Intan.. Intan, dimana kamu?" teriak Tommy.
Ia melihat kondisi rumah yang sepi dan lampu belum dinyalakan. Tommy segera berlari ke kamar Indah. Ia membuka lemari dan melihat semua pakaian dan barang milik Indah sudah lenyap. Di lemari hanya tersisa gaun yang pernah ia belikan untuk Intan.Tommy mengambil ponselnya dan berusaha menelepon Intan. Namun nomor ponsel istrinya sudah tidak aktif. Tommy melihat rekaman kamera pengawas di halaman. Ia melihat Intan keluar rumah dengan membawa sebuah tas."Jadi kamu berani kabur? Harusnya aku mengawasimu lebih ketat!" geram Tommy.Tommy risau dan menelepon Silvy untuk mencurahkan isi hatinya. Gadis itu justru merasa senang karena istri sah Tommy sudah mengalah dan pergi. Silvy merasa sudah memenangkan pertandingan."Tenang saja, Sayang, kalau Intan pergi, berarti sudah gak ada penghalang di antara kita. Apa kamu merasa sedih dan kehilangan dia?" Silvy membelai wajah Tommy."Bukan begitu, Sayang. Aku hanya takut kakek tahu dan marah padaku. Kakek sangat menyayangi Intan. Aku takut kakek akan menurunkan jabatanku dan mengalihkannya pada orang lain.""Sayang, jangan terlalu risau! Bukankah katamu kakek sedang sakit parah? Aku yakin kakek gak akan tahu kalau kamu gak menceritakan kepergian Intan pada siapapun. Aku akan datang ke rumahmu dan menginap, Sayang." Silvy menutup telepon itu sepihak.Setengah jam kemudian, Silvy datang ke rumah Tommy dengan sangat gembira. Ia terlihat sangat sehat, tidak seperti kemarin yang selalu mengeluh tidak enak badan dan mencari perhatian Tommy.Silvy tersenyum membayangkan dirinya akan menjadi nyonya di istana megah itu. Ia menelusuri ruangan demi ruangan di rumah itu. Ia merasa selangkah lagi impiannya akan terwujud, tanpa ada penghalang atau persoalan lagi.Silvy memeluk Tommy dengan erat dan mengecup bibirnya. "Sayang, kamu akan segera menikahi aku, kan?"Tommy terdiam sejenak, otaknya terasa buntu saat memikirkan jabatannya yang bisa saja terancam jika tiba-tiba Kakek Nugraha mengetahui semuanya. Namun sang kekasih justru tertawa gembira dan ingin segera merayakam kemenangan."Sayang, kenapa diam saja? Apa kamu ragu dengan hubungan kita? Sampai kapan aku harus menunggu kamu menikahi aku? Aku bosan menjalin hubungan tanpa kepastian ini. Aku lelah selalu menjadi wanita kedua di hidupmu!" rengek Silvy.Tommy menarik tangan Silvy dan memeluknya. "Iya, aku akan segera menikahimu, Sayang. Sabarlah sebentar lagi!" Tommy menelusuri lekuk tubuh indah Silvy dengan tangannya. Ia juga mencium kening dan pipi Silvy bertubi-tubi.Namun baru saja keduanya merasa bahagia dan saling bercumbu, bel rumah tiba-tiba berbunyi. Tommy segera melepaskan pelukannya dari sang gadis.Tommy membuka pintu rumahnya untuk melihat siapa tamu yang datang. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa yang ada di balik pintu."Kakek.. bukannya Kakek di luar negeri?"Tommy menatap pria renta yang duduk di atas kursi dengan gemetar. Walaupun kondisi kesehatan Kakek Nugraha sedang kurang baik, tetapi beliau tetap berwibawa dan masih disegani dalam keluarga besar Tommy.Di belakang Kakek Nugraha ada seorang sekretaris pribadinya dan orang kepercayaannya."Tommy, mana Intan?" Tatapan kakek langsung membuat sikap Tommy berubah, ia ketakutan dan berusaha mencari jawaban yang tepat."Kakek, ayo masuk dulu!"Kakek Nugraha bertambah kesal ketika melihat seorang wanita asing berpakaian minim ada di dalam rumah."Eh, siapa kamu? Kenapa kamu ada di rumah cucu saya?" Kakek Nugraha menatap Silvy dengan tajam."Kakek, aku.."Sebelum Silvy menyelesaikan kalimatnya, Tommy langsung memotong, "Kakek, aku bisa menjelaskan semuanya.""Mana Intan?" teriak kakek lagi.Tommy tidak bisa menemukan alasan dan jawaban yang tepat. Ia tahu bahwa sebenarnya sang kakek sudah merasa curiga padanya atau telah mendapatkan laporan dari anak buahnya. Tommy terpaksa mengaku dengan jujur mengenai apa yang sebenarnya terjadi. "Mm.. Intan pergi dari rumah, Kek. Aku sudah berusaha menghubunginya dan mencarinya, tapi..""Apa?! Kenapa cucuku pergi dari rumah ini? Apa yang kamu lakukan padanya, Tommy? Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan siapa kamu?" Kakek Nugraha menunjuk wajah Silvy."Namaku Silvy, Kek. Aku dan Tommy saling mencintai dan akan menikah," jawab Silvy."Apa?! Tommy, beraninya kamu melakukan ini! Dan kamu wanita gak tahu diri, apa kamu buta? Tommy sudah mempunyai istri. Apa kamu sengaja menggoda pria beristri dan mengincar hartanya?" bentak Kakek Nugraha. Tommy bisa melihat dengan jelas, bahwa sang kakek tidak menyukai gadis yang ia cintai.Wajah Silvy pucat pasi, tubuhnya gemetar. Ia menatap Tommy, berharap pria itu akan membelanya. Namun jawaban Tommy justru bertolak belakang dengan keinginan hati Silvy."Kakek, ini hanya salah paham, aku dan Silvy gak punya hubungan apapun," kata Tommy."Tapi, Mas. Kenapa kamu gak mengakui hubungan kita? Bagaimana dengan rencana pernikahan kita?" protes Silvy. "Kakek, aku gak bohong. Aku memang mempunyai hubungan dengan Tommy dan dia berjanji akan menikahi ku.""Sst.. Jangan sembarangan bicara! Pergi dari rumah ini!" Tommy menyeret Silvy keluar dari rumah itu. Silvy tentu memberontak dan tidak mau keluar dari rumah itu. Selangkah lagi impiannya menjadi seorang istri CEO dan nyonya di rumah itu akan menjadi kenyataan, tapi kini semua seolah lenyap begitu saja."Sayang, kenapa kamu memperlakukan aku seperti ini? Baru saja kamu berjanji akan segera menikahi aku." Suara Silvy masih terdengar ketika Tommy menutup pintu besar itu dan menguncinya.Tommy kembali masuk dan duduk di sofa berhadapan dengan kakeknya. Ia yang biasanya gagah dan tidak takut dengan siapapun, kini menunduk gemetar di hadapan sang kakek."Kakek, aku bisa menjelaskan semuanya. Ini hanya salah paham. Silvy memang mengejar dan mengharapkan cintaku, tapi aku selalu berupaya menolak dia. Aku dan Silvy hanya berteman," kata Tommy."Kamu pikir kakekmu ini anak kecil yang bisa dibohongi? Kakek sudah melihat semua perbuatanmu, Tommy. Kakek tahu apa yang kamu lakukan pada Intan dan mengapa ia pergi dari rumah. Asal kamu tahu, walaupun Kakek sedang sakit, tapi semua keputusan perusahaan masih ada di tangan Kakek. Jabatanmu masih bisa Kakek copot kapan saja."Tommy mengangkat wajahnya, ia mulai terlihat cemas, karena usahanya akan hancur begitu saja jika Kakek Nugraha melaksanakan ancamannya."Kakek, maafkan aku. Tolong beri aku kesempatan lagi! Aku akan mencari Intan secepatnya dan membawanya kemari." kata Tommy."Kakek sangat kecewa dengan sikapmu, Tommy. Kakek pikir setelah kamu menikah dengan Intan, kamu bisa bersikap dewasa dan bijak. Kakek akan menangguhkan jabatan pimpinan tertinggi perusahaan sampai kamu bisa menunjukkan perubahan sikapmu. Jika ada calon yang lebih baik darimu, maka Kakek akan memberikan jabatan itu padanya.""Tapi, Kek.. Setidaknya lihatlah hasil pekerjaanku selama ini! Aku bekerja dengan sangat baik dan berhasil memberi keuntungan besar untuk perusahaan ini." Tommy berusaha keras untuk membela dirinya.Namun Kakek Nugraha mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk Tommy agar ia tak lagi banyak bicara. "Keputusan Kakek sudah bulat, Tommy. Mungkin hasil kerjamu memang cukup baik, tapi karakter dan sikapmu tidak cukup memenuhi standar yang Kakek tentukan bagimu."Kakek Nugraha meninggalkan rumah Tommy begitu saja. Meninggalkan Tommy yang merasa putus asa dan semakin membenci Intan."Argh.. Semua ini karena kamu, Intan! Semua usahaku selama ini menjadi sia-sia hanya karena kamu. Awas kamu Intan! Aku akan menemukanmu dan menyeretmu kembali ke rumah ini!" teriak Tommy."Bu, ada yang mau aku bicarakan sama Ibu," kata Intan pagi itu.Ibu Intan duduk di samping Intan dan menatapnya. "Ada apa, Nak? Sepertinya ada sesuatu yang serius."Intan menundukkan kepalanya dan menghela nafas