Share

Ungkapan Cinta

“Aku suka kamu, Mita. Apa kamu punya perasaan yang sama sepertiku?” Ramli mengeratkan genggamannya pada tangan Sasmita. Pemuda itu bicara serius dan sungguh-sungguh.

 

 

Untuk beberapa saat Sasmita terbengong-bengong. Dengan perlahan gadis itu melepaskan genggaman tangan Ramli dan menariknya. Tubuh Sasmita menegang, wajahnya memanas, dan degup jantungnya serasa berlompatan.

 

 

Sasmita senang sekaligus takut. Senang karena Ramli mempunyai perasaan yang sama dengannya. Namun, ia takut perasaannya itu akan berkembang yang pada akhirnya membuat ia patah hati. Ia tahu konsekuensinya.

 

 

Ada perasaan aneh yang dirasakan Ramli saat Sasmita menarik tangan dari genggamannya. ‘Mungkinkah Sasmita menolak cintanya’ batin Ramli.

 

 

“Maaf ... kamu tidak suka aku ...?” Ramli menjeda ucapannya. Ia bertanya dengan hati-hati dan matanya tidak berkedip ke arah Sasmita.

 

 

“Bukan begitu, Mas. Aku suka, eh, maksudnya anu ....” Sasmita salah tingkah. Ia mencoba menghindar dari tatapan Ramli yang tajam. Tatapan yang menunggu sebuah jawaban.

 

 

Sasmita merasa tidak nyaman dan gadis itu tidak bisa menutupi kegugupannya. Setelah beberapa detik ia mengatur napas dan hatinya. Ia duduk dan membalas tatapan Ramli dengan tenang, meskipun di dalam hatinya berkecamuk. Sudut hatinya terdalam ingin mengatakan iya, tetapi sisi hati yang lainnya mengatakan ia tidak boleh menerima cinta pemuda di hadapannya.

 

 

Sasmita bingung. Seharusnya hari ini adalah hari bahagianya. Hari yang dinantikan seorang gadis untuk menerima perasaan dari pemuda yang dicintainya. Namun, Sasmita tidak punya pilihan. Saat ini ia harus menahan gejolak hatinya.

 

 

“Bukankah kata Mas Ramli aku masih gadis bau kencur? Jadi biarkanlah gadis bau kencur ini bersekolah dulu.”

 

 

“Kamu ...?”

 

 

“Aku juga suka sama Mas Ramli, tapi ....”

 

 

“Tapi apa?”

 

 

“Aku takut nanti ada yang marah.”

 

“Memangnya siapa yang marah? Kamu punya pacar?”

 

“Bukan begitu. Aku enggak punya pacar, kok.”

 

“Lalu, siapa yang marah?”

 

“Pacar Mas Ramli.”

 

“Siapa bilang aku punya pacar?”

 

“Enggak ada yang bilang. Hanya saja, aku enggak percaya kalau Mas Ramli enggak punya pacar di kota. Mas Ramli, kan, mahasiswa? Masak iya di kampus enggak punya pacar?”

 

“Mita ... Mita. Itu hanya pendapatmu sendiri.” Ramli menertawakan tebakan Sasmita yang salah. “Aku enggak punya pacar. Aku ingin kamu yang jadi pacarku, Mit,” ucap Ramli.

 

Jantung Sasmita makin berdegup kencang. Ia tidak bisa menggambarkan kebahagiaan hatinya. Mata gadis cantik mengerjap beberapa kali. Ia memastikan bahwa apa yang didengarnya bukanlah mimpi.

 

“Jadi, kamu mau jadi pacarku adik kecil?”

 

Sasmita mengangguk pelan sambil tersipu malu. Entah kekuatan apa yang bisa membuatnya menerima permintaan Ramli. Ia yang tadinya bingung, tiba-tiba seperti mempunyai kekuatan untuk tidak menolak cinta Ramli. Pada akhirnya, ia tidak bisa menahan dan menyembunyikan perasaannya. Gadis yang pemikirannya masih labil itu sejenak melupakan tentang perjodohannya.

 

 

Suasana mendebarkan itu perlahan memudar saat Rani hadir di antara Sasmita dan Ramli dengan suara yang heboh.

 

 

“Ciye ... yang lagi berduaan. Dunia serasa milik berdua, yang lain nyewa.”

 

 

“Apaan, sih, Ran.” Sasmita tersipu. Ia tidak bisa menyembunyikan mimik wajah berseri-serinya di hadapan Rani.

 

 

“Gimana, Mas? Udah diterima belom ma gadis bau kencur ini?” tanya Rani pada kakak sepupunya.

 

 

“Menurutmu?”

 

 

“Halah, Mas. Kamu ini ditanya, kok balik nanya. Kalau dilihat dari muka kalian yang penuh bunga-bunga itu sepertinya kalian resmi jadian, kan?”

 

 

Ramli dan Sasmita saling pandang. Seperti sudah sepakat, kedua anak muda yang lagi kasmaran itu tutup mulut. Rani merasa kesal.

 

 

“Ya udah kalau kalian enggak mau ngaku. Jadian atau enggak, pokonya Mas Ramli harus traktir aku bakso porsi dobel,” rajuk Rani.

 

 

Sasmita hanya geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya. Ia tau Rani hanya berpura-pura merajuk.

 

 

Siang itu adalah momen terindah bagi Sasmita. Ia tidak menyangka Ramli mengungkapkan perasaan cintanya. Andai saja takdir bisa ia ubah. Sejenak terselip doa dalam hatinya, agar kelak ia akan berjodoh dengan kekasih hatinya.

 

 

***

 

 

Arya dan Dahlia sampai di kota Surabaya setelah menempuh perjalanan selama dua setengah jam. Hari belum terlalu sore saat mereka tiba di kos Arya. Arya sengaja mengajak Dahlia ke kos-kosannya. Menurutnya, tempat ini sementara aman untuk Dahlia. Setidaknya semalam gadis itu bisa menginap di sini.

 

Saat itu kos lagi sepi. Entah pada ke mana penghuni kos yang lain. Arya tidak peduli. Arya bergegas membawa masuk Dahlia ke kamarnya. Saat ini yang penting Dahlia aman. Arya mencoba mencari cara untuk menyembunyikan Dahlia agar tidak tertangkap keluarganya.

 

 

“Ini tempat kos-mu, Mas? Sepi sekali? Pada ke mana penghuninya?”

 

 

“Aku enggak tau. Mungkin ada yang kuliah sore, atau mungkin masih pada molor,” jawab Arya asal.

 

 

“Mas, aku takut. Gimana kalau nanti ada yang tau aku ada di kamarmu? Gimana kalau nanti kita digerebek massa?”

 

 

“Pikiranmu itu jangan aneh-aneh! Yang penting kamu diem, anteng, pasti enggak ada yang tau. Lagian Cuma semalam ini aja kamu menginap di sini. Besok aku carikan kos putri buatmu.”

 

 

“Tapi aku takut, Mas. Sekarang aja kita cari kos-kosan khusus cewek!”

 

 

“Aku capek, Lia. Udah, kamu istirahatlah dulu. Nanti kita pikir lagi langkah selanjutnya. Aku juga tidak mungkin menyembunyikanmu terus di kamar ini.”

 

 

Dahlia hanya mengangguk. Ia seperti sudah kehilangan banyak energi. Gadis itu tidak menyangka akan berlari dari perjodohan seperti ini. Rasa cintanya kepada Arya benar-benar membuatnya kehilangan akal sehat. Semua karena atas nama cinta. Cinta yang bisa membunuh dan menghancurkan segalanya. Cinta yang bisa memporak-porandakan kehidupannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status