"Bu, ada yang mau aku bicarakan sama Ibu," kata Intan pagi itu.
Ibu Intan duduk di samping Intan dan menatapnya. "Ada apa, Nak? Sepertinya ada sesuatu yang serius."Intan menundukkan kepalanya dan menghela nafas panjang. "Sebenarnya Intan melarikan diri dari rumah, Bu." "Apa?! Jadi suamimu gak mengetahui kepergianmu? Dia gak tahu kalau kamu ada di sini?""Mungkin sekarang dia sudah tahu kalau Intan pergi, Bu," jawab Intan lesu."Tapi kenapa, Nak? Ada masalah apa antara kamu dan suamimu? Bukankah selama ini kalian selalu bahagia dan harmonis?" tanya Ibu Intan.Mata Intan mulai berkaca-kaca, ia menggigit bibirnya untuk menahan perasaannya sekuat tenaga. Namun hati yang teramat sakit membuatnya tak mampu bertahan. Air mata mulai mengalir di pipinya."Maaf kalau selama ini Intan berbohong, Bu. Intan menutupi semua kenyataan yang terjadi dari Ibu dan Bapak, juga semua orang. Intan hanya gak mau Ibu dan Bapak sedih memikirkan keadaan Intan." Intan menyeka air matanya."Apa yang sebenarnya terjadi, Nak? Katakan semuanya dengan jujur pada Ibu! Kenapa wajahmu pucat dan tubuhmu semakin kurus seperti ini?" Ibu membelai wajah Intan.Intan menggenggam tangan ibunya. "Bu, setelah menikah, Intan baru mengetahui kalau Mas Tommy gak pernah cinta sama Intan. Mas Tommy memperlakukan Intan dengan kasar dan gak pernah menganggap Intan sebagai istrinya. Intan tetap seperti seorang pembantu tangga di matanya.""Apa?! Ibu Intan sangat terkejut mendengar ucapan Intan. "Lalu kenapa dia mau menikahi kamu, Nak?" "Mas Tommy menikahi Intan karena Kakek Nugraha sangat menyayangi Intan. Dia berpikir, dengan menikahi Intan, dia akan mendapatkan jabatan utama di perusahaan dan warisan dari Kakek Nugraha," jawab Intan."Kenapa orang kaya begitu mudah mempermainkan pernikahan seperti itu? Kenapa Tommy tega berbuat seperti itu, Nak?" Ibu Intan mulai menangis."Intan juga tak habis pikir, Bu. Ternyata Mas Tommy sangat menganggap rendah makna pernikahan. Intan dulu sangat polos dan berpikir bahwa Mas Tommy memang mencintai Intan, tapi ternyata semuanya palsu. Mas Tommy bahkan menjalin hubungan dengan wanita lain di depan mata Intan sendiri."Ibu Intan menggelengkan kepalanya dan memeluk Intan dengan erat. "Ternyata begitu berat masalah dan beban yang harus kamu tanggung di sana, Nak. Ibu gak bisa membayangkan, bagaimana kamu bisa bertahan selama ini? Kenapa kamu diam saja, Nak? Kenapa kamu gak mengatakan semuanya sama Ibu dan Bapak? Kalau kamu menceritakan ini sebelumnya, kami akan menjemput kamu dan memaksa Tommy melepaskan kamu. Kita ini miskin, tapi Ibu gak rela kamu diperlakukan seperti itu."Intan menyandarkan kepalanya di pelukan ibunya. Ia merasa semua beban yang ia tanggung selama ini terlepas begitu saja. "Intan gak mau Ibu dan Bapak sedih. Intan berusaha bertahan, berharap dan terus berdoa supaya suatu saat mas Tommy bisa mencintai Intan. Tapi ternyata itu salah, semakin hari Mas Tommy justru semakin sering menyiksa Intan, baik secara lahir maupun batin. Intan gak tahan lagi, Bu. Jadi Intan pergi dari rumah dan kembali kemari.""Iya, Nak. Ibu sangat bersyukur karena bisa memeluk kamu kembali. Apa Kakek Nugraha mengetahui masalah kalian selama ini?" tanya Ibu Intan."Bu, Mas Tommy sangat pintar bersandiwara. Jika ada pertemuan keluarga besar atau dengan Kakek, dia akan memperlakukan Intan dengan sangat baik. Dia bersikap lembut dan menunjukkan seolah-olah pernikahan kami normal dan baik-baik saja. Namun jika kami hanya berdua, sifat aslinya akan muncul. Dia sangat jahat dan tega memperlakukan Intan dengan buruk. Kakek Nugraha juga sedang sakit parah dan sedang dirawat di luar negeri, Bu. Intan gak punya keberanian untuk menceritakan