panjang. "Sebenarnya Intan melarikan diri dari rumah, Bu." "Apa?! Jadi suamimu gak mengetahui kepergianmu? Dia gak tahu kalau kamu ada di sini?""Mungkin sekarang dia sudah tahu kalau Intan pergi, Bu," jawab Intan lesu."Tapi kenapa, Nak? Ada masalah apa antara kamu dan suamimu? Bukankah selama ini kalian selalu bahagia dan harmonis?" tanya Ibu Intan.Mata Intan mulai berkaca-kaca, ia menggigit bibirnya untuk menahan perasaannya sekuat tenaga. Namun hati yang teramat sakit membuatnya tak mampu bertahan. Air mata mulai mengalir di pipinya."Maaf kalau selama ini Intan berbohong, Bu. Intan menutupi semua kenyataan yang terjadi dari Ibu dan Bapak, juga semua orang. Intan hanya gak mau Ibu dan Bapak sedih memikirkan keadaan Intan." Intan menyeka air matanya."Apa yang sebenarnya
Setelah mengetahui kepergian Intan, kondisi kesehatan Kakek Nugraha kembali memburuk. Kakek Nugraha merasa bersalah kepada Intan dan keluarganya. Itu membuat kakek mengalami kesulitan tidur dan tidak berselera makan.Kakek memerintahkan pada anak buahnya untuk mencari Intan di kampungnya. Namun anak buah Kakek Nugraha tidak dapat menemukan intan dan keluarganya, karena mereka sudah pindah dari sana. Mereka telah kehilangan jejak Intan.Rasa kecewa dan kesedihan membuat Kakek Nugraha semakin melemah. Apalagi ditambah pula dengan rasa kesal dan amarah pada Tommy. "Tommy, kenapa kamu tega berbuat seperti itu pada gadis polos dan baik hati seperti Intan?" ucap Kakek Nugraha sambil berbaring lemah di tempat tidurnya.Tidak ada seorang pun yang bisa memberikan jawaban untuk kakek. Sejak saat itu Tommy juga tidak berani menampakkan batang hidungnya di depan sang kakek. Melihat kondisi itu, keluarga besar memutuskan untuk kembali membawa Kakek Nugraha ke Singapura untuk berobat dan menjalan
Tommy yang sedang rapat bersama beberapa kepala bagian di ruangannya terpaksa menghentikan rapat itu sejenak. Ia memberi isyarat untuk karyawannya dan meraih ponselnya setelah mendengar beberapa notifikasi pesan masuk.Suara itu ternyata berasal dari notifikasi SMS banking, yang menunjukkan ada transaksi keluar dari rekening tersebut. Mata Tommy terbelalak ketika melihat angka-angka yang tertera dalam pesan yang ia terima. Ada dua nominal dua ratus jutaan dan lima ratus juta. Pengeluaran sebesar itu hanya berjarak beberapa menit saja.Tommy mengerutkan keningnya, ia ingat kartu debit rekening itu dipegang oleh Silvy. Silvy memang biasa berbelanja sesuka hatinya, namun belum pernah ia melakukan transaksi dengan nominal sebesar itu dalam waktu kurang dari satu hari.'Apa yang sebenarnya ia beli?' Tommy langsung kehilangan konsentrasinya. Ia meminta rapat itu ditunda sampai besok. Ia harus segera meminta penjelasan pada Silvy.Setelah para karyawannya meninggalkan ruangannya, Tommy lang
Pagi itu Intan dan adiknya, Rudy sedang berada di kantor. Mereka menunggu perwakilan dari perusahaan lain yang akan mengajak bekerja sama."Pagi, Pak Rudy. Ini istri Bapak? Sudah berapa bulan usia kandungannya?" tanya Pak Sofyan, perwakilan PT. Cipta Mandiri. Intan hanya menyunggingkan senyum dan menjabat tangan Pak Sofyan. Memang bukan baru pertama kali ini ada yang menyangka kalau Intan dan Rudy adalah sepasang suami istri. Perut Intan yang semakin membuncit juga sudah tidak bisa ditutupi, sekalipun Intan memakai baju longgar atau jaket."Iya, Pak. Sudah enam bulan usia kandungannya," jawab Rudy.Sering kali Rudy memang terpaksa mengakui anak dalam kandungan kakaknya sebagai anaknya. Rudy tidak ingin Intan direndahkan, apalagi jika ada yang menghujatnya karena hamil tanpa ada seorang suami di sisinya.Di siang hingga sore hari, Intan menyibukkan diri, sehingga tidak terlalu merasa sedih dan kesepian. Namun saat sendirian malam hari, ia baru akan merasa sensitif dan sering menangis
