Share

Pembalasan Dendam Si Sulung
Pembalasan Dendam Si Sulung
Penulis: Maulana Hani

Prolog

"Bangun, Daxton! Kau baru saja mulai dan sudah ambruk huh?" Teriakan penuh amarah menggema di seluruh penjuru Guiner Mansion, membuat seorang anak lelaki yang sejak tadi berlari memutari lapangan belakang mansion berusaha untuk berdiri.

"Daxton!"

Anak lelaki berusia 8 tahun itu hanya diam, tangannya bergetar dan bulir keringat membasahi dahinya, ia tak lagi sanggup untuk berlari seperti permintaan sang Ayah, jangankan berlari untuk berdiri saja ia sudah tak sanggup.

Lelaki yang barusan berteriak menggelegar penuh amarah segera berjalan mendekati si anak lelaki, dan dengan kuat menarik tangan si anak lelaki bernama Daxton Guiner itu.

"Bangun! Kau ini lelaki dan seorang lelaki tidak boleh lemah, Daxton Guiner!" Lelaki itu kembali berteriak dan memaksa Daxton untuk berdiri dengan benar.

"Berhenti, Gozard Guiner!"

"Ayah mertua tidak perlu ikut campur!" balas si lelaki yang rupanya bernama Gozard Guiner.

"Aku berhak ikut campur karena Daxton juga cucuku!" sahut seseorang barusan yang disebut oleh Gozard sebagai Ayah mertuanya, ia adalah Kaslo Nesser.

Dengan ekspresi wajah kesal Gozard melepaskan cengkeraman pada lengan putra sulungnya—Daxton, dan setelahnya lelaki itu melengang pergi meninggalkan lapangan di belakang Guiner Mansion itu.

Kaslo langsung memeluk cucunya itu, lelaki paruh baya itu lalu mengusap keringat di wajah cucunya dan kembali memeluknya erat. "Tidak apa-apa, Daxton! Tidak apa-apa, jangan dengarkan apa pun yang dikatakan oleh Ayahmu itu," ucap Kaslo mencoba meyakinkan Daxton bahwa apa yang dikatakan oleh Gozard tak perlu anak lelaki itu dengarkan.

Daxton tidak menangis, anak lelaki berusia 8 tahun itu hanya diam dengan wajah pucat yang tak disadari oleh Kaslo bahwa cucunya itu sudah tak sadarkan diri.

"Daxton, Daxton, sadarlah!" Kaslo berteriak memanggil nama Daxton dan bergegas menggendong sang cucu untuk dibawa masuk ke Guiner Mansion.

Kini Daxton telah dibaringkan di ranjang besar yang berada di kamar anak lelaki itu.

"Bagaimana keadaannya?" Kaslo bertanya pada seorang dokter yang barusan memeriksa cucu lelakinya.

"Tuan Muda Daxton Guiner mengalami dehidrasi dan kondisi fisiknya melemah, sepertinya ia tidak beristirahat dengan baik, Tuan Kaslo Nesser," jelas dokter berkaca mata kotak itu jujur.

Kaslo diam-diam mengepalkan tangannya. Bagiamana mungkin Daxton bisa beristirahat dengan baik kalau Ayahnya saja iblis seperti Gozard? Batin lelaki paruh baya itu merasa jengkel luar biasa pada sang menantu lelaki—Gozard Guiner.

"Baiklah, terima kasih karena sudah memeriksa cucuku," ucap Kaslo dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi ramah.

Dokter lelaki berkaca mata kotak itu menganggukkan kepala dan setelahnya berpamitan pada Kaslo.

Kini di kamar Daxton hanya tersisa anak lelaki itu dan Kaslo sang Kakek.

"Kakek," panggil Daxton dengan suara lirih nyaris tak terdengar.

Kaslo tersenyum dan duduk di pinggir ranjang lalu memeluk erat cucu lelakinya itu. "Aku di sini Daxton, aku Kakekmu ada di sini," ucapnya membuat Daxton tersenyum tipis.

"Apa Ayah akan semakin membenciku karena aku lemah, Kakek?"

Kaslo sungguh ingin mengutuk Gozard atas tindakan mengerikannya pada Daxton.

Anak lelaki berusia 8 tahun itu sudah diinfus dan masih saja memikirkan Gozard? Sungguh, rasanya Kaslo benar-benar ingin memukul Gozard, ia sungguh tak mengerti terbuat dari apa hati menantu lelakinya itu.

"Apa Ayah lagi-lagi mengganggu sesi latihan Daxton?"

Apa lagi ini? Rasanya Kaslo juga ingin mengutuk putrinya sendiri yang kelakuannya juga tak jauh berbeda dengan Gozard. Mungkin karena itulah mereka akhirnya berjodoh.

"Posie! Anakmu hampir mati dan kau masih memikirkan latihan-latihan itu huh?" Suara Kaslo meninggi dengan tatapan tajam mengarah pada putrinya yang berdiri di ambang pintu kamar Daxton.

Posie Nesser aka Posie Guiner adalah putri kedua Kaslo Nesser yang menikah dengan Gozard Guiner, dan ia juga merupakan ibu kandung Daxton.

Posie menghela napas lalu berjalan masuk dan mendekati Daxton juga sang Ayah.

"Daxton harus dilatih agar ia bisa ...."