semua masalah ini padanya," beber Intan."Jahat sekali suamimu itu, Nak. Ibu sangat kecewa menerima lamarannya saat itu." Ibu Intan meradang."Yang penting Intan sekarang bisa ada di sini, Bu. Intan sangat bersyukur bisa kembali bersama dengan Ibu dan Bapak.""Iya, Nak. Ibu gak akan pernah memaafkan suamimu itu. Kalau bertemu dengannya, Ibu akan menuntut dan membalas semua perbuatan jahatnya sama kamu.""Bu, ada satu hal lagi yang mau Intan sampaikan." Intan meraba perutnya yang masih rata."Apa itu, Nak?" tanya Ibu Intan."Saat ini Intan sedang mengandung, Bu. Mas Tommy bahkan belum mengetahui berita ini. Beberapa hari ini Intan sadar, bahwa Mas Tommy gak pernah mencintai Intan dan gak akan tertarik dengan kehadiran anak ini," jawab Intan.Ibu Intan sangat terkejut sekaligus merasa haru. Ibu mengulurkan tangannya dengan gemetar dan meraba perut Intan."Jadi di dalam perutmu ini ada cucu Ibu? Kasihan sekali kamu, Nak. Kamu harus menjalani kehamilanmu dalam masa yang sulit seperti ini." Air mata Ibu Intan kembali mengalir."Intan mencintai calon anak ini, Bu. Intan akan membesarkan dia. Dia harus menjadi anak yang hebat dan tangguh, walaupun tanpa figur papa di sampingnya," kata Intan."Apa kamu yakin? Bagaimana kalau suamimu nanti menginginkan anak itu? Setahu Ibu, keturunan sangat penting bagi orang kaya seperti mereka.""Intan akan merahasiakan anak ini, Bu. Intan yakin Mas Tommy gak menginginkan keturunan dari Intan. Dia pasti ingin mendapatkan keturunan dari wanita yang ia cintai, selingkuhannya itu. Kalaupun suatu saat Mas Tommy mengetahui identitas anak ini dan menginginkannya, Intan gak akan memberi dia kesempatan. Dia gak berhak atas anak ini sampai kapanpun," kata Intan dengan penuh keyakinan."Ibu akan mendukung kamu, Nak. Bagaimanapun juga, anak itu gak bersalah. Dia berhak mendapatkan kasih sayang dan perhatian seperti anak lainnya. Kita akan menyayangi dia dan membesarkan dia dengan baik.""Iya, Bu. Sebaiknya kita cepat pindah dari sini, Bu. Jangan katakan pada orang-orang di sekitar sini kemana kita akan pindah! Intan takut Mas Tommy atau Kakek Nugraha akan mencari kita sampai ke sini." Ibu Intan berpikir sejenak sebelum menjawab, "Baiklah,Nak. Nanti kita bicarakan semua ini sama bapak. Ibu yakin bapak akan setuju jika itu memang cara yang terbaik agar Tommy gak bisa menemukan kita.""Iya, Bu. Kita akan mulai membangun usaha dengan modal yang ada. Intan yakin kita akan berhasil, Bu. Intan akan membuat Mas Tommy menyesal suatu saat nanti."Intan dan keluarganya segera melaksanakan rencana mereka untuk pindah ke luar kota. Dengan modal yang ada, mereka membeli rumah yang cukup bagus dan mewah. Setelah itu, Intan dan adiknya membangun sebuah usaha pengolahan hasil bumi yang cukup besar. Intan terus belajar dan mengembangkan kapasitasnya. Ia dan adiknya bekerja dengan keras sehingga dalam waktu relatif singkat, usaha mereka mulai berkembang dan semakin maju.Mampukah Intan membuktikan bahwa dirinya mampu bangkit dan mempertahankan usaha keluarganya itu?Setelah mengetahui kepergian Intan, kondisi kesehatan Kakek Nugraha kembali memburuk. Kakek Nugraha merasa bersalah kepada Intan dan keluarganya. Itu membuat kakek mengalami kesulitan tidur dan tidak berselera makan.Kakek memerintahkan pada anak buahnya untuk mencari Intan di kampungnya. Namun anak buah Kakek Nugraha tidak dapat menemukan intan dan keluarganya, karena mereka sudah pindah dari sana. Mereka telah kehilangan jejak Intan.Rasa kecewa dan kesedihan membuat Kakek Nugraha semakin melemah. Apalagi ditambah pula dengan rasa kesal dan amarah pada Tommy. "Tommy, kenapa kamu tega berbuat seperti itu pada gadis polos dan baik hati seperti Intan?" ucap Kakek Nugraha sambil berbaring lemah di tempat tidurnya.Tidak ada seorang pun yang bisa memberikan jawaban untuk kakek. Sejak saat itu Tommy juga tidak berani menampakkan batang hidungnya di depan sang kakek. Melihat kondisi itu, keluarga besar memutuskan untuk kembali membawa Kakek Nugraha ke Singapura untuk berobat dan menjalan