"Sayang, kamu dimana? Aku sudah di rumah, tapi kamu malah belum di rumah," kata Tommy melalui panggilan ponselnya."Aku masih sama teman-teman arisan, Sayang. Satu jam lagi aku pulang." Silvy mengakhiri panggilan telepon itu sepihak. Tommy bisa mendengar tawa dan celoteh riang beberapa orang wanita yang sepertinya duduk tak jauh dari istrinya.Tommy melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur. Ia sedikit merasa kesal dengan kebiasaan baru Silvy setelah menikah. Silvy sibuk bergabung dengan para wanita sosialita, ke salon, belanja setiap hari.Bukan masalah jika Silvy bisa mengatur waktu dan tetap bisa melaksanakan tugasnya sebagai istri. Sering kali Tommy harus menjumpai rumah yang sepi saat pulang bekerja. Untungnya ada dua asisten rumah tangga yang selalu membuat pekerjaan rumah beres.Tommy keluar dari kamar dan duduk di meja makan. Masakan yang tersaji sudah dingin, Tommy tidak berselera menyantapnya sendiri. "Pak, mau saya panaskan makanannya?" tanya Bi Sumi."Gak perlu, Bi," jaw
Silvy yang merasa kesal langsung menuju ke kantor suaminya. Ia tidak peduli ketika sekretaris mencegahnya masuk ke ruangan Tommy. "Mas, aku mau bicara." Silvy membuka pintu ruangan itu. Tommy yang sedang berbincang dengan seorang pimpinan cabang terkejut."Silvy, aku sedang membicarakan masalah pekerjaan. Bisa kamu menunggu sebentar?" bisik Tommy."Aku mau sekarang, Mas. Masalah yang akan aku bicarakan juga gak kalah penting," jawab Silvy.Tommy terpaksa menghentikan pembicaraan dengan karyawannya itu. Tommy meminta karyawan itu keluar dari ruangannya.Tommy berdiri dan mendekati istrinya. "Ada apa ini?" Silvy menatap Tommy dengan tajam, ia sangat marah karena kejadian tadi."Mas, kamu sudah mempermalukan aku di depan banyak orang. Aku tadi sedang di kantor perumahan dan akan bertransaksi."Tommy menghela nafas panjang sambil menatap istrinya yang keras kepala itu. "Kamu gak boleh membuat keputusan sepenting itu sendiri. Kamu itu istriku, seharusnya kamu bicara dulu jika akan mengel
Pagi itu Intan bersiap-siap untuk bekerja. Ia merasa perutnya sedikit kencang dan sakit. Namun setelah beberapa menit rasa sakit itu hilang. Oleh karena itu Intan tetap pergi ke kantor.Setelah menempuh waktu tiga puluh menit, Intan dan Rudy tiba di kantor. Hari itu mereka sedikit sibuk dan ada beberapa janji dengan klien perusahaan. Mereka langsung berjalan dengan cepat ke elevator untuk naik ke lantai delapan.Di dalam elevator, perut Intan kembali terasa sakit."Aduh." Intan meraba perutnya dan meringis kesakitan."Mbak, kenapa?" Rudy memegang bahu Intan dengan panik."Ah, gak apa-apa, Rud. Tadi sedikit sakit, tapi sekarang sudah hilang rasa sakitnya. Mungkin keponakanmu ini semakin besar dan sangat lincah bergerak." "Biasa anak laki-laki, Mbak. Apa kita perlu ke rumah sakit?" tanya Rudy."Gak perlu, kamu tenang saja," jawab Intan sambil tersenyum.Intan dan Rudy menuju ruangan mereka masing-masing. Keduanya langsung menyibukkan diri dengan pekerjaan mereka.Sesuai jadwal, Rudy la
Kehidupan Intan berubah total dengan kehadiran Darren. Darren kecil sangat tampan, sehat, dan menggemaskan. Setiap orang yang melihatnya pasti ingin menggendong dan menciumnya. Sekalipun harus mengalami perubahan pola hidup, jam istirahat, dan harus merawat Darren sendiri, Intan sangat bahagia dan menikmatinya. Intan menghabiskan sebanyak mungkin waktu bersama putranya dengan menyusui, menggantikan popok, menggendong dan menemani Darren setiap malam."Mama sangat menyayangi kamu, Darren," bisik Intan malam itu. Ia sedang menidurkan Darren dalam pelukannya. Intan sadar, waktu sangat berharga dan cepat berlalu. Masa kecil Darren takkan terulang kembali dan akan menjadi kenangan terindah dalam hidup Intan.Setiap malam, Intan selalu memandangi wajah Darren yang tertidur lelap. Wajah Darren sangat mirip dengan Tommy, terutama pada bagian hidung, rambut, dan bibirnya. Kulit Darren juga putih bersih seperti sang papa."Sayang, semoga karaktermu gak seperti papamu. Kamu harus menjadi pria