"Apa, Posie? Kutanya apa?" Kaslo kembali meninggikan suaranya, matanya masih menatap tajam Posie, "Pernahkah kau dan Gozard bertanya apa mimpinya? Pernahkah kau bertanya apa selama ini Daxton memang menginginkan semua ini? Pernahkah kau bertanya bagaimana keadaannya selama ini? Pernahkah kau dan Gozard menanyakan semua hal itu pada Daxton huh?" lanjutnya semakin murka pada Posie.

"Berhentilah bersikap egois! Jika mimpi dan harapanmu dulu tak terwujud, bukan berarti anakmu yang harus mewujudkannya, bukan berarti ia harus melanjutkan impian dan harapanmu! Setiap anak yang lahir ke dunia menggenggam impian dan harapan mereka masing-masing, orang tua hanya mengarahkan bukannya memaksa!"

Posie terdiam mendengar ucapan yang meluncur penuh amarah dari mulut sang Ayah. Ia tahu betul tindakannya salah tetapi ia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri untuk berhenti bersikap egois pada Daxton.

"Ibu dulu melakukannya padaku, Ibu memaksaku untuk melanjutkan impian dan harapannya."

Kaslo memeijit pelipisnya yang mulai keriput itu, "Kini aku menyadari seharusnya kau tidak pernah memiliki anak! Seharusnya kau menyembuhkan dirimu dulu, seharusnya kau memaafkan Ibumu dulu, sayangnya terlambat," ucapnya menatap serius ke arah Posie, "Jika kau terus bersikap egois maka aku akan membawa Daxton pergi dari sini, aku Kakeknya yang akan merawat dan membesarkannya. Akan kupastikan ia tumbuh tanpa dendam, akan kupastikan ia tumbuh dengan baik, tidak sepertimu!" lanjut lelaki paruh baya itu dengan wajah tanpa ekspresi.

Posie menatap sang Ayah dingin, "Ayah bahkan tak pernah mencegah Ibu untuk melakukannya, Ayah membiarkan Ibu ...."

"Kau yang tidak mau ikut denganku, kau yang memilih hidup bersama perempuan gila itu! Kau yang memilihnya sendiri jadi jangan menyalahkan orang lain atas pilihan yang kau ambil sendiri!" balas Kaslo memotong kalimat putrinya begitu saja.

Posie kembali terdiam lantaran menyadari kalau ucapan sang Ayah barusan memanglah benar, tentang ia yang memilih tinggal bersama sang Ibu, tentang ia yang menolak untuk tinggal bersama sang Ayah—Kaslo Nesser.

Sejak tadi Daxton hanya diam menatap sang Ibu yang kini menangis, ia tahu Ibunya menangis walau tak terdengar suara isakkan lantaran wajah perempuan itu yang memerah dan air mata yang terus mengalir membasahi pipi.

"Daxton akan tinggal denganku!" Kaslo kembali berucap dan segera melepas infus dari tangan Daxton lalu menggendong cucu lelakinya itu.

"Ayah tidak bisa membawanya, ia anakku, ia anakku walau bagaimana pun!" teriak Posie berusaha meraih Daxton yang digendong oleh Kaslo dan hendak dibawa pergi dari Mansion Guiner.

Kaslo menyingkirkan tangan putrinya bahkan mendorongnya, membuat Posie jatuh tersungkur dengan air mata yang terus berderai.

"Jangan melihatnya, Daxton! Air matanya hanya palsu, ia tidak pernah benar-benar menyayangimu!" ucap Kaslo menarik kepala Daxton perlahan pada pelukkannya agar tak perlu melihat Posie lagi.

"Ayah! Jangan bawa Daxton pergi!"

Kaslo sama sekali tak menggubris teriakan Posie, lelaki paruh baya itu terus berjalan meninggalkan kamar Daxton di Guiner Mansion.

"Aku tidak mengizinkan Ayah mertua untuk membawa Daxton! Ia putraku!" Gozard menghadang langkah Kaslo di lorong Guiner Mansion.

Kaslo hanya menatap menantu lelakinya itu tanpa ekspresi.

"Menyingkirlah dari hadapanku atau kau akan tahu akibatnya karena melawan orang sepertiku, Gozard!"

"Apa yang akan Ayah mertua lakukan memangnya?"

"Aku akan melaporkanmu pada Dewan Perlindungan Anak, dan aku memiliki bukti atas tindakanmu terhadap Daxton," ungkap Kaslo masih menggendong Daxton yang pada akhirnya membuat Gozard terdiam, ia tentu tak mau sampai satu dunia tahu kelakuannya, ini tentu saja akan merusak citra baiknya sebagai seorang politikus dan keluarga terpandang.

Gozard menyingkir membuat Kaslo melanjutkan langkahnya untuk meninggalkan Guiner Mansion.

"Kupikir menikahkan Posie dengan Gozard adalah keputusan benar, dan bisa membuat Posie berubah menjadi lebih baik. Tapi aku salah, ia justru bertemu dirinya yang lain. Aku justru mempertemukan sesama monster gila!" Kaslo berujar pada dirinya sendiri sembari mulai memasuki mobilnya yang berwarna silver.

"Ayo pergi dari sini, Hezart!" perintah Kaslo pada sopirnya.

"Baik, Tuan!"

Hari itu Daxton meninggalkan Guiner Mansion untuk kali pertama.

Anak lelaki 8 tahun yang malang.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status