Tommy yang sedang rapat bersama beberapa kepala bagian di ruangannya terpaksa menghentikan rapat itu sejenak. Ia memberi isyarat untuk karyawannya dan meraih ponselnya setelah mendengar beberapa notifikasi pesan masuk.Suara itu ternyata berasal dari notifikasi SMS banking, yang menunjukkan ada transaksi keluar dari rekening tersebut. Mata Tommy terbelalak ketika melihat angka-angka yang tertera dalam pesan yang ia terima. Ada dua nominal dua ratus jutaan dan lima ratus juta. Pengeluaran sebesar itu hanya berjarak beberapa menit saja.Tommy mengerutkan keningnya, ia ingat kartu debit rekening itu dipegang oleh Silvy. Silvy memang biasa berbelanja sesuka hatinya, namun belum pernah ia melakukan transaksi dengan nominal sebesar itu dalam waktu kurang dari satu hari.'Apa yang sebenarnya ia beli?' Tommy langsung kehilangan konsentrasinya. Ia meminta rapat itu ditunda sampai besok. Ia harus segera meminta penjelasan pada Silvy.Setelah para karyawannya meninggalkan ruangannya, Tommy lang
Pagi itu Intan dan adiknya, Rudy sedang berada di kantor. Mereka menunggu perwakilan dari perusahaan lain yang akan mengajak bekerja sama."Pagi, Pak Rudy. Ini istri Bapak? Sudah berapa bulan usia kandungannya?" tanya Pak Sofyan, perwakilan PT. Cipta Mandiri. Intan hanya menyunggingkan senyum dan menjabat tangan Pak Sofyan. Memang bukan baru pertama kali ini ada yang menyangka kalau Intan dan Rudy adalah sepasang suami istri. Perut Intan yang semakin membuncit juga sudah tidak bisa ditutupi, sekalipun Intan memakai baju longgar atau jaket."Iya, Pak. Sudah enam bulan usia kandungannya," jawab Rudy.Sering kali Rudy memang terpaksa mengakui anak dalam kandungan kakaknya sebagai anaknya. Rudy tidak ingin Intan direndahkan, apalagi jika ada yang menghujatnya karena hamil tanpa ada seorang suami di sisinya.Di siang hingga sore hari, Intan menyibukkan diri, sehingga tidak terlalu merasa sedih dan kesepian. Namun saat sendirian malam hari, ia baru akan merasa sensitif dan sering menangis
"Sayang, kamu dimana? Aku sudah di rumah, tapi kamu malah belum di rumah," kata Tommy melalui panggilan ponselnya."Aku masih sama teman-teman arisan, Sayang. Satu jam lagi aku pulang." Silvy mengakhiri panggilan telepon itu sepihak. Tommy bisa mendengar tawa dan celoteh riang beberapa orang wanita yang sepertinya duduk tak jauh dari istrinya.Tommy melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur. Ia sedikit merasa kesal dengan kebiasaan baru Silvy setelah menikah. Silvy sibuk bergabung dengan para wanita sosialita, ke salon, belanja setiap hari.Bukan masalah jika Silvy bisa mengatur waktu dan tetap bisa melaksanakan tugasnya sebagai istri. Sering kali Tommy harus menjumpai rumah yang sepi saat pulang bekerja. Untungnya ada dua asisten rumah tangga yang selalu membuat pekerjaan rumah beres.Tommy keluar dari kamar dan duduk di meja makan. Masakan yang tersaji sudah dingin, Tommy tidak berselera menyantapnya sendiri. "Pak, mau saya panaskan makanannya?" tanya Bi Sumi."Gak perlu, Bi," jaw
