Share

08. Perjanjian Awal

Author: Hannfirda
last update Last Updated: 2025-08-09 09:35:39

"Apakah kau belum pernah berciuman sebelumnya, Lady?"

"Te-tentu saja sudah pernah, Tuan Grand Duke. Ha-hanya saja. ... waktu itu dengan—"

Selena segera membungkam mulutnya. Kebencian itu kembali menyeruak, begitu teringat bahwa dia pernah berciuman dengan Arthur. Pekan lalu, saat berada di taman mansion keluarganya.

Mendadak, dia merasa mual. Siapa yang mengira kalau bibir Arthur juga sudah berciuman dengan milik adik angkatnya yang bermuka dua itu?

"Jadi, kau sudah pernah berciuman, bukan?" tanya Jeffrey sekali lagi.

Selena mengangguk kikuk.

"Bagus. Berdiri."

"Bagaimana, Tuan Grand Duke?"

"Kau mendengarnya—berdiri."

Tidak mempunyai pilihan lain, Selena menurut. Gadis itu berdiri, tetapi langsung merasa ciut saat tatapan Jeffrey jatuh padanya seakan-akan tengah menelanjanginya saat itu juga.

"Mendekat."

Selena melakukannya. Gadis itu mendekat tiga langkah, lalu berhenti tepat di hadapan Jeffrey yang masih duduk nyaman pada kursinya.

"Tuan Grand Duke ingin—akh!"

Tanpa aba-aba, Jeffrey menarik salah satu tangan Selena, membawa gadis itu ke atas pangkuannya. Selena merasakan wajahnya merah padam. Dia tidak pernah berada dalam posisi seperti ini. Bahkan, dengan Arthur—yang hampir menikah dengannya saja, dia tidak pernah duduk di pangkuan mantan tunangannya itu.

"A-apa yang Anda lakukan, Tuan Grand Duke? Bagaimana kalau ada orang yang datang ke tenda dan melihat—"

"Kau lupa kalau aku membelimu dari dari rumah bordil dengan alasan untuk menjadi gadis simpananku, Lady Douglass?"

Selena mengerjapkan mata selama beberapa kali. Apa yang dikatakan Jeffrey memang benar. Di sini, posisinya dia yang serba tidak diuntungkan. Hanya saja, haruskah seterang-terangan begini?

"Lagi pula, kau sudah berjanji untuk melakukan apa pun sebagai imbalan atas bantuanku ini, Lady Douglass. Apakah seorang Douglass akan mengingkari janjinya?" Jeffrey malah menyudutkan dengan seringai menyebalkan.

Selena menggigit bibir bawah lantas berkata, "ha-hanya sebatas ciuman saja kan, Tuan Grand Duke?"

"Oh? Apakah kau berpikir aku akan melakukan lebih dari itu, Lady? Tidak. Aku adalah seorang Grand Duke. Tidak mungkin aku mengambil keperawanan seseorang, kecuali; kau benar-benar menginginkanku untuk mengambil keperawananmu, Lady," bisik Jeffrey seduktif.

Selena merasakan bulu kuduknya meremang. Namun, di satu sisi dia merasa lega lantaran Jeffrey tidak akan melakukan hal semacam itu padanya.

"Ba-baiklah, hanya ciuman ...."

Jeffrey menaikkan satu alisnya. Jelas pria itu tertarik akan perubahan ekspresi Selena yang kini dipenuhi kesungguhan itu.

Secara perlahan, Selena mengulurkan kedua tangannya untuk dikalungkan pada leher sang Grand Duke. Jeffrey tampak senang, makin memperlebar seringaiannya.

Menarik napas perlahan, Selena memantapkan diri sebelum akhirnya mendaratkan bibirnya pada bibir sang Grand Duke. Mulanya, hanya sekadar menempel satu sama lain. Namun, ketika Selena hendak menjauh, tangan Jeffrey malah menarik Selena agar lebih dekat selagi berada di pangkuannya.

