"Senyumannya terlalu jelek, aku nggak suka," ujar Syakia sambil tersenyum mengejek."Kalau begini? Begini? Atau begini?"Adika menarik-narik wajah Ranjana untuk membuat berbagai macam ekspresi lucu dan konyol. Setelah dipermainkan seperti ini oleh Adika, wajah Ranjana yang awalnya pucat akhirnya terlihat sedikit memerah. Namun, entah itu karena marah atau merasa sakit.Ranjana cukup bersabar. Meskipun dia dipermalukan seperti itu, dia masih tetap bertahan dan tidak melawan. Akan tetapi, amarah dan kebencian di dalam hatinya sudah mencapai puncak. Matanya menatap Syakia lekat-lekat.Syakia sangat akrab dengan tatapannya itu. Ketika Keluarga Angkola ingin membunuhnya di kehidupan lampau, tatapan Ranjana juga seperti ini.'Bersabarlah. Kak Ranjana tersayang, sebaiknya kamu bersabar sepanjang hidupmu. Gimanapun, adikmu ini nggak akan biarkan kamu mati dengan semudah itu. Sampai kamu sudah nggak sanggup bersabar, itulah hari kematianmu. Aku akan membuatmu menyesal,' gumam Syakia dalam hati
Bahkan Pangeran Pemangku Kaisar sudah memintanya untuk bertindak, jika masih merasa sungkan, Syakia tentu saja akan mengecewakan niat baiknya.Setelah memikirkan hal ini, Syakia mengangkat tangannya dan menampar wajah Ranjana yang ditahan oleh Adika tanpa ragu"Plak!"Suara tamparan ini sangat nyaring. Syakia sama sekali tidak mengurangi kekuatannya karena ancaman Ranjana tadi.Dalam sekejap, rasa sakit yang menyengat menyebar di wajah kiri Ranjana. Dia bahkan merasa pusing untuk sesaat. Dia menahan perasaan ingin muntah. Bukan karena pusing, melainkan karena merasa terhina.Perasaan terhina yang kuat ini membuat Ranjana sangat ingin membalas tamparan itu. Sayangnya, dia sama sekali tidak bisa melakukannya sama sekali."Sudah puas?"Ranjana yang berusaha menerima penghinaan ini memandang Syakia dengan dingin. Dia pikir semuanya sudah berakhir, tetapi Syakia hanya tersenyum tipis dan menggeleng. "Belum, itu masih belum cukup."Segera setelah selesai berbicara, Syakia mengangkat tanganny
"Kamu lagi mengancamku?" tanya Damar sambil memicingkan matanya. Tatapannya terlihat tajam."Sangat jelas bahwa jawabannya adalah iya."Syakia memang sedang mengancam Damar, tetapi memangnya kenapa meskipun begitu? Sekarang, nyawa Ayu ada di tangannya. Meskipun Damar tidak tahu, yang penting Ayu mengetahuinya."Ayah!"Seperti yang diharapkan, setelah Syakia melontarkan kata-kata itu, ekspresi Ayu langsung berubah secara drastis. Dia buru-buru melangkah maju untuk meraih Damar."Lupakan saja, Ayah. Semuanya ini kesalahan Ayu. Ayu yang bersalah dan nggak seharusnya menanyakan hal itu!"Ayu yang sebelumnya masih diam-diam merasa bangga akhirnya teringat bahwa nyawanya masih ada di tangan orang lain. Seberapa bangga dirinya sebelumnya, seberapa menyesal pula dia sekarang.Gadis sialan itu lagi-lagi mengancamnya! Ayu sangat marah, tetapi juga tidak dapat melakukan apa-apa terhadap Syakia. Hari ini adalah hari terakhir. Jika dia tidak mendapatkan obat penawar hari ini, dia akan mati!Ayu ten
Syakia berkata sambil tersenyum, "Kebetulan, masih ada orang lain yang ingin kupukul."Senyum "pengawal" itu makin lebar. "Putri Suci tunggu sejenak."Begitu selesai berbicara, dia meninggalkan sisi Syakia lagi dan berjalan ke bawah. Entah kenapa, ketika melihatnya turun, hati semua orang tiba-tiba diliputi ketakutan.Kahar yang awalnya mengadang di depan Syakia, Joko yang berdiri di samping, para pengawal Keluarga Angkola, bahkan Ayu dan orang lain yang berdiri di sebelah Ranjana juga tanpa sadar melangkah mundur. Hal ini pun secara tidak langsung membuka jalan bagi "pengawal" itu dan mengekspos Ranjana yang duduk di kursi roda. Berhubung tadi dia jatuh dengan cukup serius, dia sama sekali tidak dapat menggerakkan kursi rodanya saat ini. Selain itu, "pengawal" itu juga telah berhenti di depannya."A ... apa maumu?"Ranjana menggertakkan giginya dengan erat dan menatap "pengawal" di depannya. "Aku ini putra keempat Adipati Pelindung Kerajaan, aku .... Ah!"Sebelum Ranjana sempat menye
Mata Damar langsung terlihat menyeramkan. Orang terakhir yang berani memprovokasinya secara terang-terangan seperti ini adalah Adika. Sepertinya, Syakia dan Adika benar-benar sudah berhubungan terlalu dekat. Entah apa yang telah diajarkan Adika sehingga putri yang telah diusirnya itu menjadi seberani sekarang.Tepat ketika Damar hendak berbicara, putranya yang lain sudah terlebih dahulu berseru, "Syakia! Jangan terlalu sombong kamu!"Setelah membantu Ranjana berdiri, Kahar yang mendengar kata-kata Syakia tiba-tiba murka dan menerjang ke depan Syakia. "Jangan lupa kamu itu dulunya juga adalah putri Adipati Pelindung Kerajaan. Memangnya kamu nggak takut akan mendatangkan bencana bagi dirimu sendiri dengan mengucapkan kata-kata seperti itu untuk mengancam kami?""Lancang!"Pada saat ini, Joko tiba-tiba berteriak kuat. Dia melangkah maju dan berhenti di antara Kahar dan Syakia.Dia memandang Kahar dengan dingin dan berkata, "Memanggil nama Putri Suci secara langsung itu termasuk pelanggara
Ranjana yang lengah jatuh telungkup. Dia mendongak dan menatap "pengawal" yang berani menyerangnya itu dengan marah. Namun, dia melihat bahwa "pengawal" itu sama sekali tidak berniat untuk melepaskannya!"Pengawal" itu menendang Ranjana lagi dan menghantamnya tepat di wajah hingga dia terpental ke belakang. Dia jatuh telentang dan terlihat sangat memalukan, bagaikan seekor kura-kura yang terbalik.Setelah melampiaskan amarahnya, "pengawal" itu berdiri di hadapan Ranjana dan berkata dengan nada merendahkan, "Kamu berani menghina Putri Suci dengan statusmu itu?""Kamu!"Ranjana hendak berseru marah dan mengatakan bahwa bukan dirinya yang mengucapkan kata-kata itu. Namun, begitu mendongak, dia bertemu pandang dengan tatapan pengawal yang dingin dan tegas. Tatapan itu penuh penghinaan, peremehan, dan ejekan ... seperti sedang menatap seekor sesuatu yang tidak berarti. Lebih tepatnya, Ranjana merasa pengawal ini seolah-olah telah mengetahui kebohongannya yang buruk hingga dia tidak berani