Silvy yang merasa kesal langsung menuju ke kantor suaminya. Ia tidak peduli ketika sekretaris mencegahnya masuk ke ruangan Tommy. "Mas, aku mau bicara." Silvy membuka pintu ruangan itu. Tommy yang sedang berbincang dengan seorang pimpinan cabang terkejut."Silvy, aku sedang membicarakan masalah pekerjaan. Bisa kamu menunggu sebentar?" bisik Tommy."Aku mau sekarang, Mas. Masalah yang akan aku bicarakan juga gak kalah penting," jawab Silvy.Tommy terpaksa menghentikan pembicaraan dengan karyawannya itu. Tommy meminta karyawan itu keluar dari ruangannya.Tommy berdiri dan mendekati istrinya. "Ada apa ini?" Silvy menatap Tommy dengan tajam, ia sangat marah karena kejadian tadi."Mas, kamu sudah mempermalukan aku di depan banyak orang. Aku tadi sedang di kantor perumahan dan akan bertransaksi."Tommy menghela nafas panjang sambil menatap istrinya yang keras kepala itu. "Kamu gak boleh membuat keputusan sepenting itu sendiri. Kamu itu istriku, seharusnya kamu bicara dulu jika akan mengel
Pagi itu Intan bersiap-siap untuk bekerja. Ia merasa perutnya sedikit kencang dan sakit. Namun setelah beberapa menit rasa sakit itu hilang. Oleh karena itu Intan tetap pergi ke kantor.Setelah menempuh waktu tiga puluh menit, Intan dan Rudy tiba di kantor. Hari itu mereka sedikit sibuk dan ada beberapa janji dengan klien perusahaan. Mereka langsung berjalan dengan cepat ke elevator untuk naik ke lantai delapan.Di dalam elevator, perut Intan kembali terasa sakit."Aduh." Intan meraba perutnya dan meringis kesakitan."Mbak, kenapa?" Rudy memegang bahu Intan dengan panik."Ah, gak apa-apa, Rud. Tadi sedikit sakit, tapi sekarang sudah hilang rasa sakitnya. Mungkin keponakanmu ini semakin besar dan sangat lincah bergerak." "Biasa anak laki-laki, Mbak. Apa kita perlu ke rumah sakit?" tanya Rudy."Gak perlu, kamu tenang saja," jawab Intan sambil tersenyum.Intan dan Rudy menuju ruangan mereka masing-masing. Keduanya langsung menyibukkan diri dengan pekerjaan mereka.Sesuai jadwal, Rudy la
Kehidupan Intan berubah total dengan kehadiran Darren. Darren kecil sangat tampan, sehat, dan menggemaskan. Setiap orang yang melihatnya pasti ingin menggendong dan menciumnya. Sekalipun harus mengalami perubahan pola hidup, jam istirahat, dan harus merawat Darren sendiri, Intan sangat bahagia dan menikmatinya. Intan menghabiskan sebanyak mungkin waktu bersama putranya dengan menyusui, menggantikan popok, menggendong dan menemani Darren setiap malam."Mama sangat menyayangi kamu, Darren," bisik Intan malam itu. Ia sedang menidurkan Darren dalam pelukannya. Intan sadar, waktu sangat berharga dan cepat berlalu. Masa kecil Darren takkan terulang kembali dan akan menjadi kenangan terindah dalam hidup Intan.Setiap malam, Intan selalu memandangi wajah Darren yang tertidur lelap. Wajah Darren sangat mirip dengan Tommy, terutama pada bagian hidung, rambut, dan bibirnya. Kulit Darren juga putih bersih seperti sang papa."Sayang, semoga karaktermu gak seperti papamu. Kamu harus menjadi pria
Melihat foto-foto mesra Tommy dan Silvy, hati Intan terasa nyeri. Di saat dirinya berjuang menjalani masa kehamilannya yang tidak mudah, melewati malam-malam sepi, merasakan sakit dan mengidam sendirian, ternyata Tommy sedang asyik menjalani pernikahan barunya. Bahkan di saat Intan harus bertaruh nyawa untuk melahirkan Darren, Tommy tidak berada di sisinya. Intan berpikir, mungkin Tommy merasa lebih bahagia saat ini. Mungkin saja Tommy sudah menganggap dirinya mati, atau tidak pernah hadir dalam hidupnya.Malam itu, dari balkon kamarnya Intan menumpahkan air mata kemarahannya. Ia segera menghubungi Rudy untuk menemuinya di ruang keluarga."Rud, Mbak akan segera melaksanakan rencana untuk membalas Mas Tommy," katanya."Mbak yakin sudah siap? Keluarga mereka bukan orang sembarangan. Mereka mempunyai uang, aset, dan pengaruh yang besar dalam dunia bisnis," ujar Rudy."Beberapa bulan ini kita sudah mempelajari usaha mereka. Kita juga meningkatkan kapasitas dan kemampuan kita. Mbak juga t