Sepasang bibir yang seharusnya hanya menempel itu, justru berubah menjadi lumatan pelan nan sensual yang tentu saja didalangi oleh Jeffrey.

Selena membelalak, sempat mematung sebab tidak menduga kalau Jeffrey akan melanjutkan ciuman mereka. Ingin mendorong Jeffrey menjauh, tetapi seluruh tubuhnya melemas seketika.

Dia ... tidak pernah berciuman selembut dan semendebarkan ini.

Begitu Jeffrey menarik diri, kenyataan kembali menampar Selena. Pipi gadis itu memerah, sampai ke telinganya pula. Jeffrey menyeringai, memiringkan kepala sembari menangkup pipi kiri Selena dalam tangan kanannya.

"Nah, bagaimana kalau kau memberiku ciuman setiap aku selesai membantumu dalam langkah balas dendammu ini, Lady?" tawar Jeffrey.

Selena terkesiap. Berciuman setiap langkah balas dendamnya selesai? Perlahan-lahan? Apakah Grand Duke yang satu itu memang sedang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan?

"Bagaimana, hm? Hanya ciuman. Aku akan menahan diriku agar tidak melakukan lebih dari itu, Lady. Kecuali jika suatu saat kau tidak akan bisa menahan diri dan menginginkan sentuhanku pula."

Elusan lembut tangan kanan Jeffrey pada pipi kiri Selena membuat degup jantung gadis itu meningkat lagi. Tawaran Jeffrey memang tidak terlalu buruk. Lagi pula, Jeffrey bersedia membantunya sampai Mersya menderita, 'kan?

Mengembuskan napas perlahan, Selena mengangguk. Dia juga tidak mempunyai gambaran, siapa orang lain yang bisa dimintai pertolongan seperti Jeffrey saat ini.

Melihat reaksi Selena, Jeffrey tersenyum timpang. Puas luar biasa, sampai-sampai lengan kiri Jeffrey mengeratkan kalungannya pada pinggang Selena.

"Nah, sekarang, kau bisa melanjutkan rencana balas dendammu, Lady. Katakan saja, dan aku akan mendengarkannya dengan saksama."

Mendengar hal tersebut, Selena membuka suara dengan antusias. Dia tidak mau melewatkan kesempatan yang satu ini. Sekadar ciuman bukan masalah selama dia bisa membalaskan dendamnya, bukan?

•••••

Beberapa hari ini, Arthur dan Mersya jadi sering menghabiskan waktu bersama. Mereka tidak ragu untuk pergi ke pasar dengan menaiki kereta kuda yang sama. Pasangan Marquees dan Marchioness Douglass pun seakan-akan tidak mempermasalahkannya.

Padahal, anak kandung mereka tidak pernah kembali ke rumah sejak Asha melaporkan perginya Selena. Namun, semua orang di mansion tersebut tidak ada yang peduli.

Mengetahui bahwa tidak ada yang benar-benar mencari keberadaan Selena, tentu saja Mersya tenang. Tandanya, dia akan menjadi satu-satunya penerus di keluarga Douglass. Mungkin dalam beberapa tahun lagi, dia akan memiliki kendali penuh atas mansion Douglass. Lalu menjadi Marchioness di masa depan yang diakui oleh hukum kekaisaran, sebab Selena sudah tiada.

Malam itu, Asha mondar-mandir di paviliun. Gadis itu tidak bisa tidur lantaran nonanya tidak kunjung kembali. Dia juga tidak mau melewatkan momen saat Selena pulang, sehingga dia bisa memijat atau setidaknya melayani nona tersayangnya itu.

Akan tetapi, dia mendengar suara desahan dari parah barat. Desahan yang terdengar tidak asing, seperti mengetahui suara asli orang yang mendesah itu.

Dengan penuh kewaspadaan, Asha menuju sisi barat taman hingga berhenti di paviliun barat yang berseberangan dengannya tadi. Gadis itu berjinjit, mencoba melihat siapa yang sudah melakukan hal tidak senonoh itu malam-malam begini.

