"Apa yang ingin mas bicaraka?"Aku melipat tangan di dada, menatap lelaki yang pernah bertahun-tahun hidup denganku ini dengan seksama. Wajahnya yang dulu bersih dan terawat, kini terlibat kumal dan tak se menawan dulu."Aku tak akan bosan memintaku untuk memikirkan kembali tentang perpisahan kita Sri."Aku memutar mata malas mendengar ucapannya. Kamarin kami berdebat karena masalah ini dan sekarang dia memintaku datang juga karena masalah yang sama."Apa yang sebenarnya mas mau dari hubungan kita?""Maksudnya apa Sri?""Dulu pergi dan berkhianat jadi menyenangkan untukmu mas, bahkan dengan sangat bangga kamu bandingkan aku dengan wanita yang kamu anggap sempurna itu."Mas Fandi masih diam, tentu dia akan ingat bagaimana dirinya menghina dan merendahkanku."Katakan mas, bagaimana kamu bisa memintaku kembali setelah dulu kamu bilang aku wanita kumal?""Sri_""Jangan mengiba mas, hatiku tak lagi terketuk bahkan untuk memberimu rasa kasihan.""Maafkan aku Sri...""Buat apa meminta maaf m
Tunggu, sebenarnya ada apa antara mbk Aini dan Satria, bukanlah Satria tak memiliki anak? Kenapa sekarang dia begitu mesra dengan Mesya dan Mutiara."Duduk Sri...." Ucap Satria lalu berjalan pelan duduk juga di sisiku."Bisakah kamu jelaskan sesuatu Tri, sungguh aku terlihat sangat bodoh sekarang!" Ucapku masih menuntut penjelasan."Dia mbak Aini.""Ya, aku kenal mbak Aini, bukankah aku sudah ada di sini saat kamu datang."Satria tersenyum, aku rasa dia sedang binggung." Maaf jika aku salah bicara, jadi mbak Aini ini istri kakak sepupuku.""Sejak kapan kamu punya kakak sepupu?""Sejak di adopsi Sri, keluarga angkatku punya juga keluarga yang untuh."Aku sedikit lega, ternyata mbak Aini ini kakak sepupu Satria."Tunggu Iyan, kalian saling kenal?" Mbak Aini memanggil Satria dengan nama adopsinya."Sri ini wanita yang selalu aku bicarakan mbak."Wajah mbak Aini berubah, terkejut dan senyum yang puas, aku tak dapat mengartikan apa itu"Maksudnya mbak2 Sri ini teman kecilmu itu?"Satria me
"Aku tak cemburu." Elakku saat Satria menatapku justeru dengan tatapan ragu."Betul Tri, aku tak cemburu!" Ucapku lagi menepis caranya melihatku, dia tak tau aku sedang menahan debaran sekarang."Jangan menatap begitu Tri, aku sudah bilang tak cemburu pada mbak Aini." Ucapku lalu melemparkan pandangan ke luar jendela.Teringat bagaimana wajah mbak Aini tadi, aku jadi tak yakin dengan ucapan Satria. Mungkin saja bibir mbak Aini bisa berkata rela, namun hatinya tak ada yang taukan?."Jangan marah Sri, aku hanya bercanda." Ucapnya lalu mengusap wajahku yang merona."Aku tak marah Tri, tak ada alasan bagiku untuk marah padamukan? Katakan Tri, jika keluargamu menjodohkan kamu dan mbak Aini lagi, apa kamu akan mau?"Dia tersenyum dengan kepala menggeleng. "Jangan bercanda Sri, aku dan mbak Aini tak mungkin bisa bersama.""Kenapa kamu bilang begitu?""Ya Karena aku tak mau. Jika aku tak mau, tak ada juga yang bisa memaksaku."Aku hanya tersenyum, bahagia mendengar bahwa Satria sendiri tak me
"Tante mau paksa Lala lagi?" Ucap Lala pelan dan ku lihat Fani semakin salah tingkah."Paksa? Tunggu! Apa Fani pernah melakukan sesuatu pada Lala dan aku tak tau?"Aku berbalik melihat Lala, anakku terlihat tak suka sejak bertemu tantenya, kemarin saat di pemakaman Lala juga terlihat tak mau mendekati Fani."Lala sayang, kenapa kamu bilang begitu pada tante Fani?" Aku mengusap rambutnya yang basah. Bukankah tempat ini ber-AC, kenapa Lala bisa basah begini?"La, mama sedang bertanya pada Lala, katakan sayanh, ada apa?" Satria juga berjongkok menenangkan anak gadisku."Tante Fani pernah bilang akan bawa Lala jauh dari mama jika ayah dan mama berpisah."Aku tak percaya dengan apa yang kudengar."Kapan tante bicara begitu La, jangan ngarang kamu Lala, anak kecil saja bisa berbohong begitu!" Ucapnya kesal menunjuk wajah Lala yang terlihat semakin gemetar.Aku mencengkeram tangan Fani dengan kesal, berdiri dan menatap matanya yanv terlihat berkaca sekarang." Jangan berani kamu tunjuk anakku
