan panas mereka tadi, membiarkan Arthur melakukan yang pria muda itu mau. Meski begitu, dalam hati dia tidak bisa berbohong jika sedang dipenuhi kecemasan.Bagaimana jika orang tua angkatnya tahu?Bisa-bisa mereka kecewa padanya. Namun, men
"Apakah kau belum pernah berciuman sebelumnya, Lady?""Te-tentu saja sudah pernah, Tuan Grand Duke. Ha-hanya saja. ... waktu itu dengan—"Selena segera membungkam mulutnya. Kebencian itu kembali menyeruak, begitu teringat bahwa dia pernah berciuman dengan Arthur. Pekan lalu, saat berada di taman mansion keluarganya.Mendadak, dia merasa mual. Siapa yang mengira kalau bibir Arthur juga sudah berciuman dengan milik adik angkatnya yang bermuka dua itu?"Jadi, kau sudah pernah berciuman, bukan?" tanya Jeffrey sekali lagi.Selena mengangguk kikuk."Bagus. Berdiri.""Bagaimana, Tuan Grand Duke?""Kau mendengarnya—berdiri."Tidak mempunyai pilihan lain, Selena menurut. Gadis itu berdiri, tetapi langsung merasa ciut saat tatapan Jeffrey jatuh padanya seakan-akan tengah menelanjanginya saat itu juga."Mendekat."Selena melakukannya. Gadis itu mendekat tiga langkah, lalu berhenti tepat di hadapan Jeffrey yang masih duduk nyaman pada kursinya."Tuan Grand Duke ingin—akh!"Tanpa aba-aba, Jeffrey
"Apa?! Oh, maafkan saya, Tuan Grand Duke ...." Sandra segera menguasai diri saat tidak sengaja memperlihatkan keterkejutannya terhadap ucapan Jeffrey barusan. Ketika Sandra sedang mencari keberadaan Selena, dia mampir ke tenda Grand Duke dan mendapati Selena sudah duduk nyaman di kursi terdekat dengan gaun yang lebih sederhana. "Kau tidak salah dengar, Nona. Aku akan membawa gadis yang satu ini sebagai gadis simpananku. Katakan! Berapa koin emas yang kalian butuhkan?" Mendengar kata 'koin emas', sepasang mata Sandra berbinar senang. Tentu saja. Uang adalah yang utama di saat seperti ini. Mau dengan cara menjual salah satu gadis di rumah bordil atau tidak, semuanya tidak menjadi masalah selama mendapatkan uang yang banyak. "Kata Madam Tussell tadi, gadis ini seharga seratus ratus koin emas, Tuan Grand Duke, sebab dia masih perawan." Selena nyaris tak memercayai pendengarannya. Jadi, keperawanan seseorang hanya dihargai sebanyak itu? Sebesar dua ekor kambing yang diperjualbelik
Tampan. Luar biasa tampan. Bahkan, Arthur yang kurang ajar itu pun kalah tampan dengan sosok pria bertubuh kekar yang memesona di hadapan Selena saat ini. "Siapa kau?" tanya pria itu lagi. Selena tersadar, lantas berdiri sambil merapikan debu yang tertinggal pada gaun kurang bahannya. Melihat bagaimana penampilan Selena saat ini, pria itu membuang muka sembari mendecih pelan. "Ah, jangan bilang kalau kau adalah salah satu gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna? Kau ingin menggodaku? Percuma saja kau melakukan semua ini. Keluar dari tendaku, Nona." Selena mendongak, memberanikan diri menatap sepasang mata biru pria di hadapannya itu. "Permisi, tapi ... apakah kau tidak mengingat saya, Tuan Grand Duke?" tanya Selena pelan. Alis kanan pria itu meninggi, lantas memberi tatapan meremehkan yang sudah membuat Selena kesal duluan. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan terjepit, mungkin dia akan melempari Jeffrey dengan sesuatu. Sayangnya, dia harus menahan keinginan tersebu