"Mersya, menyenangkan sekali tidak ada saudaramu yang kaku itu, 'kan?" tanya Arthur di sela pergumulan mereka.

"Tentu saja, Tuan Arthur. Pasti sekarang keperawanannya sudah diambil oleh salah satu orang di perbatasan yang uangnya tidak seberapa itu ...."

"Akhirnya kita bisa bersama, Mersya ...."

"Arthur—pelan ... kau—"

Bruk!

•••••

Note : manteman, maaf ada kekeliruan nama Arthur dan Erick di 2 bab sebelumnya. Sudah aku revisi, tapi masih ditinjau. Jadi, mohon bersabar ya, manteman~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   08. Perjanjian Awal

    "Apakah kau belum pernah berciuman sebelumnya, Lady?""Te-tentu saja sudah pernah, Tuan Grand Duke. Ha-hanya saja. ... waktu itu dengan—"Selena segera membungkam mulutnya. Kebencian itu kembali menyeruak, begitu teringat bahwa dia pernah berciuman dengan Arthur. Pekan lalu, saat berada di taman mansion keluarganya.Mendadak, dia merasa mual. Siapa yang mengira kalau bibir Arthur juga sudah berciuman dengan milik adik angkatnya yang bermuka dua itu?"Jadi, kau sudah pernah berciuman, bukan?" tanya Jeffrey sekali lagi.Selena mengangguk kikuk."Bagus. Berdiri.""Bagaimana, Tuan Grand Duke?""Kau mendengarnya—berdiri."Tidak mempunyai pilihan lain, Selena menurut. Gadis itu berdiri, tetapi langsung merasa ciut saat tatapan Jeffrey jatuh padanya seakan-akan tengah menelanjanginya saat itu juga."Mendekat."Selena melakukannya. Gadis itu mendekat tiga langkah, lalu berhenti tepat di hadapan Jeffrey yang masih duduk nyaman pada kursinya."Tuan Grand Duke ingin—akh!"Tanpa aba-aba, Jeffrey

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   07. Memulai Perjanjian

    "Apa?! Oh, maafkan saya, Tuan Grand Duke ...."Sandra segera menguasai diri saat tidak sengaja memperlihatkan keterkejutannya terhadap ucapan Jeffrey barusan. Ketika Sandra sedang mencari keberadaan Selena, dia mampir ke tenda Grand Duke dan mendapati Selena sudah duduk nyaman di kursi terdekat dengan gaun yang lebih sederhana."Kau tidak salah dengar, Nona. Aku akan membawa gadis yang satu ini sebagai gadis simpananku. Katakan! Berapa koin emas yang kalian butuhkan?"Mendengar kata 'koin emas', sepasang mata Sandra berbinar senang. Tentu saja. Uang adalah yang utama di saat seperti ini. Mau dengan cara menjual salah satu gadis di rumah bordil atau tidak, semuanya tidak menjadi masalah selama mendapatkan uang yang banyak."Kata Madam Tussell tadi, gadis ini seharga seratus ratus koin emas, Tuan Grand Duke, sebab dia masih perawan."Selena nyaris tak memercayai pendengarannya. Jadi, keperawanan seseorang hanya dihargai sebanyak itu? Sebesar dua ekor kambing yang diperjualbelikan di pas

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   06. Meminta Tolong

    Tampan.Luar biasa tampan.Bahkan, Erick yang kurang ajar itu pun kalah tampan dengan sosok pria bertubuh kekar yang memesona di hadapan Selena saat ini."Siapa kau?" tanya pria itu lagi.Selena tersadar, lantas berdiri sambil merapikan debu yang tertinggal pada gaun kurang bahannya. Melihat bagaimana penampilan Selena saat ini, pria itu membuang muka sembari mendecih pelan."Ah, jangan bilang kalau kau adalah salah satu gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna? Kau ingin menggodaku? Percuma saja kau melakukan semua ini. Keluar dari tendaku, Nona."Selena mendongak, memberanikan diri menatap sepasang mata biru pria di hadapannya itu. "Permisi, tapi ... apakah kau tidak mengingat saya, Tuan Grand Duke?" tanya Selena pelan.Alis kanan pria itu meninggi, lantas memberi tatapan meremehkan yang sudah membuat Selena kesal duluan. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan terjepit, mungkin dia akan melempari Jeffrey dengan sesuatu. Sayangnya, dia harus menahan keinginan tersebut untuk saat i