"Masakan Mei sangat enak." Mami satria memakan habis semangkuk sup solo yang kubuat."Mami benar, mungkin kita bisa membuka usaha baru di sini." Satria menambahkan, aku tak ingat mangkuk keberapa yang kini ada di depannya, sejak tadi dia tak berhenti mengunyah."Sup buatan mama memang juara oma, biasanya Lala makan ini di pagi hari, tapi sudah lama mama nggak masak." Aku terpaku mendengar kalimat Lala.Dulu aku begitu sering memasak ini di rumah, salah satu masakan yang paling sering Lala minta ada di meja makan. Meski tak selalu ada ayam di rumah, semangkuk kuah dengan isian wortel dan makaroni rebus sudah membuat senyum polos Lala mengembang."Kenapa mama nggak pernah masak lagi La?" Mami bertanya pada Lala."Karena sudah ada yang masak di rumah kakek." Ucap Lala polos."Nanti kalau kalian menikah, mama akan sering berkinjung kerumah kalian, mama mau di masakin ya lain ya Mei."Aku tersenyum saja mendengar kalimat Mami padaku. "Nikah? Mama sana om Tri mau nikah?"Kami saling panda
Pagi ini, aku antarkan Lala ke sekolahnya, sebelum berangkat ke kantor dan mengurus beberapa pekerjaan, aku memang selalu menyempatkan diri mengantarkan Lala ke sekolahnya."Mutiara!" Lala berteriak dari dalam mobil saat melihat sahabatnya itu berjalan ke arah gerbang.Aku memperhatikan dari dalam mobil, bahkan saat tiba-tiba mbak Ainienepis tangan Lala yang menggandeng Mutiara. Aku sampai melepaskan kacamata karena terkejut, ada apa dengan mbak Aini, apa Lala berbuat salah padanya?Aku parkiran mobilku dan mendekati Lala yang masih terpaku melihat Mutiara di ganeng ke ibunya ke dalam sekolah."Mama antar masuk sayang." Ucapku dengan senyuman hangat, meski hatiku panas melihat anakku di perlakukan seenaknya, akuasib coba manah diri untuk tak membuat Lala merasa lebih sedih."Ma, kok mama Mutiara nggak bolehin Lala sama Mutia?" Denvan polosnya gadis kecilku bertanya.Aku tersenyum mengusap rambutnya yang terikat dua."Mungkin mama Mutia sedang buru-buru, jadi mau Mutia segera masuk ke
"Mbak, maafkan aku mbak." Danu tak berhenti mengiba, namun aku tak bisa lagi memberinya maaf."Lepaskan Danu, dengar pulanglah, kita akan bertemu di rumah ibu mertuamu!" Ucapku kesal dan bergegas kembali ke dalam mobilku."Mbak, jangan begitu mbak, kita bisa bicara berdua dulu mbak." Danu berusaha mengikuti aku."Bicara saja nanti di depan keluargamu itu!" Aku menepis kasar tangannya yang terus coba menghentikan langkahku.Aku tutup pintu mobil dengan segera dan melihat dengan kesal ke arah kaca yang pecah di depanku, aku memijat kepalaku yang berdenyut, hariku benar-benar kacau sekarang.Kuambil ponsel dari dalam tas dan menghubungi Arman."Man, aku kirim lokasi tempatku berada, tolong bawa derek untuk mengurus mobilku.""Apa terjadi sesuatu nyonya?""Ya, orang gila sudah memecahkan kaca mobilku!" Ucapku kesal menatap Danu yang masih terus mengetuk kaca mobilku dan mengiba.Tak lama Arman datang dengan mobil derek di belakangnya, kulihat dia segera turun dan menyingkirkan Danu dari s
"Sekarang dari mana kamu akan mulai cerita Fani?" Aku bertanya, menatapnya yang hanya berani melihatku tanpa mau menatap wajah ibu yang kecewa padanya."Apa salahku padamu mbak, sampai kamu tak bisa membiarkan aku hidup tenang!" Dia menatapku tajam."Kamu berteriak padan Fani, bahkan kamu tanya apa salahmu? Sekarang kembalikan semua uang itu dan aku anggap urusan kita satu ini selesai!" Aku menatap dirinya yang terlihat sangat marah, semua orang akan berlaku sama jika kecurangannya terbongkar, ini adalah cara seseorang membela diri, untuk terlihat kuat." kembalikan sisa dari dua juta yang kamu berikan pada ibu, bisa?""Bukankah kamu sudah memberikannya pada keluargaku mbak, lantas tak malu menjilat ludah yang telah kamu buang?"Aku tersenyum sinis, dia baru saja mengakui perbuatanya."Aku memberikannya untuk kirim doa, lalu di mana uang itu?"Mas Fandi mendekati Fani. "Jawab Sri Fani, dimana uang yang dia berikan?""Lepaskan aku mas!"Fani membentak kakanya sendiri."Kalian cuma memi