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   05. Melarikan Diri

    "Selena menghilang?"Asha mengangguk dengan berurai air mata. "Lady Douglass tidak ada di kamarnya saat saya memeriksa pagi ini, Tuan Marquees."Erick Douglass memiringkan kepala, lantas menatap sang istri yang tampaknya tidak terganggu sama sekali. "Belakangan, Selena memang sedikit terganggu kejiwaannya, Asha. Saya paham kalau kau adalah pelayan pribadi Selena yang sudah membersamai selama tujuh tahun ini, tetapi sepertinya Selena hanya sekadar melarikan diri untuk sementara saja."Asha hendak menimpali perkataan dari tuan besarnya itu, tetapi didahului oleh Marlinda yang berkata, "semalam Selena sudah kelewatan. Mungkin saja, dia hanya mencari udara segar untuk sementara waktu, Asha. Kau tidak perlu khawatir. Memangnya dia mau pergi ke mana? Dia tidak punya tujuan lain selain menetap di manor ini, Asha.""Teruskan saja pekerjaanmu, Asha! Terima kasih karena sudah memberi tahu, tapi saya yakin kalau Selena tidak apa-apa," sambung Erick tanpa beban sedikit pun.Asha menganga, tidak p

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   04. Dijual

    Selena tidak bisa memejamkan mata barang sedetik. Hari ini merupakan hari kehancuran yang tidak pernah akan dia terima. Tidak dipercaya oleh kedua orang tuanya sendiri, bahkan mendapatkan tamparan dari sang ibu yang selama ini sangat disayanginya. Di tengah lamunan yang membuat lupa waktu itu, Selena mendengar sesuatu yang berasal dari beranda kamarnya. Waspada, gadis itu berdiri sembari membawa salah satu cawan lilin terdekat. "Si-siapa di sana ...?" tanyanya yang hanya dibalas oleh embusan angin. Selena hendak memanggil pengawal yang berjaga di bagian lain manor, tetapi sadar bahwa mungkin pada saat ini tidak ada yang ditempatkan di dekat kamarnya. Kenyataannya, Selena tidak pernah benar-benar mendapatkan pengawalan ketat. Berbeda halnya dengan Mersya yang selalu mendapatkan apa pun yang terbaik dari kedua orang tuanya. Gadis itu tersenyum getir, menyadari jika hidupnya tidak lebih dari pajangan yang disetujui oleh keluarganya saja. Padahal, dia adalah anak kandung yang tersis

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   03. Drama Licik

    Malam itu, Selena merebahkan diri di ranjang lama mendiang saudara laki-lakinya. Sekarang, dia memutuskan untuk menempati kamar tersebut mulai dari sekarang. Dia tidak tahu, kenapa kedua orang tuanya bisa sangat membela Mersya melebihi dirinya sendiri yang merupakan putri kandung mereka.Selama ini, dia telah berusaha menjadikan nama keluarganya senantiasa eksis. Mendatangi beberapa pertemuan penting di istana sebagai perwakilan keluarga Marquees Douglass, bahkan menghadiri pesta-pesta perjamuan yang sebenarnya sangat menguras tenaga.Selena mendudukkan diri, memikirkan apa yang harus dilakukan supaya pertunangannya dengan Arthur batal. "Aku tidak mungkin menikah dengan seseorang yang bahkan sudah memiliki niat untuk menduakanku sebelum resmi menikah," gumamnya, mulai memutar otak.Setelah berpikir selama beberapa saat, gadis itu mengembuskan napas lelah. "Tidak ada yang percaya padaku ...."Selena ingin kembali menjatuhkan tangis, tetapi dia sudah terlalu lelah akan apa saja yang t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status